Ternyata serangan tersebut tidak hanya dari satu sisi bumi saja. Daratan lain pun sudah mulai diserang. Para naga tersebut mulai memasuki pantai dari daratan yang lain, hingga setiap manusia yang mereka temui pun dimangsa. Mereka tidak melihat apakah itu orang dewasa atau anak-anak. Lelouch dan pasukan naganya tak mampu berbuat apa-apa selain menghalau apa yang mereka bisa. Hari itu mereka kalah, meskipun memenangkan pertempuran.
Lelouch bertengger di atas bukit. Dari kejauhan dia melihat bangkai-bangkai naga bergelimpangan di tepi pantai. Sesaat dia mendongak ke atas, seolah-olah meminta bantuan kepada Sang Pencipta. Setelah itu dia menunduk, menutup sayapnya, berada dalam kebimbangan.
“Yang Mulia,” panggil salah satu naga yang mengampirinya.
“Aku sedang ingin sendiri,” ucap Lelouch.
“Tidak, bukan begitu Yang Mulia. Lihat ke atas!” ucap naga tersebut.
Lelouch mendongak. Tidak pernah disangka sebelumnya oleh Lelo
Burung-burung mulai kembali ke sarangnya. Suara-suara binatang malam mulai bersahutan menyambut kedatangan senja. Hal yang berbeda pada senja itu adalah ada seseorang sedang bersembunyi di antara semak belukar. Di kepalanya ada sepasang tanduk kecil, kulit tangannya bersisik, seluruh jemarinya memiliki cakar-cakar tajam, bonus di punggungnya sepasang sayap kecil seperti sayap kelelawar bergerak-gerak mengikuti pergerakan tubuhnya. Tubuhnya memang aneh, manusia tetapi nyaris semua badannya seperti binatang. Lelaki ini bernama Aryanaga. Untuk kesekian kalinya dia mengendus. Dia bukan mencari makanan, melainkan mencium bahaya. Dia punya insting dan panca indera yang lebih tajam dari pada manusia pada umumnya. Panca indera
Makhluk-makhluk halus pun mulai bermunculan. Energi di tempat itu memang cukup besar untuk mereka gunakan. Akibatnya beberapa makhluk yang ada di atas pohon atau mereka yang berada di balik pepohonan, mengintip Aryanaga yang sedang berjalan dengan santai di kawasan mereka. Aryanaga adalah keturunan makhluk mistis, tentu saja ia bisa melihat makhluk-makhluk astral tersebut, bahkan sering kali sebagian di antara mereka menyukainya. Namun, ia lebih menyukai kesendirian dan menjauhi mereka. Dirinya lebih suka bergaul dengan manusia, tak aneh karena di dalam tubuhnya mengalir darah manusia yang berasal dari sang ibu.Tubuh Aryanaga merendah saat ia kembali mendengar sesuatu yang tak asing. Dia tahu pasti akan terjadi seperti ini, kembali terlacak meskipun ia sudah bertindak le
“Anda istimewa pangeran, berbeda seperti kami yang memiliki tubuh avatar. Semenjak Kebijaksanaan Tertinggi menolong kita untuk bersembunyi dari manusia dengan tubuh ini, kita bisa berbaur dengan manusia, tetapi kau berbeda. Kau lahir dari rahim seorang manusia. Makanya itu tubuhmu sekarang sedang berada di antara dua sisi. Kau memilih jalan naga atau jalan manusia,” ujar Bandi menjelaskan tentang apa sejatinya diri mereka. “Ya, ya, ya. Kau sudah menjelaskannya berkali-kali. Aku campuran manusia dan naga,” ucap Aryanaga yang sudah bosan dinasihati berkali-kali oleh Bandi.
Malang kota yang sibuk. Sibuk bagi pekerja kantoran, penjual sayur, kuli proyek, dan juga tak kalah sibuknya adalah mahasiswa. Kota yang dijuluki sebagai kota pelajar ini makin banyak dikunjungi para pendatang dari manapun. Dari luar kota, luar propinsi hingga manca negara. Perkuliahan adalah salah satu cara berbaurnya berbagai komunitas, mulai dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Salah satu orang yang berada di antara kesibukan itu adalah Raden Ayu Asri Kusuma Wardhani. Tentu saja nama Raden Ayu di depannya ini bukanlah tanpa sebab, dia memang putra bangsawan. Setidaknya masih ada hubungan dengan orang-orang keraton. Asri berparas cantik, berkulit kuning langsat, rambutnya sebahu, memakai kacamata minus. Dia sangat rajin untuk ukuran mahasiswi seperti dia. Targetny
Sore hari Asri pulang ke kos. Nyaris jantungnya copot saat ada amplop ditempel dengan menggunakan selotip di pintu kamarnya. Asri menoleh kiri kanan, perasaannya tak enak. Dia langsung saja mengambil amplop tersebut lalu masuk ke dalam kamar kosnya. Kamar kosnya berada di lantai dua dengan tangga yang langsung menuju akses ke parkiran. Maka dari itu siapa saja bisa masuk dan langsung mengetuk pintu kamarnya. Apalagi terkadang pagar kos dibuka kalau siang hari. Setelah memastikan pintu dikunci, Asri lalu membuka amplop tersebut. Ada secarik surat di dalamnya dengan tulisan latin yang sangat indah. Langsung saja Asri tahu tulisan siapa itu. Asri membaca cepat, setelah itu ia mendengus kesal. Dia mengambil ponsel yang ada di saku celananya untuk menghubungi seseorang.
“Rumahnya besar. Kira-kira penghuni kosnya banyak nggak?” gumam Asri. “Kayaknya sih enggak. Buktinya sudah dipencet bel nggak ada yang keluar,” jawab Tyas. “Lagian orang bego mana yang buka tempat kos di daerah terpencil seperti ini? Jauh pula dari kampus. Tapi apa boleh buat, aku memang ingin nggak bisa dilacak oleh keluargaku,” ujar Asri. “Iya, tempat ini cocok untuk persembunyian,” kata Tyas setuju dengan pendapat Asri.“
Asri terbangun. Hawa dingin menusuk tulang. Kamarnya masih berantakan karena tadi malam ia sekadar memasukkan saja tanpa menatanya. Dia langsung tidur begitu saja setelah barang-barangnya dimasukkan. Sementara itu Tyas sudah pergi, walaupun tak rela meninggalkan Asri seorang diri. Asri baru tahu kalau hawanya cukup dingin, lebih dingin daripada saat dia masih tinggal di daerah Sumbersari. Untuk sesaat ia nyaris panik saat terbangun di tempat yang asing, tetapi ia langsung sadar kalau dia sudah pindah. Memang bikin kesal. Dia tak ingin keluarganya tahu dia tinggal di mana sekarang. Maka dari itulah keputusannya untuk pindah sudah tepat, meskipun mungkin membuat dia lebih lelah dari biasanya. Asri melihat jam di layar pon
“Bwahahahahahaha,” suara tawa Tyas langsung pecah setelah Asri menceritakan apa yang terjadi. Untungnya mereka berada di tempat sepi sehingga tak ada orang yang melihat. “Aku malu, anjir!” Asri mengerucutkan bibirnya. “Aku lupa kalau ini bukan kosku yang lama. Kan kosku yang lama kos cewek. Kalau pun seharian mondar-mandir nggak pake bra juga nggak masalah, kan tamu cowok hanya diterima di depan, nggak sampai masuk kamar. Lha ini? Aduh, benar-benar memalukan.”“Kalau aku jadi kau, aku nggak mau lagi ketemu ama dia,” ujar Tyas. “Gimana nggak ketemu coba. Itu kamu kan nyaris telenji!”