“Mau sarapan?” ajak Aryanaga.
“Kalau kau mengajakku makan pagi di rumah, nggak deh.”
“Kenapa?”
“Nggak enak.”
“Jangan begitu. Aku dan kamu sudah sama-sama kenal. Kenapa tidak enak? Anggap saja rumahku adalah rumahmu sendiri.”
“Meskipun kamu bilang begitu, tetap aja rasanya aneh. Masuk rumahmu saja ada perasaan merinding gitu.”
Aryanaga bisa memahaminya. Memang di rumahnya terkadang makhluk-makhluk tak kasat mata mampir atas izinnya. Mereka diperbolehkan Aryanaga dan Bandi untuk masuk ke dalam rumah asalkan tidak berbuat onar. Aryanaga bisa melihat mereka. Asri bisa merasakan keberadaan makhluk-makhluk tersebut, tetapi tak bisa melihatnya. Biasanya keturunan bangsawan sudah ada bawaan sejak dari lahir memiliki panca indera yang lebih peka daripada manusia biasa p
Yogyakarta, beberapa tahun yang lalu“Astaghfirullah! Mbak, bawa apa itu?” seru Rah Wito, adiknya Asri saat melihat kakaknya membawa kandang kecil berisi kadal besar.“Kadal. Kenapa?” tanya Asri yang baru datang dari acara naik gunung bersama pecinta alam. Dia menurunkan ransel besarnya lalu kadang kecil berisi kadal besar itu diletakkannya begitu saja di atas meja.“Mbak, geli, Mbak!” ucap Rah Wito. “Darimana dapetnya?”“Pas naik gunung kemarin nemu ini. Kok ya lulut sama aku, akhirnya aku bawa aja deh.”“Mbak nggak takut?”Asri menggeleng. “Ngapain takut? Nggak gigit kok. Aku malah seneng dia seneng banget makan kecoak.”“Ih, jijik mbak. Aku gilo ndelok e (aku geli melihatnya).”
Malang, sekarangHari Minggu ini rencananya Aryanaga ingin jalan-jalan ke Pasar Buku Wilis, untuk mencari buku-buku yang menarik baginya. Sebenarnya pemuda berambut jabrik ini tak suka membaca buku. Dia lebih suka menonton film. Namun, kebiasaan berubah setelah ia tahu Asri lebih suka dengan pria yang gemar membaca buku. Demi untuk bisa suka membaca buku, akhirnya ia berusaha mati-matian untuk tidak bosan ketika membaca satu buku. Ia menarget seratus buku berbeda dia baca selama tiga bulan lamanya. Awalnya berat. Lama kelamaan akhirnya ia berhasil juga dengan hobi barunya itu.Untuk buku-buku baru sebenarnya bisa dengan mudah didapatkan di toko-toko buku besar. Tapi untuk buku-buku lama perlu mencarinya di toko-toko buku bekas. Di Malang ada dua tempat, pertama di Pasar Buku Wilis. Kedua, ada di toko buku-buku bekas Velodrome. Kedua tempat ini sangat terkenal. Mahasiswa dan pelaj
Asri memesan pia cokelat dan secangkir americano, sedangkan Tyas memesan pisang goreng keju dan machiato. Mereka sibuk dengan akun instagram dan diskusi soal perkuliahan. Besok mereka ada tugas yang harus dikumpulkan.“Kita kurang kelompok, kamu ama aku, trus Icus. Kan butuh empat orang,” ucap Tyas.Asri menoleh ke Aryanaga, “Arya? Kamu sudah ada kelompok belum?”Aryanaga tak menjawab. Dia masih fokus membaca.“Idih, kalau sudah membaca fokus sekali,” kekeh Tyas, “idolamu tuh.”Asri menggeleng-gelengkan kepala. “Arya!” Asri lalu menyentuh bahu Arya.Arya langsung tersadar, “Eh, iya? Ada apa?”“Yee, dipanggil dari tadi nggak nyahut,” ucap Tyas sambil mengerucutkan bibirnya.“Kamu sudah ada kelompok
Aryanaga menyandarkan punggungnya di kursi. Dia memperhatikan kondisi Asri yang masih belum sadar. Ia cepat-cepat membawa Asri ke klinik dengan kekuatan naganya. Semoga saja tak ada orang yang menyadarinya. Tentunya kecepatan larinya sambil menggendong orang bukanlah kecepatan lari manusia biasa. Tyas masih belum datang. Setidaknya sudah satu jam setelah dokter menangani Asri dari masa kritisnya.Tak berapa lama kemudian pintu kamar terbuka dan Tyas terlihat masuk. Barang bawaannya cukup banyak, ada tas milik Asri dan satu tas kresek besar. Ia langsung menghampiri Aryanaga, “Bagaimana kondisinya?”“Sementara sih sudah baikan. Tinggal nunggu siuman aja,” jawab Aryanaga.Tyas mendesah lega. Dia lalu mencari kursi untuk duduk. “Syukurlah. Aku khawatir banget. Terus terang aku tak tahu kalau dia alergi kacang. Pantas saja ia tak pernah mau diajak makan pecel.”
Asri terbangun, melihat Tyas di sisinya. Tyas sangat bahagia melihat sahabatnya sudah siuman. Tyas terus menceritakan semua kejadian yang menimpanya dan juga fakta kalau dia baru tahu Asri alergi terhadap kacang. Dia memarahi Asri karena sahabatnya itu tak menceritakan kalau dia selama ini alergi kacang.“Maaf, ya. Merepotkanmu,” ucap Asri. Matanya masih menatap kosong. Ia teringat bagaimana Aryanaga bertindak. Misteri besarnya, kenapa cowok itu tahu tentang alerginya. Hanya dia dan keluarganya saja yang tahu tentang permasalahan itu. Siapa sebenarnya Aryanaga sampai tahu tentang kehidupannya?Dokter yang menangani Asri masuk. Dia seorang wanita dengan senyuman yang ramah. “Mbak Asri, sudah baikan? Lupa tidak bawa obat anti alerginya ya?”“Bukan lupa sih, Dok. Memang sengaja tidak membawa,” jawab Asri.
Bandi menggeleng-geleng tak percaya dengan apa yang dilihatnya di ponsel pintarny. Layar ponsel memperlihatkan bagaimana Aryanaga bergerak dengan cara yang tidak biasa. Menggendong Asri lalu bergerak cepat. Nyaris mustahil ada manusia normal bergerak secepat itu. Video itu sudah menjadi viral sekarang, entah siapa yang meng-upload-nya. Apapun yang sudah ada di internet, maka tidak ada yang akan bisa menghapusnya.“Bagaimana sekarang, Bandi?” tanya Aryanaga.“Kita pindah,” jawab Bandi.“Tidak bisa seperti itu. Lalu bagaimana dengan Asri? Kita tak mungkin pindah begitu saja tanpa dia. Kasihan dia!”“Pangeran, ini sudah di luar kendali. Pangeran kira video ini tidak dilihat oleh para goblin? Ingatlah, banyak orang yang tahu ten
“Kang Mas, kalau nanti ketemu dengan Asri, Kang Mas janji jangan keras kepadanya, ya?” ucap Raden Ayu Herawati.“Bocah itu harus diberi pelajaran. Setidaknya, ia tidak pergi begitu saja dari rumah tanpa kabar. Dan jangan Bune sekali-kali membela dia. Dia sudah mencoreng nama baik keluarga! Dia harus pulang!” kata ayahnya Asri.“Bukannya dulu yang mengusir dia dari rumah Kang Mas sendiri?” kata Herawati berusaha untuk mengingatkan apa yang dulu pernah terjadi.Raden Mas Purwono Seno terdiam. Dia tahu, dulu dia yang menginginkan Asri pergi. Namun, jauh di lubuk hatinya ia masih menyayangi putri tertuanya itu. Sebenarnya yang diinginkan oleh Raden Mas Purwono Seno adalah kebaikan putrinya. Bisa mendapatkan jodoh yang baik dengan segala kebutuhan terjamin adalah keinginan yang tidak muluk-muluk. Semua kebutuhannya sudah dipenuhi, lalu kenapa Asri tidak mau?
Ruang tamu mendadak hening. Meskipun hari masih siang, tetapi suasananya lebih terasa angker. Lebih cocok seperti ruang tempat interogasi penyidik. Ornamen-ornamen artistik dengan berbagai lukisan yang digantung di tembok tidak sanggup mengubah suasananya. Asri dan Aryanaga benar-benar merasa berada di dalam ruang interogasi. Tampak wajah Seno yang tak bersahabat, wajah Herawati yang bertanya-tanya, sedangkan Bandi dan Tyas hanya menjadi penonton dari jauh.“Eh, Om. Sudah bekerja berapa lama ama dia?” tanya Tyas kepada Bandi yang ada di sebelahnya.“Sebelum Arya lahir, aku sudah bekerja di keluarga ini,” jawab Bandi.“Sekaya apa sih orang tuanya Arya?” tanya Tyas.Bandi menoleh kepada Tyas. “Cukup kaya kalau dari ukuran kalian.”“Serius?”Bandi tersenyum. “Mungkin tu