Malam semakin larut, namun rembulan masih setia memberikan sinarnya. Udara yang berembus pun kian dingin, membuat hangatnya perapian yang ada di rumah-rumah dunia manusia menjadi tidak terasa.
Namun, berbeda dengan Kastel Haltz yaitu dunia vampir. Tidak ada satu pun perapian yang dinyalakan di sini. Bagi mereka—vampir, hal ini sangat tidak berguna karena dengan ada atau tidak adanya api, mereka tetap tidak akan merasakan dingin karena tubuh mereka adalah dingin itu sendiri.
"Jadi dia berbicara dengan si kembar?” tanya Rai.
"Aku juga cukup terkejut. Tapi dia benar-benar berbicara,” balas Al.
Saat ini Rai dan Al hanya sedang berdua di ruang singgasana, tanpa adanya pelayan ataupun prajurit yang berjaga. Mereka berbicara empat mata. Dalam keadaan seperti ini, Al akan melepaskan segala panggilan hormatnya untuk Rai. Ia akan berbicara seleluasa mungkin dan Rai tidak ada masalah untuk itu. Ia bahkan merasa ini menarik, karena ada vampir yan
Al terus menelusuri gelapnya Hutan Silver dengan kecepatan vampirnya. Ia bergerak seperti bayangan. Al bahkan tidak menoleh sedikit pun atau berhenti, matanya hanya menatap lurus ke depan. Setelah sampai di perbatasan antara Hutan Silver dengan dunia manusia, Al berhenti sejenak untuk menghela napas dan mengamati keadaan. Ia melihat intens ke sungai yang berada di hadapannya yang juga merupakan batas alami pemisah kedua wilayah tersebut. "Sudah lama aku tidak kembali ke sana," ucapnya. Al lalu melanjutkan kembali perjalanannya hingga akhirnya tiba di sebuah bar yang terletak cukup jauh dari perbatasan ini. Bar yang cukup klasik yang berada di wilayah utara dunia manusia. *** Kring. Lonceng pintu terdengar ketika Al mendorong pintu bar. Seorang wanita tua yang sedang melayani para tamu langsung melihat ke arahnya. Dengan santai, Al berjalan masuk dan duduk di kursi kosong, tepat di
Fajar sudah menyingsing, dan satu per satu manusia mulai keluar dari rumahnya untuk beraktivitas. Ada yang bersiap untuk bekerja, ada yang ingin ke pasar dengan keranjang di tangannya, ada pula yang sedang membangunkan anaknya untuk segera bangun, dan hal-hal lainnya yang biasa dilakukan para manusia di pagi hari. Sedangkan Al duduk di tepi kolam air pancur berbentuk lingkaran yang terletak di tengah kota. Dengan pakaian berwarna hitam yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, Al hanya diam memperhatikan, mendengar dan membaui sekitarnya. Beberapa manusia yang lewat memperhatikannya, ini karena Al yang terlihat mencurigakan. Namun, mungkin juga karena ketampanannya yang seperti pria-pria bangsawan pada masa lampau, meski ia lebih sering menunduk. "Sepertinya mereka sudah selesai memanggangnya," ujar Al beranjak menuju ke toko roti. Tidak lama, dengan sekantong kertas cokelat berisikan beberapa potong roti yang baru matang, Al keluar dari
Diana terbangun di kamarnya dalam keadaan kedinginan dan kelaparan. Ini dunia vampir, tentu saja dia tidak akan bisa menemukan makanan manusia di sini, kemarin saja yang dia makan hanya sebuah apel.Tentu saja sebutir apel tidak akan cukup untuk memenuhi rasa laparnya, dan kastel yang terletak di dalam Hutan Silver dengan rimbunnya pepohonan ini membuat udara menjadi semakin dingin, membuat rasa laparnya semakin menjadi-jadi."Apa aku juga harus meminum darah manusia sekarang? Ini tandanya aku berubah jadi vampir bukan?" batin Diana, namun dengan cepat dia mengenyahkan pikirannya."Baiklah, aku akan berkeliling. Lagi pula... apa ini?" gumam Diana merasakan sentuhan kain bertekstur di kakinya. Ia mengambil kain-kain tersebut dan memperhatikannya dengan saksama. "Pakaian...?""Ini terlihat indah dan glamor. Apa vampir selalu mengenakan pakaian seperti ini?" tanyanya mengingat Rai juga mengenakan pakaian yang terlihat mewah dan glam
Gail lalu memperhatikan lembaran foto-foto yang ada di tangannya. Seorang wanita yang cukup berumur, seorang wanita dan laki-laki, rumah yang cukup besar, dan rumah lain yang dipenuhi oleh para wanita. Gail lalu mulai menjelaskan foto-foto tersebut, satu demi satu. "Wanita ini adalah Lisa Periska, ibu dari Diana," ucap Gail menjelaskan foto pertama. "Suaminya sudah lama meninggal. Dia mempunyai dua anak lain, Vina adalah anak pertama dan Edison adalah anak kedua," lanjutnya menjelaskan foto yang kedua. "Mereka tinggal di sebelah utara kota, dan inilah rumah mereka, cukup besar untuk keluarga dengan peringkat ke enam," jelasnya untuk foto yang ketiga. "Peringkat...?" tanya Al. "Kau mungkin sudah lupa, jadi akan aku ingatkan kembali. Peringkat yang aku maksud adalah sebuah peringkat berdasarkan kekayaan dan juga kekuasaan. Dengan kata lain, keluarga Diana merupakan keluarga yang cukup terhormat di kota ini. Dia dan keluarganya b
Gail menganalisis perkataan Al, "Wanita ini menjadi makanan kalian. Seharusnya dia mati setelah kalian menghisap darahnya. Tapi sebaliknya, dia tetap hidup? Begitu maksudmu?" ujarnya memperjelas keadaan. Josh, “Sepertinya memang benar.” Annie, “Jadi kalian melanggar aturan?” Al diam tidak merespons. Penjelasan Gail adalah benar adanya, namun ia memilih untuk tidak mengungkapkan faktanya. Tanpa sepatah kata pun, Al langsung beranjak dari kursinya dan mengambil barang-barangnya, berniat untuk pergi. Gail melemparkan sesuatu padanya, "Kau memakannya juga?" tanyanya. Josh, “Tentu saja tida, dia hanya pemburu yang memberikan buruannya pada Tuannya. Dia tidak akan memakan apapun karena Tuannya menghabiskan segalanya.” Al pun menunduk, mengambil selembar foto yang jatuh tepat di hadapan kedua kakinya, "Tidak,” jawabnya singkat. "Selain Diana, wanita itu juga menghilang," ucapnya menjelaskan foto kelima yang dia lempar
"Bu, apa ini?" Gail memperhatikan satu botol kecil berwarna merah di tangannya. "Di mana kau menemukannya?" "Di sini," jawabnya menunjuk meja yang tadi digunakan Al untuk menaruh barang-barangnya. Ann berdecak, “Vampir itu, dia seakan tidak sudi menambah satu beban lagi, tapi dia tetap saja memberikannya," lalu Josh merebut botol. "Apa isi botol itu?" tanya Gail kembali. "Racun," balas Ann. "Kembali bekerja, biar Ayah yang simpan," Josh pun pergi ke lantai dua. Gail menunjukkan mimik wajah curiga, dia tidak percaya apa yang dikatakan ibunya. Dengan wajah yang serius dia bertanya, "Apa aku harus mencari tahu sendiri?" Ann terkekeh geli, "Gail... aku yakin kau tidak akan menemukan jawaban apapun, kecuali kau mencarinya di Kastel Haltz di pedalaman Hutan Silver sana. Lagi pula Ibu tidak berbohong.” *** Waktu baru menunjukkan pukul sembilan pagi, tapi Kastel Hal
Sudah hampir sejam Rai mencari keberadaan wanita itu. Dia dengan jelas bisa mencium baunya, tapi Rai sama sekali tidak menemukannya. Ini seperti baunya hanya melayang di udara tanpa ada pemiliknya. "Kenapa juga aku harus mencarinya!!?” Sementara Ika dan Iki kembali mencari di taman belakang. Ketika mendengar suara sesuatu yang jatuh mereka kompak menoleh dan mendapati Diana sedang membersihkan bajunya. "Kak Diana!!!" pekik mereka berlari menghambur ke Diana, dan wanita ini memeluk mereka dengan wajah bingung. "Kami mencari kakak dari tadi, kami kira kakak dibunuh oleh Kak Rai," jawab Ika terlalu jujur. "Kakak baik-baik saja? Kenapa pergi dengan kaki terluka seperti ini?" timpal Iki. Diana
"Yang Mulia Robert! Anda mau pergi ke mana?" Yang dipanggil terus saja melangkahkan kakinya tanpa berniat berhenti. "Kau saja yang jadi Yang Mulia! Aku tidak mau!" sahutnya. "T-tidak bisa! Anda tidak boleh mengatakan sesuatu seperti itu!" "Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Jadi apa yang diperbolehkan!?" emosinya. "Apapun. Selama tidak melanggar peraturan." "Persetan dengan peraturan! Akan aku langgar peraturan yang ada!" ikrarnya dan melangkah jauh lebih cepat. "Yang Mulia! Yang Mulia Robert! Tunggu! Bagaimana dengan acara perjodohannya?" "Kau saja yang menikah dengannya!" jawabnya dan menghilang bagai ditelan bumi. *** Pria ini terus saja berlari dengan kecepatan penuh. Dengan lihai, ia melewati semua rintangan yang ada tanpa kendala. Melihat dari cepatnya ia berlari, sudah pasti dirinya bukanlah seorang manusia. Jika mendengar dari seseorang yang