Share

Bab 1.3 | Ziarah

Anda istimewa pangeran, berbeda seperti kami yang memiliki tubuh avatar. Semenjak Kebijaksanaan Tertinggi menolong kita untuk bersembunyi dari manusia dengan tubuh ini, kita bisa berbaur dengan manusia, tetapi kau berbeda. Kau lahir dari rahim seorang manusia. Makanya itu tubuhmu sekarang sedang berada di antara dua sisi. Kau memilih jalan naga atau jalan manusia,” ujar Bandi menjelaskan tentang apa sejatinya diri mereka.

Ya, ya, ya. Kau sudah menjelaskannya berkali-kali. Aku campuran manusia dan naga,” ucap Aryanaga yang sudah bosan dinasihati berkali-kali oleh Bandi.

Bandi memang bukan saja sebagai gurunya, tetapi juga sebagai walinya. Dia sangat menghormati orang itu tentunya setelah ayahnya. Meskipun hanya beberapa kali bertemu dengan sang ayah, tetapi Aryanaga tak pernah lupa dengan Primadigda.

Mereka kemudian berjalan membelah hutan, melewati rumput-rumput liar serta tanaman-tanaman tinggi. Beberapa penghuni hutan seperti roh-roh, makhluk-makhluk astral tak kasat mata, serta hewan-hewan yang mendiami kegelapan menyambut mereka. Naga memang makhluk yang paling dihormati di hutan ini. Mereka menjadi penghubung antara Dunia Atas dan Dunia Bawah. Keduanya berhenti saat mendapati dua makhluk dengan tubuhnya yang menyala seperti api.

Kedua makhluk ini berwajah cukup menyeramkan. Kedua matanya menyala, tubuhnya terbakar api, hanya saja api tersebut tidak membakar apapun yang ada di sekitarnya. Tubuhnya tidak begitu jelas, apakah mereka laki-laki atau perempuan karena api menutupinya. Cahaya api itu cukup terang untuk menerangi kegelapan di hutan itu.

Salam kepada Pangeran,” ucap kedua makhluk tersebut. Mereka adalah dua Banaspati yang menjaga tempat itu. Di belakang Banaspati itu ada sebuah lorong gelap dengan dinding terbuat dari akar-akar pohon raksasa. Jauh di kegelapan sana ada sesuatu yang sangat dilindungi oleh keduanya.

Aryanaga dan Bandi membalas salam mereka dengan menyatukan telapak tangan. Bandi merogoh sakunya, kemudian memberikan dua keping emas kepada keduanya. Setelah menerima dua keping emas tersebut, kedua Banaspati menyingkir. Mereka mempersilakan kedua naga ini masuk ke dalam lorong hutan.

Aku heran, kenapa ayah tidak mencairkan saja balok es itu?” tanya Aryanaga.

Bandi tidak menjawab. Dia tetap terus berjalan hingga suasana mulai berubah. Hutan menjadi lebih dingin daripada biasanya. Kaki mereka mulai merasakan sesuatu yang lembut seperti kasur busa, kaki mereka juga merasakan dingin yang tidak biasa. Suhu menjadi turun dengan sangat drastis. Aryanaga mendengkus, membuat hidung dan mulutnya mengeluarkan uap air tebal. Keduanya berhenti di depan mulut gua setelah berjalan beberapa puluh meter ke dalam kegelapan.

Aryanaga menoleh ke arah Bandi. Orang tua ini masih terdiam tanpa bicara. Namun, seperti biasa ia akan tetap berada di tempat ia berdiri sementara Aryanaga akan masuk ke dalam mulut gua.

Aku heran, kenapa kau tak ikut saja masuk ke dalam?” tanya Aryanaga lagi.

Aku tidak pernah diizinkan oleh ratu untuk masuk ke dalam. Perintah itu masih tetap aku patuhi sampai sekarang,” jawab Bandi.

Meskipun aku yang memintanya?”

Bandi mengendik. Dia menatap Aryanaga seolah berkata “kau terlalu banyak bicara”. Aryanaga mengangkat bahunya. Setelah itu ia masuk ke dalam mulut gua.

Gua tersebut merupakan hasil bentukan alam secara natural dari lahar Gunung Semeru. Letaknya sangat tersembunyi karena dijaga oleh makhluk-makhluk gaib. Stalagmit dan stalagtit menjadikan gua ini sangat indah, ditambah lagi bebatuan unik warna-warni yang menempel di dinding-dindingnya. Di dalam gua ini hawa dinginnya lebih menusuk daripada di luar, sama sekali bukan tempat untuk menghangatkan diri.

Aryanaga sampai juga di tengah gua. Dia tepat berdiri di depan balok es raksasa. Bukan balok es biasa, karena di dalamnya ada wanita dengan gaun berwarna putih serta mahkota di kepalanya membeku. Matanya terpejam, rambutnya panjang selutut, di kedua lengannya ada gelang emas serta kalung di lehernya. Wajahnya yang cantik tak akan ada satupun wanita di dunia ini yang bisa mengalahkan kencantikannya. Saat menatap balok es tersebut ada perasaan bahagia pada diri pemuda naga ini.

Ibu, anakmu datang,” ucap Aryanaga.

Dia lalu menyentuhkan telapak tangannya ke balok es tersebut. Dari sana ia bisa merasakan hawa dingin yang kemudian merambat ke telapak tangan, lalu lengannya hingga seluruh tubuhnya. Namun, Aryanaga dengan mudah bisa menyingkirkan hawa dingin tersebut dengan panas yang ada di tubuhnya. Panas itu menjadikan hawa dingin tersebut menjadi netral.

Aryanaga menghela napas. Dia kemudian duduk bersandar di balok es tersebut. Kepalanya disandarkan ke benda dingin itu. Sudah belasan tahun ibunya terkurung di dalam balok es ini atas kehendaknya sendiri. Aryanaga tak mengerti kenapa dan bagaimana semuanya bisa terjadi. Sang putra naga hanya bisa berharap suatu saat ia yang akan mencairkan balok es abadi ini. Ia tak bisa mengharapkan ayahnya lagi, maka dari itulah ia terus berlatih untuk menjadi kuat setiap hari, setiap saat. Agar Dewi Es—sang ibundanya bisa terbebas dari kurungan ini.

Aku pasti akan membebaskanmu, ibu. Aku berjanji. Napasku api, jiwaku api. Dengan api ini pula siatu saat nanti aku akan mencairkan es abadimu.”

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status