Share

Bab 2.2 | Anak Kampus

Sore hari Asri pulang ke kos. Nyaris jantungnya copot saat ada amplop ditempel dengan menggunakan selotip di pintu kamarnya. Asri menoleh kiri kanan, perasaannya tak enak. Dia langsung saja mengambil amplop tersebut lalu masuk ke dalam kamar kosnya. Kamar kosnya berada di lantai dua dengan tangga yang langsung menuju akses ke parkiran. Maka dari itu siapa saja bisa masuk dan langsung mengetuk pintu kamarnya. Apalagi terkadang pagar kos dibuka kalau siang hari.

Setelah memastikan pintu dikunci, Asri lalu membuka amplop tersebut. Ada secarik surat di dalamnya dengan tulisan latin yang sangat indah. Langsung saja Asri tahu tulisan siapa itu. Asri membaca cepat, setelah itu ia mendengus kesal. Dia mengambil ponsel yang ada di saku celananya untuk menghubungi seseorang.

Halo? Tyas?” sapa Asri.

Hei, ada apa?” tanya Tyas.

Kamu tahu tempat kos yang aman nggak?”

Hah? Kenapa? Ada apa? Kamu kemalingan?”

Aku sudah terlacak.”

Terlacak? Maksudnya?”

Asri menghela napas panjang. “Romo tahu aku ngekos di sini. Kamu tahu nggak tempat kos lain yang bisa buat aku sembunyi. Jauh nggak apa-apa deh. Kayaknya mata-mata Romo ada di mana-mana. Padahal aku sudah yakin bisa sembunyi dari beliau.”

Waduh, ada sih tempat kos. Tapi jauh dari kampus. Kamu nggak keberatan?”

Nggak apa-apa yang penting aman. Kamu tahu?”

Sebentar!” ucap Tyas. Dia sepertinya sedang berbicara dengan seseorang. Asri sabar menunggu. Tak lama kemudian Tyas kembali lagi. “Ada sih tempat kos yang katanya baru gitu. Banyak kamar yang masih kosong katanya.”

Ya udah, anter aku dong!”

Sekarang?”

Iya, aku mau pindah sekarang. Tempat ini sudah tidak kondusif lagi.”

Oke. Aku meluncur. Tunggu ya!”

Setelah menutup teleponnya, Asri segera mengambil koper besarnya. Dia memasukkan semua baju-bajunya ke dalam koper, setelah itu menghubungi pemilik kos kalau ia ingin pindah. Tentu saja kabar ini terlalu cepat dan mengejutkan. Namun, Asri sudah tidak tahan lagi. Niat dia pergi ke Malang agar tidak bisa dilacak pun buyar. Ia harus segera cari tempat kos yang tersembunyi. Itu lebih baik.

Tak berapa lama kemudian Tyas datang dengan mobilnya yang dia parkir agak jauh dari tempat kos. Maklum saja tempat kos Asri masuk gang, jadi Tyas harus mencari tempat yang pas untuk parkir mobil. Kebetulan ada lahan kosong yang tak jauh dari tempat kos. Tyas langsung membantu Asri mengangkuti barang-barangnya.

Tyas sebenarnya punya rumah sendiri, tetapi ia lebih suka ngekos. Dia juga bukan dari keluarga yang tidak mampu. Seminggu sekali ia pulang ke rumahnya. Alasan kenapa ia ngekos adalah agar dekat dengan Asri.

Serius pindah sekarang? Padahal kita juga belum tahu tempatnya penuh apa tidak,” ucap Tyas.

Yah, kalau nggak ada nginep di tempatmu aja,” ucap Asri. “Kan tempatmu kosong.”

Yee, jangan. Keluargamu kan sudah kenal aku,” ucap Tyas mengingatkan Asri.

Sebentar saja. Kalau aku bisa dapat malam ini juga kan nggak jadi,” kata Asri sambil memasukkan koper besarnya ke bagasi.

Tyas ikut membantu mengangkat buku-buku dan semua barang-barang yang ada di kamarnya Asri. Tak banyak, memang Asri tak begitu suka mengkoleksi banyak barang. Mereka ibaratnya dua orang yang ingin pindahan, mondar-mandir dari kamar ke mobil yang jarak parkirnya lumayan bikin capek juga.

Fiuh, capek juga,” Tyas menghela napas.

Yuk?!” ajak Asri. “Apa aku yang nyetir? Malam ini aku izin nggak kerja deh.”

Emang boleh gitu izin mendadak?”

Asri mengangkat bahu.

Yee, ntar dipecat tahu rasa kau!”

Asri segera mengambil ponselnya lalu menelpon seseorang. “Halo, bos? Ini Asri. Aku izin hari ini nggak bisa masuk.” Asri tampak mendengarkan dengan serius. Sebelum ia memohon-mohon. “Iya bos, kali ini saja. Soalnya aku harus pindahan. Maaf ya? Bye.”

Setelah itu ia menutup telepon.

Segitu doang?” tanya Tyas sambil terheran-heran. “Biasanya para pekerja itu sudah dipecat izin mendadak seperti itu, mungkin kena SP.”

Ini gara-gara bosnya naksir aku,” ucap Asri. “Kalau nggak mah, tidak bakal diizinkan.”

Tyas tertawa, “Suwer? Cakep nggak?”

Cakep sih, tapi sudah Om-om umur 50-an. Mau?”

Raut wajah Tyas berubah. “Nggak deh, buat kamu aja.”

Asri tertawa lepas. “Sini kuncinya!” Tyas melempar kunci mobilnya ke Asri lalu ditangkapnya dengan cekatan. Dia segera masuk ke dalam mobil untuk mengemudi.

Malam itu Dinoyo padat merambat. Suasana seperti ini sudah menjadi hal yang biasa. Meskipun bukan ibukota, Malang memang benar-benar menjadi kota termacet di Jawa Timur. Apalagi daerah Dinoyo merupakan pusat dari segala kesibukan, mulai dari kampus, deretan ruko berjejer, mall, hingga traffic orang-orang yang ingin pergi ke Batu. Ibarat semut-semut mengantri, Asri dan Tyas terjebak dalam situasi ini.

Setelah sabar menghadapi kemacetan, akhirnya mereka pun sampai di jalanan jurusan tempat kos yang dimaksud oleh Tyas. Asri mengernyit, jalannya gelap dan kurang penerangan.

Aku lupa omong kalau daerahnya gelap dan rawan, kamu nggak keberatan?” tanya Tyas tiba-tiba.

Nggak masalah. Asalkan aku tak terlacak lagi,” jawab Asri.

Emangnya kenapa sih, As? Toh mereka juga keluargamu sendiri.”

Ceritanya panjang.”

Kenapa? Masih ingin dijodohkan lagi?”

Asri menggeleng. “Sebenarnya alasannya nggak sesederhana itu. Aku sudah tidak sreg lagi dengan kehidupan kaum bangsawan. Makanya aku berusaha menyembunyikan gelarku kalau berkenalan ama orang-orang.”

Tapi heran deh, bagaimana mereka bisa tahu kalau kamu kos di situ?” tanya Tyas.

Mata-mata Romo itu banyak. Di Malang ini, aku cuma percaya ama kamu, Yas. Kuharap kamu tidak mengkhianatiku.”

Tyas tersenyum. “Kau bisa percaya ama aku.” Dia menepuk pundak Asri beberapa kali. Memang selama ini Asri selalu mengandalkan kawannya ini. Maka dari itulah Asri sangat percaya kepadanya.

Tyas memberi isyarat agar Asri menghentikan mobilnya. Mereka kemudian berhenti di depan bangunan rumah besar. Tyas mengendik. Asri terbelalak melihat rumah tersebut. Rumah itu cukup besar untuk ukuran kos. Dari luar sudah terlihat kamar-kamarnya, sedangkan yang menjadi daya tarik lainnya adalah bangunan lain yang ada di komplek tersebut. Bangunan rumah megah bergaya Yunani lengkap dengan pilar-pilar raksasa, serta kubahnya. Asri sampai tak percaya kalau itu adalah tempat kos. Namun, ia jadi percaya saat ada papan tulisan “TEMPAT KOS” tanpa diberitahu apakah ini tempat kos laki-laki atau perempuan.

Ini tempat kosnya? Udah jauh, gelap pula jalannya,” ucap Asri. “Tapi tempatnya besar sih.”

Ini tempat yang tidak bisa diduga loh, aku yakin mereka nggak bakal menemukanmu di tempat ini,” ujar Tyas. “Dan kayaknya juga baru buka, aku lihat iklannya di sosmed. Turun yuk?!”

Asri dan Tyas kemudian turun. Mereka lalu mendekat ke pagar rumah. Malam mulai gelap dengan suara-suara binatang malam seperti kodok dan jangkrik bernyanyi-nyanyi menghibur mereka. Asri melihat ada tombol bel di sisi sebelah pagar, segera ia tekan tombol itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status