“Rumahnya besar. Kira-kira penghuni kosnya banyak nggak?” gumam Asri.
“Kayaknya sih enggak. Buktinya sudah dipencet bel nggak ada yang keluar,” jawab Tyas.
“Lagian orang bego mana yang buka tempat kos di daerah terpencil seperti ini? Jauh pula dari kampus. Tapi apa boleh buat, aku memang ingin nggak bisa dilacak oleh keluargaku,” ujar Asri.
“Iya, tempat ini cocok untuk persembunyian,” kata Tyas setuju dengan pendapat Asri.
“Ada yang bisa dibantu?” tiba-tiba ada suara mengejutkan dari belakang keduanya.
Asri dan Tyas terperanjat. Nyaris jantung mereka copot. Asri lebih dikejutkan lagi melihat siapa yang baru saja menyapanya. Dia adalah cowok yang ada di perkuliahannya pagi tadi.
“K-kau?” Asri terperangah.
“Kau tahu dia?” tanya Tyas.
Asri menggeleng. “Bukan, maksudku... dia tadi ikut perkuliahan kita,” jawab Asri.
“Aku Aryanaga, pemilik tempat ini. Kalian mau cari tempat kos?” tanya si pemuda.
“Aryanaga? Nama yang aneh,” gumam Tyas.
“Keberatan dengan namaku?” tanya Aryanaga.
“Eh, enggak. Sama sekali enggak. Cuma aneh saja ada orang memiliki nama itu,” ucap Tyas.
“Antoite Gravitia Rosalina Sebraska Voljicya,” kata Aryanaga.
“Hah? Apa itu?”
“Itu nama yang lebih aneh lagi. Aku menjumpainya di kampus, coba kalian sesekali main ke tempat anak-anak FISIP ada mahasiswi dengan nama seperti itu,” jelas Aryanga.
Asri tertawa. “Iya, aku pernah dengar nama itu. Tapi nggak begitu ingat namanya. Ada teman yang cerita.”
“Kok aku nggak tahu ya?”
“Ngomong-ngomong, yakin mau kos di sini? Jaraknya jauh dari kampusmu, tapi lebih dekat ama kampus Ma-Chung,” jelas Aryanaga.
“Tak apa-apa. Emangnya ada kamar kosong?” tanya Asri.
“Banyak. Kami belum ada satupun penghuni,” jawab Aryanaga.
“Jadi Mas Aryanaga, bisa saya lihat-lihat dulu?”
“Panggil saja Arya,” ujar Aryanaga. Dia lalu segera membuka pagar setelah membuka gemboknya. Aryanaga mengajak kedua cewek itu untuk masuk ke dalam halaman rumahnya yang sangat luas. Ada banyak pohon dan tanamanya. Sepertinya penghuni rumah ini sangat menyukai tanaman.
“Kau tinggal sendiri? Masih mahasiswa, bukan?” tanya Asri.
“Aku tinggal dengan pembantuku. Namanya Bandi. Dia yang mendekor semua taman ini. Hebat yah? Aku saja tak telaten untuk memelihara tanaman-tanaman itu,” tunjuk Aryanaga ke arah tanaman-tanaman yang tersebar di seluruh penjuru pekarangan.
Aryanaga mengajak ke salah satu bangunan dengan kamar berjajar. Bandi mempersilakan Asri dan Tyas untuk melihat-lihat keadaan kamar-kamar itu.
“Belum ada yang menghuni ya?”
“Tempat ini baru buka, jadinya belum ada satu orang pun yang tinggal. Hanya saja, karena kalian orang pertama yang ingin menempati, mungkin aku akan mengganti tulisan papan di depan dengan tulisan KOS PUTRI,” ujar Aryanaga.
Asri penasaran. Dia lalu membuka salah satu kamar. Dia sangat takjub dengan isi kamarnya. Sangat rapi dan bersih. Sudah ada dipan dan almari baju, ada juga meja kecil yang bisa dia gunakan untuk belajar. Ada kamar mandi di dalam dan ada dapur kecil, satu kamar bisa muat banyak. Asri sangat menyukainya.
“Waw, ini satu kamar berapa sebulan?” tanya Asri.
Aryanaga berpikir keras. Dia menggaruk-garuk dagunya. Sebenarnya ia ragu. “Aku tak tahu, emangnya yang pantas berapa?”
Asri tertawa. “Kau ini, lucu deh. Emangnya tak pernah tahu harga kamar kos?”
Aryanaga menggeleng. “Aku tak pernah ngekos. Ini rumahku, kenapa aku harus tahu?”
“Oh iya, lupa. Bener sih, kamu nggak pernah ngekos. Tapi setidaknya kamu bisa dong tahu dari teman-temanmu,” ujar Asri.
Aryanaga mengangkat bahunya. “Aku memang tak tahu. Tapi berapapun harganya yang kau sebutkan, aku akan terima. Kau penghuni pertama, anggap saja sebagai penglaris. Nanti penghuni berikutnya tentunya harganya akan aku naikkan.”
“Baiklah, aku akan bayar Rp. 500.000,- sebulan. Mengingat fasilitasnya cukup bagus,” ucap Asri langsung.
Tyas terperangah. “Yang bener. Itu nggak kemurahan?”
“Deal, baiklah. Silakan kau pilih kamar mana saja. Isinya sama kok,” ucap Aryanaga.
“Waaah, terima kasih!”
Tyas makin terperangah. Ia seperti mendengar kambing congek mengembik. Dua orang di hadapannya ini setengah gila. Yang satu ingin kabur dari kejaran suruhan orang tuanya, yang satu lagi orang yang tidak bisa berbisnis. Entah jadi apa nanti kalau mereka bisa tinggal satu komplek. Tyas tak bisa membayangkannya.
* * *
Padang Granit, Dunia Bawah
Dunia bawah, tempat para naga bersemayam, sekaligus juga makhluk-makhluk bawah yang tak pernah terlihat oleh manusia ataupun dikenal oleh manusia berada. Tempat bersembunyinya para peri dengan segala kekuatan magisnya. Bebatuan granit berserakan di atas pasir yang panas. Di tempat yang penuh siksaan itu ada seorang perempuan dengan baju compang-camping dengan beberapa perban terbalut di tubuh, lengan dan kakinya. Di tubuhnya terdapat beberapa luka, sebagian membentuk luka memar di pelipis dan juga di lengan. Napasnya terengah-engah, sementara tanduk kecilnya terlihat berkilat-kilat di kepalanya.
“Sudah cukup! Kau sudah melakukan dengan baik,” ucap seorang pria paruh baya berjanggut yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
“Ini masih belum cukup. Masih kurang. Aku bisa melakukannya lagi,” ucap si perempuan naga.
“Sudah cukup, aku tahu kau bisa melakukannya lagi, tetapi tubuhmu menolaknya. Ini hanya latihan Aprilia, hanya latihan. Kau tak perlu memaksakan dirimu. Suatu saat nanti kalau sudah saatnya kau bertarung di medan pertempuran, bertarunglah dengan sungguh-sungguh. Ketahanan tubuhmu sudah cukup baik,” kata lelaki tua tersebut. Meskipun tua, terlihat lengannya kokoh seperti baja. Wajahnya memancarkan sinar kewibaan yang bisa membuat siapapun tidak akan mampu menatapnya langsung.
Aprilia mengatur napasnya, setelah itu ia lemas. Belzagum, sang ayah segera dengan cekatan menangkapnya sebelum putrinya jatuh di atas tanah yang keras. Dia pun membopong putrinya pergi. Aprilia masih tersadar, meskipun tubuhnya penuh luka. Latihannya dari hari ke hari makin berat.
“Ayah, apa aku sudah siap?” tanya Aprilia.
“Kau sudah siap, tetapi ada yang harus dibenahi dari dirimu terlebih dulu,” jawab Belzagum.
“Apa?”
“Kau harus menyingkirkan pikiran ingin matimu itu. Hal yang sangat berbahaya, bagaimana kau bisa melindungi orang lain kalau kau ingin mati?”
Dalam gendongan ayahnya, Aprilia meringkuk. Dia tak menyangka ayahnya mampu membaca hatinya. Meskipun sang ayah telah lama tidak menemuinya, tetapi lelaki ini sangat peka. Aprilia masih ingat bagaimana ketika kecil ia diberitahu kalau ayahnya meninggal dalam kecelakaan, nyatanya itu semua dilakukan sang ayah agar bisa menyelamatkan nyawanya. Sebab ada peraturan di dalam klan naga, kalau tidak boleh naga berhubungan dengan manusia. Apabila melanggar, maka mereka akan dihukum dengan hukuman yang cukup keras. Belzagum bisa melarikan diri dari hukuman, hanya saja peristiwa nahas terjadi. Saat melahirkan Aprilia, sang ibu meninggal. Aprilia kemudian dirawat oleh seorang bidan dan menjadi ibu angkatnya. Belzagum berpesan kepada ibu angkatnya untuk merawat Aprilia dengan baik. Aprilia tumbuh menjadi anak yang tomboy, tangguh dan suka berkelahi. Maka dari itulah ia dijuluki Lady Rose saat masih sekolah dulu. Pantaslah ia sangat suka berkelahi, mudah panas, karena ada darah naga di dalam tubuhnya.
Aprilia baru mengetahui siapa dia sebenarnya setelah bertemu Belzagum. Dia menemui Aprilia saat membakar dirinya menyelamatkan seorang Geostreamer. Aprilia membakar dirinya hanya agar orang yang dicintainya selamat. Akhirnya Aprilia bisa diselamatkan oleh ayahnya, dari sinilah kemudian Aprilia tahu siapa dia sebenarnya. Ia sangat bahagia ketika bertemu dengan ayahnya untuk pertama kali. Walaupun ia cukup shock dengan siapa dirinya sebenarnya.
“Kenapa aku tak boleh mati ayah? Apa karena perjodohan itu?”
Belzagum menghentikan langkahnya. Dia mengamati Aprilia, “Karena aku sudah berjanji kepada ibumu untuk menjagamu. Kau tak boleh mati sebelum aku mati. Jadi kalau kau ingin mati, langkahi mayatku dulu.”
Mata Aprilia terpejam. Dia tak akan mungkin menyakiti ayahnya. Perlahan-lahan tubuh Belzagum membesar, awalnya punggungnya, yang kemudian disusul muncul sepasang sayap hitam besar, tubuhnya berubah menjadi merah darah, setelah itu sisik-sisik tumbuh di sekujur tubuhnya. Tangannya pun membesar. Kalau tadi dia membopong Aprilia dengan susah payah, kini ia cukup menggenggam Aprilia dengan satu tangan, setelah itu dia pun terbang, menyisakan jejak pijakan di atas bebatuan granit.
* * *
Ternyata serangan tersebut tidak hanya dari satu sisi bumi saja. Daratan lain pun sudah mulai diserang. Para naga tersebut mulai memasuki pantai dari daratan yang lain, hingga setiap manusia yang mereka temui pun dimangsa. Mereka tidak melihat apakah itu orang dewasa atau anak-anak. Lelouch dan pasukan naganya tak mampu berbuat apa-apa selain menghalau apa yang mereka bisa. Hari itu mereka kalah, meskipun memenangkan pertempuran.Lelouch bertengger di atas bukit. Dari kejauhan dia melihat bangkai-bangkai naga bergelimpangan di tepi pantai. Sesaat dia mendongak ke atas, seolah-olah meminta bantuan kepada Sang Pencipta. Setelah itu dia menunduk, menutup sayapnya, berada dalam kebimbangan.“Yang Mulia,” panggil salah satu naga yang mengampirinya.“Aku sedang ingin sendiri,” ucap Lelouch.“Tidak, bukan begitu Yang Mulia. Lihat ke atas!” ucap naga tersebut.Lelouch mendongak. Tidak pernah disangka sebelumnya oleh Lelo
“Bagaimana awalnya kita, para naga bisa menempati bumi ini?” tanya sesosok naga bersirip hitam dan putih. Di depannya tampak naga-naga kecil sedang duduk mendengarkan petuah-petuahnya. Hari ini adalah hari rutin untuk anak-anak naga mendapatkan pelajaran dari naga Lelouch. “Kita adalah makhluk yang dikutuk, tetapi sebagian dari kita dimaafkan. Bapak kita, adalah naga yang membuat bumi ini jadi ditempati oleh manusia. Namanya Azrael, dia penguasa lautan, sedangkan kita penguasa daratan,” lanjut Lelouch. “Yang Mulia, apakah kita akan terus bertempur dengan mereka?” tanya salah seekor naga kecil. “Pertempuran ini akan terus berlanjut sampai akhir zaman. Kita hanya bisa mengusirnya agar tidak sampai menguasai daratan. Daratan adalah tempat para manusia dan makhluk-makhluk lainnya, lautan adalah tempat kekuasaannya. Sebab, di sana dia bersama Iblis dan menjadi kaki tangannya,” jawab Lelouch. “Apakah dia bisa dikalahkan?” tanya naga kecil yang lain.
“Penjara apa?” tanya Aryanaga. “Eee… sebentar yang Mulia, apa tidak bisa diringankan hukumannya? Itu Penjara yang mengerikan. Tidak ada satupun yang keluar dari penjara itu sampai sekarang!” ucap sang Pembela. “Penjara apa? Apa itu?” “Pangeran Aryanaga, Penjara Tujuh Pintu adalah Penjara yang berada di kegelapan bumi. Kau tak akan bisa menghirup udara bebas. Di dalamnya ada tujuh pintu yang mana semuanya mewakili tujuh dosa mematikan. Selama jiwamu ada dosa itu, kau tak akan bisa keluar.” Aryanaga terkekeh. “Masukkan aku ke penjara itu. Aku tak keberatan.” “Sudah diputuskan, bawa dia!” ucap seseorang anggota Dewan Kehormatan Naga. Palu pun diketok dan sang pembela tak bisa meringankan hukuman Pangeran Aryanaga. Arya
Aprilia berada di depan dua gundukan tanah. Air matanya terus berderai seperti tak akan pernah habis. Bandi menepuk pundaknya, berusaha menenangkan Aprilia, bagaimana pun Aprilia adalah wanita dan hatinya lembut. Kepergian Raja Primadigda dan Asri membuatnya sedih. Keduanya dikuburkan di tanah terbaik dan tempat terbaik, yaitu di pemakaman para raja. Di tempat ini juga ada makam para raja sebelum Raja Primadigda.Orang-orang banyak yang menghadiri pemakaman itu. Mulai dari para prajurit, menteri dan juga para pejabat kerajaan. Hari itu rakyat berkabung atas gugurnya Raja Primadigda. Rumor pun cepat menyebar kalau Raja Primadigda dikalahkan oleh anaknya sendiri. Orang-orang mulai bertanya-tanya tentang motif pembunuhan ini. Aprilia dan Bandi sengaja tidak memberitahu, karena saat ini Antabogolah yang berkuasa. Nyaris semua lini kekuatan militer sekarang di pegang oleh Antabogo, sehingga mustahil baginya membuat su
Aryanaga sama sekali tak bercanda. Dia kembali mengeluarkan tombak elemental dari telapak tangannya, kali ini warnanya kekuningan dengan percikan energi listrik di sekitar ujung tombaknya. Menyadari ada bahaya, Pangeran Bagar menjauh. Aryanaga tetap fokus kepadanya. Setiap pergerakan Pangeran Bagar, bisa dilihatnya. Dan ternyata, Aryanaga tak hanya mengeluarkan satu tombak, tapi lagi, lagi dan lagi hingga sepuluh tombak dengan energi listrik melayang di atasnya. Aryanaga mengambil satu per satu tombaknya, melemparkannya dengan kuat.Pangeran Bagar tak bisa kabur dari serangan itu. Sepuluh tombak beruntun menghantam di sekitarnya. Sepuluh kali petir menyambar-nyambar, jutaan volt menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan listrik yang menggelegar.Aprilia dan Bandi yang menyaksikan pertarungan itu dari jauh cukup ngeri dengan kekuatan yang dimiliki
Bandi masih menangis, tetapi ia juga harus membawa jenazah Raja Primadigda. Dengan tersedu-sedu dia menggendong jenazah tersebut. Aprilia juga melakukannya. Aprilia sekarang yang gantian bermandikan darah Asri. Dia dan Bandi pergi dari tempat tersebut, meninggalkan Aryanaga yang tak terkendali.Pangeran Bagar menjauh. Kini ratusan prajuritnya menghadapi Aryanaga. Mereka terdiri dari ras naga pilihan yang dilatih dengan ilmu perang yang cukup andal. Pangeran Bagar, tidak pernah salah dalam memilih anak buah. Mereka ahli pedang, tombak dan panah. Para prajurit membentuk formasi mengepung Aryanaga. Aryanaga mengamati mereka. Tombak-tombak terhunus ke arah Aryanaga, setiap tombak ini tentu saja ada bagian dari tubuh para naga, sebagian lagi adalah besi yang ditempa oleh para peri, sehingga bisa melukai para naga.Aryanaga sama sekali tak gentar. Ia mengeluarkan kekuatan yang san