Home / Fantasi / Pure Blood (DARAH MURNI) / BAB 1 - Raizel Harrison de Haltz (Bagian 1)

Share

BAB 1 - Raizel Harrison de Haltz (Bagian 1)

last update Last Updated: 2021-12-06 15:37:20

Suara derap langkah kaki terdengar menggema memenuhi lorong panjang yang didominasi warna hitam. Perlahan... suara ini kian meredup dan berganti menjadi suara embusan angin.

Bayangan hitam bergerak dengan cepat membelah lorong menuju ke suatu tempat. Terus melaju hingga mencapai suatu ruangan yang terdapat sebuah singgasana didominasi oleh bahan beludru berwarna merah gelap dengan beberapa bagiannya terlapisi oleh emas dan hiasan beberapa batu-batu berlian yang berkilauan. Semua sangat kontras dengan ruangan yang didominasi oleh warna hitam ini.

Perlahan, sosok wujud manusia terbentuk dari bayangan yang sekarang menduduki singgasana. Bayangan ini semakin mempertegas wujudnya menjadi seorang pria yang berpenampilan “layaknya” manusia. Ya, layaknya.

Wujudnya memang tidak jauh berbeda dengan manusia, hanya saja kulitnya sedikit lebih pucat, sorot mata yang lebih tajam, dan juga dua buah taring yang menghiasi deretan gigi atasnya.

Sosok ini, pria yang memiliki penampilan “layaknya” manusia, dia... adalah vampir.

Beberapa deret sosok yang mirip dengannya berada di hadapan singgasana. Menempelkan sebelah lutut ke lantai dan meletakkan tangan kanan ke dada. "Selamat datang, Yang Mulia Harrison!" seru mereka yang merupakan para pelayan dan pengawal.

Mereka pun memberikan hormat yang mendalam pada tuannya ini yaitu Raizel Harrison de Haltz, seorang vampir berdarah murni yang merupakan pemimpin dari klan vampir bernama Haltz.

Rai tidak membalas. Ekspresi wajahnya terlihat marah, iris mata yang berwarna hitam pekat berubah menjadi merah darah. Aura membunuh sangat terasa mengelilingi tubuhnya. Saat ini ia lebih tertarik pada sosok vampir yang berada tidak jauh dari hadapannya.

"Maaf atas keterlambatan saya, Rai," kata pria yang sejak tadi terus dipandangi secara tajam olehnya.

"Mana makananku, Albert?" tanyanya dengan suara tegas.

"Seperti biasa, berada di dalam kamar tersebut," balas Al—sapaan akrabnya seraya membungkukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan.

***

Malam ini angin berembus cukup kencang. Menyebarkan hawa dingin ke seluruh penjuru mata angin. Cukup membuat siapa pun enggan untuk beranjak keluar dari rumahnya karena dingin yang terlalu menusuk ke tulang-tulang.

Sementara itu, di Kastel Haltz, cahaya bulan purnama dengan lembut memasuki kamar yang disebutkan oleh Al melalui celah-celah kaca jendela, menjadi penerangan satu-satunya yang menerangi kamar tersebut.

Kamar ini merupakan salah satu dari puluhan kamar yang ada di Kastel Haltz, yaitu kastel tempat tinggal bagi anggota keluarga utama Klan Haltz, yang saat ini di dalamnya sudah ada seorang wanita yang sedang gemetar ketakutan.

 Wanita ini memandangi seluruh penjuru kamar untuk mencari jalan keluar. Sialnya, sebelum dia dapat menemukannya, dia lebih dulu dikejutkan oleh kedatangan Rai yang sudah memasuki kamar tanpa disadari.

"S-siapa kau!?" tanyanya terbata-bata, tidak lupa dengan deru napas yang sudah tidak beraturan dan pupil mata yang membesar.

Rai hanya menyeringai, memperlihatkan taringnya yang sudah keluar, siap digunakan untuk menembus kulit leher wanita ini. Namun, wanita ini tidak dapat melihatnya karena ia berdiri di tempat yang tidak ada banyak cukup cahaya.

"SIAPA KAU!? DI MANA AKU?!?" jerit wanita ini ketakutan.

"Aku Raizel Harrison de Haltz, pemimpin dari Klan Haltz. Sekarang kau ada di kastelku yang terletak di pedalaman Hutan Silver. Jauh dari kehidupan manusia," jelasnya dan perlahan mulai mendekat.

"Hu-hutan Silver!?"

"Ya, Hutan Silver. Legenda mengatakan di hutan ini terdapat makhluk yang menghisap darah manusia hingga mereka mati. Mereka disebut vampir. Kau tahu legenda yang sedang aku bicarakan bukan?"

Wanita ini menelan ludahnya, dia tahu benar tentang legenda tersebut. Tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa legenda ini nyata. Wanita ini mengira legenda ini hanya tipikal legenda-legenda yang selalu diceritakan secara turun-menurun. Sebuah cerita untuk anak-anak agar tidak bermain terlalu jauh dari rumahnya.

"Melihat kau diam, pasti kau mengetahui legenda ini. Lalu kenapa kau malah berani datang ke sini?" tanya Rai seraya membelai pelan pipi wanita ini.

Takut dan terkejut, wanita ini langsung menepisnya dengan kasar, "Jangan sentuh aku!" pekiknya.

"Baiklah," balas Rai sedikit memundurkan tubuhnya, "Waktu bermain sudah habis. Sekarang aku lapar,” dan wanita ini memandang Rai dengan ketakutan yang semakin mendalam.

"Ohh... apa kau sudah berhasil kembali ke alam sadarmu?" Ia menyadari pupil mata wanita ini semakin membesar dengan alis yang semakin ditekan mendalam.

"Kau ada di Hutan Silver dengan legenda vampirnya, dan kau berada di sebuah kastel bukan sebuah rumah kecil manusiamu itu dan satu lagi, sepertinya aku kurang lengkap saat mengatakannya. Aku adalah pemimpin dari klan vampir bernama Haltz," jelasnya dengan seringai yang sekarang bisa terlihat jelas.

"A-a-apa? Vampir! APA MAKSUDMU!?" seru wanita ini dengan tubuh yang semakin gemetar.

"Ssttt... diamlah,” Rai meletakkan telunjuknya di bibir wanita ini, “Aku lapar dan kau merusak selera makanku."

Merasakan bahaya yang kian mendekat, wanita ini refleks mundur ketakutan hingga tubuhnya menabrak dinding. Dia memandang Rai dengan sorot mata yang penuh rasa takut.

"Kau tidak bisa lari ke mana pun. Bukan hanya aku vampir di sini, di luar kamar ini masih banyak ratusan vampir lainnya. Olehku atau vampir lainnya, kau akan tetap mati," ujarnya dingin.

Rai kemudian memajukan wajahnya, hingga bibirnya tepat berada di telinga wanita ini. "Apa kata-kata terakhirmu? Hmm...?" bisiknya.

Namun, Rai sama sekali tidak menunggu jawabannya. Ia langsung saja menancapkan taringnya di leher wanita ini. Dalam sekejap, wanita ini memberontak kemudian berteriak kencang ketika Rai menancapkan taringnya semakin dalam dan secara kasar ke lehernya.

"LEPASKAN AKU!! LEPASKAN!!! KAU... ARRGGGHHHH!!!!"

Rai benar-benar menghisap darah wanita ini dengan cepat, seakan-akan ada orang yang akan merebut makanannya. Ia tidak membiarkan setetes darah pun terbuang sia-sia.

"Sakit! Lepaskan... aku... mohon...," pinta wanita ini dengan lirih. Perlahan, penglihatannya menjadi gelap kemudian terjatuh lemas ke pelukan Rai.

Rai menyeringai lebar dan mengelap mulutnya yang terdapat sisa-sisa darah. Bagaikan kapas, dia lalu mengangkat tubuh wanita ini dan menghempaskannya ke atas tempat tidur dengan kasar.

#bersambung ke BAB 1 - Raizel Harrison de Haltz (Bagian 2)

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
barbar banget sih Rai
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   Salam Perpisahan

    Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   Epilog 3

    Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   Epilog 2

    Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   Epilog 1 (Bagian 2)

    Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   Epilog 1 (Bagian 1)

    Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   [ T A M A T ] | BAB 62 - Aku Mencintaimu

    Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   BAB 61 - Tidak Ada Kehidupan

    Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   BAB 60 - Kematian (Bagian 4)

    Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann

  • Pure Blood (DARAH MURNI)   BAB 60 - Kematian (Bagian 3)

    Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status