Weylin memilih untuk mengabaikan saudara-saudaranya dan kemudian berjalan keluar kamar sang ibu.
Arlen merasa sedih untuknya tetapi tentu saja dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tahu betul tentang keinginan ayahnya. Begitu dia memutuskan sesuatu, dia tidak bisa dikalahkan. Semua yang dia katakan adalah suatu keharusan.
Arlenlah yang merasakan salah satu keputusan mutlak ayahnya.
Beberapa tahun yang lalu, dia harus meninggalkan rumah Malachy untuk hidup sendiri. Pasalnya, Ansgar mengusirnya setelah Arlen ketahuan bolos di beberapa kegiatan kampus.
Arlen sebenarnya ditunjuk oleh Ansgar untuk menjadi wakil direktur sekaligus orang kepercayaan Weylin di perusahaan itu.
Tapi karena Arlen tidak pernah tertarik dengan bisnis, dia tidak pernah serius kuliah. Bahkan Ansgar menemukan putra keduanya itu untuk mengikuti salah satu kompetisi fashion.
Ansgar sangat marah pada saat itu. Dia tidak memberikan kesempatan bagi Arlen untuk membuktikan dirinya bahwa ia bisa sukses sebagai seorang desainer.
Tanpa ragu-ragu, Ansgar mengusir putra keduanya dan tidak pernah ingin bertemu dengannya lagi.
Arlen adalah satu-satunya putranya yang tidak bisa menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi.
Setelah dia diusir dari rumah keluarga besar Malachy, dia mulai hidup mandiri dan mulai menjadi desainer profesional.
Dan setelah bertahun-tahun, dia bisa membuktikan kepada ayahnya bahwa dia bisa menjadi desainer yang sukses dan sekaligus terkenal.
Neal menepuk punggung Arlen dan itu membuatnya terkejut dari lamunan.
"Apa?" tanya Arlen.
"Kita perlu melihat calon ipar kita."
Neal kemudian menoleh dan menatap Keiran yang masih mengantuk.
"Apakah kau tidak tidur tadi malam?" tanya Neal.
Keiran menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku baru pulang jam enam. Dan kemudian manajerku membawaku untuk melakukan pemotretan untuk endorsement pada pukul tujuh. Baru selesai jam sebelas. Setelah itu, aku harus bertemu produser untuk mendiskusikan single baru yang baru aku selesaikan. Aku sampai di sini jam tiga. Bisakah kau bayangkan bagaimana aku ingin tidur sekarang?" Keiran menjelaskan dengan wajah lelah.
Arlen hanya merasa bahwa adiknya terlalu sibuk.
Dia kemudian berkata, "Ambil libur, Arlen. Apakah tidak bisa? Aku tahu kau masih muda tapi kau tidak bisa memaksakan diri sampai-sampai kau menghabiskan semua waktumu untuk bekerja. Apakah kau tak ingin menikmati waktu untuk dirimu sendiri?"
"Arlen benar. Jangan terlalu banyak bekerja. Ingat, kesehatan adalah segalanya," tambah Neal.
Keiran tersenyum mendengarnya. Dia tahu saudara-saudaranya sangat peduli padanya.
Itu sebabnya ketika dia benar-benar lelah setelah melakukan pekerjaan gila, dia memaksa dirinya untuk bertemu dengan mereka.
Weylin juga akan melakukan hal yang sama jika dia ada di sana. Tapi dia mengerti betul mengapa kakak tertuanya tidak melakukan itu sekarang. Dia masih bingung dengan pertunangan itu.
"Hei, apa pendapatmu tentang pertunangan itu? Akankah berhasil?" tanya Keiran karena dia benar-benar sedang penasaran.
Keiran merasa jika hari ini akan menjadi salah satu hari paling luar biasa untuk Weylin.
"Entahlah. Kau tahu kan kadang kala Weylin tidak bisa ditebak. Apa kau masih ingat apa yang dia lakukan ketika aku ditampar ayah setelah aku terpergok olehnya saat aku mulai menjadi pembalap? Dia membelaku. Dia menyuruh ayah melepaskanku. Itu adalah sesuatu yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya. Dia mengorbankan dirinya untuk membela aku."
Neal akan selalu mengingat apa yang dilakukan Weylin. Dia adalah satu-satunya yang membuat ayahnya memberinya persetujuan untuk menjadi pembalap.
"Bagaimana aku bisa lupa akan hal itu? Dia adalah pahlawan bagi kita. Dan aku merasa tidak enak karena saat dia sedang membutuhkan bantuan kita saat ini tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa untuknya sekarang." Arlen menghela napas.
Dia menjadi merasa tak berguna menjadi saudara Weylin.
"Baiklah, ayo kita temui mereka!" kata Neal.
Neal menyeret kedua saudaranya untuk segera turun tapi Arlen menahannya dan malah mengintip dari balik tirai di lantai dua.
Neal dan Keiran pun terpaksa mengikuti arah pandang Arlen.
Weylin berdiri dengan ekspresi kaku ketika dia dipaksa untuk menyapa sahabat ayahnya itu. Dia bersama orang tuanya menunggu mereka di depan pintu.
"Apakah kita harus menunggu seperti ini, Ayah?" Weylin mengeluh. Ini pertama kali di dalam hidupnya, dia harus melakukan hal semacam itu. Terlalu memalukan. Dia seolah-olah sedang tak sabar sedang menunggu keluarga calon tunangannya itu.
"Kita harus melakukannya. Kita harus menghormati mereka. Ah. Mereka datang." Ansgar Malachy tersenyum lebar dan Zuria menyentuh putranya.
"Bersikap baiklah kepada mereka. Bisakah kamu? Jangan membuat ayahmu marah. Kamu lebih mengenalnya,” ujar Zuria.
Weylin tidak tahu mengapa ini bisa terjadi padanya.
Sebuah mobil hitam dengan tipe tua tiba di area parkir. Kemudian, wanita berbaju merah dan pria tua gemuk itu keluar dari mobil itu.
Weylin dengan malas melihat mereka tetapi kemudian dia melebarkan matanya ketika ada seorang gadis dengan gaun putih yang juga turun dari mobil.
Weylin membeku di tempatnya.
Dia cantik tapi yang membuatnya membeku bukan karena kecantikannya. Itu karena gadis itu adalah gadis yang sama yang dia temui di klub semalam. Gadis berisik itu.
Tidak! Itu tidak mungkin nyata. Ini adalah gadis itu. Ya Tuhan. Ambil nyawaku sekarang juga, batin Weylin.
"Ah, selamat datang, Andrew. Akhirnya, kita bisa bertemu lagi.”
Mereka berpelukan karena sudah lama tidak bertemu.
"Selamat datang di rumah kami, Nyonya."
Zuria juga memeluk Leana. Mereka tersenyum. Kelsey gugup karena dia tahu bahwa putra Malachy menatapnya seperti dia sangat membencinya.
Mengapa dia melakukan itu? Padahal mereka baru saja bertemu, pikir Kelsey bingung.
"Ah, ini pasti Kelsey, kan? Ah, kamu sangat cantik, sayang."
Zuria kagum dengan Kelsey yang memang terlihat sangat cantik. Kelsey tersenyum gugup.
Weylin menatap matanya dan tidak mengatakan apa-apa.
Ansgar melotot pada Weylin seakan memperingatkan anaknya itu dan kemudian Weylin baru berkata, "Selamat datang."
Leana merasa bahwa pria itu sangat dingin tetapi dia kemudian membalas, "Kamu menawan seperti kata ibumu."
Leana tersenyum dan Weylin yang masih tahu sopan santun, mencoba membalas senyumannya.
"Oh, oke. Ayo masuk. Anak-anak kami juga ada di sini. Mereka juga ingin menyaksikan pertunangan ini."
Kelsey menggigit bibirnya kuat-kuat.
Weylin menatap bibirnya lalu dia merasa aneh. Dia gugup.
Mereka saling menatap tapi kemudian sama-sama mengalihkan pandangannya secara bersamaan. Mereka berpura-pura tidak menatap.
Di lantai dua, Arlen tersenyum. "Ini akan sangat menarik," katanya.
Keiran tahu apa yang dikatakan Arlen dan dia juga tersenyum lalu berujar, "Ini akan menyenangkan. Pertunangan mereka."
Neal memandang mereka bingung. "Mengapa?"
"Apakah kamu tidak melihat itu?" Kata Keiran.
Neal menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak tahu apa maksudmu."
"Katakan padaku!" tanyanya lagi.
Keiran mengalihkan pandangannya dengan malas. Dia tidak mengerti mengapa kakak laki-lakinya lambat sekali berpikir.
"Kamu lebih tua dariku. Tapi kenapa kamu tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan mereka? Kamu bisa tahu dengan melihat mereka sekali," jelas Keiran.
Neal masih tidak mengerti dan berteriak, "Aku tidak tahu apa maksudmu. Bisakah kamu menjelaskannya dengan lebih jelas?"
Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca cerita Kelsey Lieven dan Weylin Malachy dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah mereka ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Maaf jika memang tidak sesuai yang diharapkan oleh para readers sekalian. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.
Kelsey sedang linglung berjalan di jalan raya sambil menggandeng tangan mungil Aiden.Wanita itu pun mengajak Aiden untuk duduk di halte bus tanpa mengetahui bus akan datang. Aiden kecil tidak berani bertanya, dia hanya menebak jika mamanya dan orang tua Gerald tadi bertengkar.Aiden bahkan hanya bisa menghapus air mata yang jatuh membasahi pipi mamanya tanpa banyak bertanya. Anak kecil yang dua hari lagi akan segera berusia lima tahun itu menatap wajah sang mama yang mulai terlihat pucat. Dan semakin kaget ketika melihat tubuh mamanya roboh dan jatuh ke lantai. Kelsey tak sadarkan diri. Aiden berteriak, "Mama. Mama kenapa? Mama, bangun, Ma. Mama." Aiden melongok ke semua arah dan tak ada orang yang kebetulan lewat sana. Aiden langsung saja meraung-raung sambil masih berusaha membangunkan mamanya. "Kenapa Mama tak mau bangun? Mama, bangun. Aiden takut, Ma," ujar Aiden dengan terisak-isak. Tiba-tiba saja, dia teringat tentang pesan Paman Weylin dan langsung mengambil inisiatif
"Menurut saya masih belum cukup, Tuan. Mungkin Anda harus lebih tegas membatasi hubungan dengan Nona Danielle agar dia tidak lagi mengganggu Anda," ucap Darren. Weylin terlihat berpikir sebentar, dia lalu berkata, "Menurutmu apa yang harus aku katakan?" "Akan lebih baik jika Anda mengatakan saja jika Anda sudah memiliki orang yang menarik hati Anda, sehingga dia akan berpikir jika dia tidak memiliki kesempatan lagi," jelas Darren. Weylin mengangguk mantap, "Baiklah. Akan aku lakukan. Aku tidak mau jika dia mengganggu hubunganku dengan Kelsey." Darren, "..." Weylin menggaruk telinganya yang tidak gatal, "Maksudku, hubunganku dengan Aiden." Darren pun hanya bisa tersenyum. Keesokan harinya, sebelum dia menjemput Aiden untuk mengantarkannya ke sekolah, Weylin benar-benar menemui Danielle setelah sebelumnya dia menghubunginya terlebih dahulu untuk mengetahui di mana posisi wanita itu. Danielle langsung saja menyambut Weylin dengan senyum ramahnya, "Aku tahu kau pasti akan ke sini.
"Sialan, apa maksudmu?" ucap Danielle dengan tatapan merah menyala. "Sadar diri jika Tuan Weylin tak akan pernah menyukai Anda meskipun Anda berulang kali naik ke ranjang Tuan Muda," ujar Darren santai. "BAJINGAN!" bentak Danielle kembali melayangkan tangannya tapi dengan mudahnya ditepis oleh Darren. Wanita yang juga pengusaha muda itu sudah tak bisa lagi menahan dirinya hingga rasanya dia ingin merobek mulut Darren, sopir kepercayaan Weylin. Dia sudah tidak peduli lagi akan pendapat Weylin jika dia tahu mengenai tingkahnya itu. Toh, Weylin tadi sudah mengusirnya. Dan ini pertama kali weylin menolaknya. Harga dirinya terasa terinjak-injak, tidak hanya oleh Weylin tapi juga Darren. "Sopir kurang ajar. Pergilah ke neraka!" ucap Danielle sebelum dia menendang Darren di bagian lututnya.Kali ini Darren tak bisa mengantisipasi dan terpaksa harus meringis karena tendangan itu mengenai lututnya yang pernah cedera saat kecelakaan beberapa tahun silam. Namun, pria itu tak sampai terjatu
"Apapun yang terjadi aku harus siap, Bibi. Lagi pula aku tidak mungkin bisa menyembunyikan Aiden lama-lama kan, Bi?" ucap Kelsey. Adriana menghela napas, tak mungkin dia mengkonfontasi Kelsey. Dia sudah cukup membuat keponakan tersayangnya itu kebingungan dengan sikapnya. Dia merasa bersalah. Dia seharusnya tidak menyalahkan Kelsey seperti tadi. Kalau dia mempertanyakan keputusan yang Kelsey buat, dia hanya akan mempersulit keponakannya dan juga cucunya itu kan? Sedangkan selama ini dia tahu mengenai perjuangan Kelsey sejak dia tiba di Leeds. Adriana yang menyadari jika dia telah melakukan kesalahan besar itu akhirnya berkata dengan suara pelan, "Maaflkan, Bibi." Kelsey terkejut mendengarnya, tak menyangka mendengar permintaan maaf dari sang Bibi.Dia pun membalas, "Aku yang harusnya meminta maaf pada Bibi. Aku yang membuat keputusan mendadak dan aku tahu pasti Bibi sangat kaget. Aku paham jika Bibi marah padaku." Adriana menggeleng pelan, benar-benar merasa bodoh karena telah m
Weylin berjongkok untuk mensejajarkan badannya dengan sang Putra. Aiden kecil menunggu penjelasan dua orang dewasa itu. "Aiden, kami tidak bertengkar. Kami hanya berbeda pendapat saja. Sekarang maukah Aiden masuk dulu ke dalam?" ucap Weylin lembut. Adriana terkejut, tak mengira jika Weylin akan bersikap seperti itu. "Baiklah, Paman. Aiden akan masuk lagi," jawab Aiden patuh. Setelah Weylin melihat Sang Putra sudah masuk ke dalam, pria itu langsung berkata, "Saya mohon. Anda sudah salah paham. Saya hanya ingin memperbaiki semuanya. Saya tahu memang saya sangat bersalah di sini. Jadi, izinkan saya untuk membuat semuanya kembali menjadi lebih baik." Adriana menghela napas dan menjawab, "Terserah kau saja. Tapi ingat, jangan sampai kau menyakiti Aiden." "Tidak akan, Nona Lieven," sahut Weylin. "Baiklah, mungkin saya lebih baik pulang dulu saja. Besok saya akan datang untuk menjemput Aiden," ucap Weylin lagi. Adriana membalas, "Hm." Weylin tak bisa memprotes, dia memang telah mela