“Kerja bagus, semuanya. Terutama, untuk Putri Purbamanik. Dialah yang paling bagus dalam mengerjakan semua pelajaran tata krama hari ini dengan sangat sempurna.”
Mendapatkan pujian yang berasal dari guru tata krama para putri yang tak lain adalah Ibu Ratu sendiri, Purbamanik, si putri berambut merah kejinggaan itu menengadahkan kepalanya dengan bangga, … di hadapan para putri yang duduk melingkar bersama ratu dalam latihan acara minum teh.“Ini tidak seberapa, Gusti Ratu."Tersenyum ramah dan merendahkan nada suara dalam ucapan manisnya yang penuh kesopanan, Purbamanik telah berhasil membuat Purbararang menatapnya dengan kesal akibat dari tindakannya yang sok rendah hati tersebut.“Saat ini, Saya masih harus belajar dan mempelajari berbagai macam hal yang jauh lebih banyak lagi.”“Luar biasa! Itu adalah suatu kemauan yang sangat bagus!”Ibu Ratu kerajaan Pasir Batang, Sari Dewi Bunga Pamasti, yang penampilannya semacam bayangan akan perawakan Purbasari–jika bocah berumur 4 tahun sekarang telah besar–nanti, adalah seorang perempuan anggun yang telah menjadi idolanya Purbamanik.Walau ibunya sebetulnya sangat membenci sang ratu sendiri karena posisinya yang memang patut untuk diirikan oleh seorang selir sepertinya, tetap saja Purbamanik masih mengaguminya sedari kecil sampai saat ini.“Aku berharap banyak padamu, Putri Manik.”Membuat Purbamanik–si putri yang tak selalu bisa jujur dalam mengekspresikan perasaannya–menjadi merona karena dielus pipinya dengan lembut juga ditatap dengan kasih sayang, … perlakuan dari sang ratu yang kini tengah memangku putri bungsunya, Purbasari, itu, … semakin disukai oleh para putri lain.Terutama, sudah tentu si Putri Purbamanik sendiri.Melirikkan mata kuning kejinggaannya ke arah Purbararang dengan senyuman yang sengaja diguratkan secara picik, Purbamanik berbicara mencebik.“Saya harap, semoga Saya bisa menjadi seorang Putri yang layak untuk disegani semua orang. Sama seperti Anda … Gusti Ratu.”Secara halus, putri sulung dari selir pertama raja itu menyindir Purbararang yang nilai dalam kelas pelajaran tata krama kebangsawanannya paling rendah dari putri yang lain.Dia bahkan kalah anggun dari Purbakancana yang melakukan sesuatu dengan langkah tergesa-gesa, karena kekakuannya dalam bersikap feminin.Tak menjawab sindiran itu meski telinganya terasa panas. Dengan santainya, Purbararang hanya mengulaskan senyuman tipis sambil melanjutkan aktivitasnya dalam meminum teh secara tenang.“My apologies, Gusti Ratu.”Pada saat itu, seorang Butler istana utama datang ke tengah-tengah acara perkumpulan latihan simulasi pesta minum teh, dan berakhir menarik perhatian dari semua.“Maksud dari kedatangan Saya ke sini di waktu yang tidak tepat ini ialah … untuk menjemput Nyai Putri Purbararang, atas perintah langsung dari Gusti Raja.”Purbararang yang di awalnya memang sudah mengulasi wajahnya dengan senyuman tipis, kini … semakin menarik sudut bibirnya secara lebar, mendelik Purbamanik yang sekarang memandanginya dengan tatapan horor, … dengan mata bermanik hitamnya yang menyipit membentuk bulan sabit.“Mulai hari ini, Nyai Putri Purbararang akan menerima pembelajaran khusus yang akan secara langsung digurui oleh Gusti Raja, setiap hari.”Nilai pelajarannya dalam pelajaran tata krama sangat rendah? … Tidak masalah!Toh, ujung-ujungnya, yang ditetapkan oleh raja untuk dijadikan penerusnya tanpa pandang-pandang pelajaran yang sudah dapat dikuasai itu saja sudah jelas, bukan?Jika anak tertua seorang pemimpin negara yang akan ditakdirkan untuk mengemban segalanya sedari awal?“Mohon maaf atas pengunduran diri Saya di acara ini, … Gusti Ratu."Meminta ampun dengan perilakunya yang juga tak kalah merendah dari Purbamanik tadi, Purbararang menundukkan kepalanya dan beranjak dari kursi dengan badan yang dimundurkan … mendekati sang Butler.“Sekali lagi, mohon maafkan Saya.”“Tidak, tidak. Kamu tidak perlu meminta maaf, Rarang. Untuk belajar menjadi lebih baik, kamu tidak usah meminta maaf.”Sang ratu menyanggah.Dia enggan menerima permintaan maaf dari putri kandungnya yang sulung, … yang memang akan senantiasa berbicara secara formal terhadapnya karena sudah diharuskan sedari kecil, … membuat Purbararang yang diam-diam menggulirkan netra kelamnya ke arah si putri pencengkeram rok gaun sendiri di balik tabir meja, … tersenyum puas.“Saya mengerti. Terima kasih atas perhatian Anda, ….”Tidak ada hal lain lagi yang dapat membuatnya senang dan merasa superior seperti ini, selain dari melihat raut muka terpukulnya sang saingan.Saingan alami Purbararang sedari bocah, yang tak lain dan tak bukan ialah, ….“… Gusti Ratu.”… Putri Purbamanik.~•••~“Jadi, bagaimana pelatihanmu bersama Gusti Raja, … Rarang?”Duduk bersama di kursi memanjang yang bertempat pada pinggiran lapangan pelatihan untuk para ksatria kerajaan di bawah bimbingan Sir Batara, … Purbararang yang saat ini tengah menemui tunangannya, Indra Jaya, yang juga termasuk ke dalam salah satu garis pelatihan di tempat sini, … menceritakan semua aktivitas yang telah dilaluinya hari ini, sama seperti biasa.Menangkup kedua sisi rahangnya dengan telapak tangan, Purbararang membalas pertanyaan. “Yah, itu … kebanyakan hanya aktivitas yang membuat mataku menjadi cepat lelah.”“Ehh~?”Dengan lemah lembut mengulurkan lengannya tuk mengusap kedua bawah pelupuk mata Purbararang menggunakan ibu jari, Indra Jaya menautkan alisnya khawatir … sekaligus juga merasa penasaran.“Apa yang sudah dilihatmu sampai-sampai membuat matamu menjadi lelah, huh? Semoga saja, itu bukan terjadi karena kamu terus-menerus melihatku.”“….”Awalnya menatap sang tunangan dengan mata yang sama sekali tak berkedip, pada akhirnya … Purbararang melepaskan tangan Indra Jaya dari wajahnya, diselingi dengan suara tawa yang menggelak.“Jangan konyol! Justru, obat penawar untuk menghilangkan segala rasa lelah yang terdapat pada mataku ini … hanya dengan melihatmu, Indra Jaya!”Walau dirinya sudah mendapatkan rona merah yang kuat di cuping telinganya selepas mendapatkan balasan berkalimat manis itu, tetap saja … Indra Jaya masih mencoba berusaha untuk memperkuat keyakinannya.“Ya … itu bisa saja terjadi, bukan?”Dia sangat takut, kalau apa yang sedang dirisaukannya saat ini … akan betul-betul berubah menjadi sebuah kenyataan.“Tentu saja tidak.”Seolah-olah paham akan hal mencemaskan yang masihlah diributkan Indra Jaya di dalam lubuk hatinya, Purbararang melirih lembut.Gadis muda itu pun segera menyandarkan kepala berambut hitam mengkilap miliknya yang terasa lebih berat dari biasanya, … ke pundak Indra Jaya.“Itu tidak akan pernah terjadi.”Manik mata yang di mana warna hitam kelamnya seindah batu obsidian paling mahal, telah jatuh menyeluruh, … memusatkan seluruh arah pandang tuk menatap punggung tangan sendiri, yang dilingkari oleh sebuah cincin pertunangan di jari manis lengan kiri.“Aku akan memastikannya. Ingatlah, aku tak akan pernah merasa bosan untuk terus melihatmu. Mau itu di masa lalu, masa kini, atau juga masa mendatang, … aku akan tetap memandangimu, … lagi dan lagi."Merasakan angin lalu yang berembus dengan lembut, membelai seluruh tubuhnya dengan hawanya yang dingin-dingin menyejukkan, … perlahan tapi pasti, kelopak mata si putri sulungnya kerajaan Pasir Batang ini, mulai memaksanya untuk segera terpejam.“Karena sebagian dari impian besarku di atas bentangan luasnya dunia yang tengah aku tuju, ….”Mungkin, karena merasa capek setelah seharian menjalani segala aktivitas yang lebih banyak hari ini, … kesadaran Purbararang di alam nyata, kian menipis.Mereka tengah bersikeras untuk menculiknya agar bisa segera pergi menuju ke buaian alam mimpi.“… Ada pada kamu.”Dan, pada akhirnya … ia pun benar-benar tertidur dengan cepat.Tertidur dengan nyenyak di pundak si putra Duke Jaya, Indra, yang dulunya semacam boneka polos tanpa ekspresi.Namun, kini … ia telah sukses untuk mengubah dirinya dalam menjelma menjadi patung kaku berwajah merah menyala.“Teteh Lalang! Teteh Lalang!”Anak bungsunya Raja Tapa Agung, Putri Purbasari. Sang balita yang sebentar lagi akan segera memasuki masa usia lima tahun, berlari dengan kaki-kaki kecilnya yang lucu tuk menghampiri sang kakak kandung, Purbararang, ….yang baru saja keluar dari ruang kelas berdansa.“Purbasari!”Membentangkan tangannya dengan lebar-lebar, refleks saja Purbararang langsung menangkap Purbasari yang melompat pada arah jangkauannya tuk masuk ke dalam dekapan. Mereka berdua berpelukan dengan tawa bahagia yang masing-masing keluar dari mulut secara sendiri.Seolah-olah, mereka berdua, … hanya dapat mengenal kata untuk tersenyum dan memancarkan keceriaan bersama-sama, di sepanjang hari.“Tceh.”Berdecih di balik rentangan kipas tangan yang menutupi setengah bagian muka, Purbamanik berujar tidak suka.“Dasar kekanak-kanakan,” ejeknya, yang sayangnya tak dipedulikan oleh para putri yang lain.“Ututu! Purbasari, pipimu ingin aku gigit!”“Kyaak, hentikan!”Mengelik merasa gemas ak
“Para Putri Purba … memasuki ruangan!”KRIETT!Gerbang aula utama kastel dibuka.Memaparkan sinar terang yang berasal dari banyaknya lampu gantung berhiaskan bingkai emas dan bohlam permata, … tuk menerapkan cahaya secara merata mengenai penampilan indah nan memesona dari ketujuh anak perempuan Raja Prabu Tapa Agung.Mereka semua masuk secara bersama-sama dengan Purbararang di barisan pertama.Secara serentak memberikan salam kehormatan kepada para putri yang datang terlebih dahulu dibandingkan raja, ratu, juga para selir ke pesta debutan tahunan ini, … semuanya, tidak ada yang tidak membungkukkan badan mereka secara rendah, atau juga mengangkat sedikit gaun atau menyilangkan satu tangan di depan dada.Menanti kedatangan sang pembuka dan penyelenggara sekaligus tuan rumah dari acara ini, yakni sang raja beserta orang-orang yang menjadi pendampingnya itu hadir, … ketujuh putri dengan alaminya langsung menyebarkan posisi ke tempat-tempat yang ditempati oleh kumpulan bangsawan tuk bersos
Ah.Padahal, dahulu sekali, … yang sering kali membuat pasangannya menjadi salah tingkah hanya karena saling berkontak fisik ringan itu adalah Purbararang. Tetapi, lihatlah saat ini.Waktu telah cepat sekali berlalu, … untuk memaksa tugas membuat tersipu salah satu orang dari sepasang tunangan tersebut, beralih menjadi kepada Indra Jaya.Seakan-akan terbuai oleh efek rindu yang mendalam, … kedua sejoli muda-mudi ini menari di bawah lampu gantung yang dapat menyinari sorot yang berarti dari mata mereka, dengan masing-masing maniknya menampakkan pandangan yang penuh akan rasa nostalgia.Seolah-olah peri cinta datang dan memberkati mereka berdua dengan melontarkan masing-masing satu anak panah untuk menembus hati mereka, keduanya … tak bisa untuk tidak berhenti menyimpulkan sebuah senyuman yang malu-malu, … walau otot-otot di pipi saja sudah menjadi pegal sekali pun.“Apakah aku dapat mempercayai apa yang dilihat oleh mataku ini?”Melihat tarian yang ditarikan pasangan tunangan muda itu
“Namanya adalah Tumang.”Semenjak Purbararang menceritakan pengalamannya bahwa ia telah kedapatan ditodong pisau oleh seorang pelayan kepada Indra Jaya, hari ini, demi mengawasi keamanan untuk tunangannya yang tersayang, … si putra Duke itu memilihkan ksatria muda yang sangat ia percaya talentanya, … karena dia adalah pengawalnya sendiri yang kerap kali menjadi lawan pelatihan semua aktivitas seni bela diri.Menenteng pedang dan menempatkannya untuk menjadi tongkat tumpuan tumpukkan tangan, Indra Jaya yang dengan setianya memerhatikan hal detail kecil terkait gerak-gerik Purbararang dalam mengabaikan ksatria bersangkutan yang menekuk satu lutut bersama wajah menunduk di samping meja tempat minum teh, … tersenyum dengan lepas.“Mulai hari ini, … dia akan menjadi pengawalmu, Rarang.”Lama mendiamkan seorang laki-laki muda yang kelihatannya memiliki usia yang hampir sebaya dengan tunangannya, pada akhirnya … Purbararang tetap menggulirkan netranya ke orang yang memiliki nama “Tumang”.Ma
“Hei, apa kau mendengarnya?”“Mendengar apa?”“Pelayan baru yang baru bekerja di sini selama satu minggu! Dia sudah keluar dan berhenti bekerja setelah mendapatkan hukuman dari Nyai Putri Purbararang!”“Ohh, be-benarkah? Memangnya apa kesalahannya?”“Aku dengar langsung darinya, dia tak melakukan kesalahan apa pun tapi tetap dihukum dengan tidak adil begitu saja!”“Sungguh?! Jika betul begitu, itu keterlaluan sekali!”“Ehhh?! Benarkah? Itu sulit dipercaya!”“Gasp!”Sekitar tiga pelayan yang baru saja asyik menggunjing, mendadak langsung tersentak begitu tahu-tahu sudah menyadari ada salah satu putri yang mereka layani, Purbasari, … tengah berdiri dengan raut muka yang syok, setelah memikirkan lamat-lamat terkait informasi apa yang tak sengaja ia dengar barusan.“Teteh Rarang-ku tidak mungkin seperti itu!”Ciut dan langsung bertekuk lutut di hadapan putri muda berusia 11 tahunan itu, ketiga pelayan yang takut akan memiliki nasib yang serupa dengan apa yang telah mereka omongkan, … leka
STRAKK!Anak panah menancap.Melesak dari busur milik Putri Purbararang, dan meluncur secara cepat dalam mengenai papan target panahan dengan tepat.“Luar biasa.”Seseorang memuji.Tak berapa lama, ia pun menggerakkan jari jemari yang bertaut dengan busur panahan pula, untuk ikut menyusul pencapaian serupa dalam mengenai target secara tepat jua, … seolah-olah tak ingin kalah dari menyaingi Purbararang.Dia adalah si putri tertua kedua Kerajaan Pasir Batang, Purbamanik.“Untuk seorang putri yang sudah terkenal ke mana-mana akan citranya yang bikin geleng-geleng kepala.”STRAKK!Sekali lagi, papan target panahan ditembak.Memberikan hasil dari lontaran anak panah milik Purbamanik yang mengenai titik tengah target, menancap selepas membelah anak panah milik Purbararang terlebih dahulu.“Apa kau tidak pernah bosan?”Membalikkan ucapan bernada sinis itu dengan pertanyaan, Purbararang yang juga sama keras kepalanya tidak ingin mengalah atau bahkan dikalahkan oleh saudara tirinya ini, … kemb
Merebut dan menjadikan mahkota kandidat ratu apanya?Melihat saingannya, Purbararang, yang dengan anggunnya menundukkan kepala di hadapan Paduka Raja juga Paduka Ratu untuk menerima pemberkatan, dan dimahkotai di hadapan seluruh tamu-tamu kalangan bangsawan kehormatan, … Purbamanik menggemeretukkan giginya dengan kesal dari balik rentangan kipas.Mata bermanik kuning kejinggaan itu tampak serius dalam mengilatkan pancaran kemarahan.Terutama, setelah ia kedapatan berkontak mata dengan bongkahan manik berwarna serupa milik ibunya sendiri, … Purbamanik semakin merutuk di dalam hati.“Diberkatilah, Putri Mahkota, Nyai Putri Purbararang.”Begitu sang raja mengucapkan kata-kata harapan itu, secara refleks, orang-orang banyak yang menjadi saksi atas pengangkatan Purbararang menjadi Putri Mahkota tepat di hari ulang tahunnya yang ke-18 ini, … ikut mengucapkan kata-kata yang serupa pula.Apalagi untuk si putra Duke Jaya, Indra, … yang mengujarkan ucapan doa sekaligus harapan itu dengan sangat
BLARRR!Petir menyambar, dan hujan bercucuran dengan deras di hari yang mendung. Seolah-olah, mereka semua … ikut merasakan kesedihan yang begitu mendalam, terkait melepas kepergiannya sang rembulan kerajaan dari dunia kehidupan, … ke alam kematian.“Te— … heuk, Teteh.”Tak bisa menampung rasa sedihnya lebih lama lagi begitu melihat sang ibunda yang baru saja meninggal tepat di hadapan mata kepalanya sendiri, … Purbasari menghambur Purbararang, dan menangis di dalam pelukan.Ingin hati dirinya juga ikut mengekspresikan kesedihan dengan cara menangis, sama seperti Purbasari. Bersamaan dengan seperti pria yang berstatus sebagai ayah kerajaan, sekaligus ayah kandungnya, sang Paduka Raja, … Purbararang malah tetap berusaha untuk menjaga air mukanya supaya tenang.Dia yang melihat ayahnya tengah duduk di samping ranjang dengan tubuh yang menangis dalam diam, sampai-sampai membuatnya terlihat gemetaran dikala menggenggam tangan yang sudah kehilangan tenaga sekaligus nyawanya, … Purbararan