Bab 8
Beraninya Kau Menampar BibikuRupanya Selena ikut bersama ayahnya, namun dia datang bukan untuk ikut membicarakan masalah kerja sama, melainkan untuk mencari Lerina. Dia ingin memberinya hinaan agar wanita itu enyah dari kantor ini. Selena tidak terima Lerina sebagai sekretaris Han Zoku.Saat Han menuruni gedung dengan lift pribadinya, Selena melihat tidak ada Lerina bersamanya. Dia kemudian naik dengan lift karyawan. Dia sudah bertanya pada resepsionis di lantai berapa ruangan Presdir Han Zoku berada.Selena keluar dari lift, dia mulai menyusuri jalannya. Kemudian dia melihat papan meja bertuliskan sekretaris. Selena tersenyum, "tidak sulit" gumamnya pelan.Dia menatap pintu Presdir Zoku Holding. Bila Lerina tidak ada di sini berarti dia di ruangan direktur. Seketika dia merasa marah. Beruntung sekali hidup Lerina bisa dekat dengan Presdir Zoku. Selena tidak akan membiarkan itu. Dia punya cara untuk menyingkirkan Lerina.Tanpa mengetuk dia langsung membuka pintu itu. Hal pertama yang di lihatnya adalah Lerina yang sedang memainkan ponselnya di sofa. Lerina menyipit. Mau apa Selena datang ke sini?Tap tap tap"Adakah seorang sekretaris sepertimu, di saat bosmu sedang meeting, Kau malah bersantai di ruangannya! Sangat tidak tahu malu, cih!" Selena melipat tangannya dan menatap jijik pada Lerina.Lerina tidak terpancing, "Adakah seorang tamu perusahaan masuk tanpa sopan santun ke ruangan Presdir? Sangat tidak beretika!" Gantian Lerina membalasnya."Hahaha! Untuk apa aku mengetuk pintu, kalau disini hanya ada seekor kelinci kecil yang kotor." Selena mulai mengeluarkan hinaannya, menjentikkan jarinya tepat di hadapan Lerina, seolah sepupunya itu tidak berarti apa-apa baginya."Dan Kau seperti lalat yang selalu menjilat kotoran bukan? Bahkan kotoran milikku, kalian nikmati hingga saat ini!" telak, Lerina membalasnya."Kurang ajar!" Selena mengepalkan tangannya, Lerina tetap tampak tenang. Harusnya dia marah bila di hina. Dulu Lerina sangat penurut dan berhati lembut dia sangat berperasaan, tapi sekarang dia tampak tenang, tidak terusik dengan kata-kata Selena."Sepertinya Kau menikmati hidupmu selama enam tahun. Oh ya, aku dengar kau bahkan masuk perguruan tinggi dan membeli apartemen, yah meskipun aparemen murahan, tapi untuk wanita sepertimu aku rasa sangat mustahil kau memilikinya, kecuali .., kau menjual dirimu. Hahaha!" Selena kembali mencibir dan tertawa puas. Dia bertekad akan merusak suasana hati Lerina kali ini."Ah, tidak kusangka ternyata kau begitu ngefans padaku, Selena. Sampai-sampai Kau tahu semua tentang diriku. Aku sangat berterima kasih untuk itu, penggemar!" Lerina sudah menutup ponselnya, namun dia tetap menahan diri untuk tidak marah di depan wanita licik ini."Cih! Siapa yang sudi jadi penggemarmu. Kau itu tidak lebih baik dariku, Lerina. Aku jadi curiga, kenapa kau bisa bekerja di sini. Jangan-jangan jau juga menyerahkan dirimu pada pemilik perusahaan ini, benar bukan?" Selena semakin sesuka hati, dia mengatakan apa saja yang ada di pikirannya."Apa jau pikir aku seperti dirimu, yang sejak remaja sudah rusak dan entah sudah berapa ratus pria yang menyentuh tubuhmu secara percuma.""Apa maksudmu?" tangan Selena terayun ingin menampar Lerina, dia tidak terima dengan perkataan sepupunya itu, meskipun benar adanya. Tangannya segera di tahan oleh Lerina."Kau!" Matanya nyalang menatap Lerina, menarik tangannya kembali."Heh, kau tersinggung dan aku benar, bukan?" Lerina tahu seperti apa Selena, bahkan ketika mereka masih tinggal serumah Selena bukanlah gadis suci, dia sering melakukannya dengan teman prianya."Brengsek kau Lerina!"BrughhhAaaaaDi saat Selena ingin menampar Lerina, dia terjerembab ke lantai, ada yang mendorongnya."Beraninya kau menampar bibiku!" Sean menatapnya tajam, dia menunjuk wajah Selena yang masih kesakitan.Lerina menarik Sean ke dekatnya. Dia takut Selena akan nekat dan menampar Tuan mudanya yang baru saja keluar dari kamar mandi.Selena menatap bergantian keduanya, mereka sedikit mirip, dan kenapa ada anak kecil disini? Selena cepat menyimpulkan sesuatu, dia bangkit berdiri meski bokong dan pinggangnya masih terasa ngilu."Aku mengerti sekarang, ternyata kau punya anak dari menjual diri. Bukankah kau belum menikah sampai saat ini? Hahaha!" Selena tertawa demi menutupi rasa sakitnya. Dia tidak akan mau kalah dari Lerina, "Tak kusangka Lerina, kau memiliki anak haram. Hahaha!""Tutup mulutmu, Selena! Pergi kau dari sini!" hardik Lerina. Selena semakin meracau tidak jelas menurutnya."Aku juga tidak sudi berada di sini, menghirup udara yang sama dengan wanita murahan dan tentu saja anak haram ini!" cebiknya.PlakLerina tidak tahan, Selena berani mengatakan Sean anak haram. Tidakkah Selena tahu anak ini adalah putra Presdir Zoku?"Kurang ajar!"Selena tidak terima ditampar oleh Lerina, dia akan membalasnya, namun Sean mendorongnya lagi sebelum tangan itu sampai.Dia terjatuh dua kali dan meringis kesakitan."Hahahahaha!""Sok jagoan! Hahahaha!" Sean meledakkan tawanya.Selena mengangkat tubuhnya perlahan, dia sadar sudah sedikit lama berada di ruangan Presdir Zoku. Jangan sampai Han melihatnya berada di sini, itu akan memperburuk citranya."Awas kalian! Aku akan membalasmu, Lerina! Aku akan menghancurkan hidupmu, dan kau anak kecil, tunggu pembalasanku!"BlamPintu tertutup dengan kasar hingga menimbulkan suara keras.Sial! Lerina tidak selemah enam tahun yang lalu. Dia melawan sekarang, apa karena dia sekretaris Han Zoku? Selena bertanya-tanya dalam pikirannya.AduuhhDia menyentuh pipinya yang terasa panas, Lerina terlalu keras menamparnya. Dia terus mengumpat di dalam lift."Akan kuhancurkan hidupmu, Lerina, takkan kubiarkan kau bahagia!"Tangannya terkepal erat.Ending Malam itu Lucia tertidur di sofa sedangkan Sean masih terjaga di dekat box kedua bayinya. Sean menoleh pada istrinya yang tampak kedinginan, ia pun berdiri dan menutupkan jasnya di tubuh Lucia.Malam itu Sean tidak tidur, ia fokus menjaga keduanya, mengabaikan rasa lelah yang mendera tubuhnya juga membiarkan Lucia terlelap, karena besok Sean harus ke perusahaan. Setidaknya istrinya istirahat dengan cukup. "Selamat pagi Tuan!" Seorang suster datang memeriksa keadaan si kembar."Pagi!" balas Sean.Suster tersebut menyentuh kulit Vin dan Van, "Sudah tidak demam, sebentar lagi dokter akan datang memeriksa." Suster tersebut keluar lagi.Sean melihat istrinya yang masih tertidur, dia melihat jam yang sudah menunjuk pukul tujuh. Sean akan tinggal sampai Lucia bangun, setidaknya di rapat kemarin dia sudah memperingatkan para staff untuk melapor padanya atas kebijakan Rain yang mungkin akan berpotensi merugikan perusahaan.Sean menunggu hingga satu jam kemudian Lucia bangun. Se
Vin Dan Van Demam Bibir Rain menyeringai saat menuruni anak tangga, ia sempat mendengar pembicaraan Sean dan Lucia. Entah apa maksudnya, keributan pasangan suami istri itu seolah menjadi hiburan baginya. Ke esokan paginya, Lucia masih mendiamkan Sean, ia hanya fokus kepada bayi kembarnya. Sean memaklumi hal itu, dia yang salah karena belakangan ini sering pulang terlambat. Wajar saja Lucia pasti lelah menjaga dua bayinya meski Vin dan Van bukan termasuk bayi yang rewel. Sean tetap membantu Lucia mengurus Vin dan Van sebelum berangkat ke perusahaan . Dia sengaja datang sedikit siang hari ini. "Aku pergi!" pamitnya pada Lucia yang hanya di balas dengan deheman, "aku janji akan pulang lebih awal," katanya seraya tersenyum, namun lagi-lagi Lucia hanya diam. Sean melangkah meninggalkan kamar dan ketiga makhluk pengisi hatinya. Di perusahaan baru saja di adakan rapat yang di pimpin oleh Rain. Padahal rapat itu di rencanakan oleh Sean kemarin, namun Rain mengganti jadwalnya atas
Ada Apa Dengan Rain? "Sana, pergi dari sini! Dasar mesum!" Alyona mengusir Dario yang sudah lancang memeluknya tadi."Nona, aku bisa jelaskan," kata Dario seraya mundur kebelakang, karena Alyona mengusirnya dengan sapu, "Aku sempat mengira anda laki-laki," ucap Dario mengklarifikasi."Alyona, tidak perlu pakai sapu, dia pasti pergi," kata Rivera pada putrinya. Alyona sangat kasar terhadap orang yang ia benci."Mom, pria mesum seperti ini memang pantas di kasari." Gadis itu tidak paduli, ia terus mengacungkan sapu ke arah Dario yang sudah keluar dari pintu utama. Dia sudah seperti tersangka."Sana, tidak ada yang sudi mempekerjakan orang mesum sepertimu!" ucap Alyona seraya memelototi Dario. Dia masih berpikir kalau pria yang berasal dari Milan Itu adalah pekerja di rumah kakek besar. "Siapa yang mesum?" Sean yang baru saja turun sempat mendengar ucapan adik sepupunya itu. Ia mengeryitkan dahi saat melihat Alyona menghardik temannya dengan gagang sapu. "Kakak, kebetulan sekal
Sudah Pelayan Mesum Lagi Berita duka baru saja datang dari Dellwood. Kakek Zoku dinyatakan meninggal dunia pagi ini. Pria yang paling banyak berjasa untuk keluarga mereka yang selalu memastikan keluarganya hidup dengan baik dan layak.Masing-masing keluarga sudah di hubungi oleh Ben sang asisten. Termasuk Han yang masih ada di Kota Milan. Kesedihan merayapi hati setiap jiwa yang terikat dengannya. Mendengar hal itu, Sean langsung mendatangi dokter untuk menanyakan perihal putranya yang akan melakukan perjalanan udara.Pesawat pribadi menjadi pilihan mereka, sore nanti mereka akan terbang dari Milan menuju Minnesota, di lanjut dengan perjalanan darat kurang lebih dua jam lagi.Keluarga Zoku di liputi duka mendalam akibat kepergian sesepuh mereka, Zoku.Banyak para pelayat yang datang, terutama dikalangan pengusaha bahkan ada yang dari luar negeri.Mereka bergantian memberikan salam penghormatan, mencium untuk yang terakhir kalinya. Sampai saatnya Kakek Zoku di antar ke per
Nasib Pernikahan Luisa Ludwig di vonis penjara selama dua puluh tahun atas percobaan pembunuhan juga kasus penculikan Lucia dulu.Dia memohon untuk di ampuni dan di keluarkan dari dalam penjara."Valdez, aku mohon keluarkan aku dari sini!" pintanya saat sidang kasusnya baru saja selesai.Valdez hari itu hadir bersama pengacaranya. "Kau tidak malu memintaku untuk mengeluarkanmu, ingat kesalahanmu Lud, hampir dua puluh tahun Kau pisahkan aku dari putriku. Sedangkan aku memperlakukanmu layaknya keluarga, di mana hati nuranimu?" Masih ada emosi di hati Valdez terhadap orang yang pernah sangat dipercayainya itu.Kini dengan mudahnya Ludwig meminta untuk di keluarkan dari penjara. "Val, aku punya alasan untuk itu," sela Ludwig seraya memikirkan alaaannya. "Karena Kau mencintai istriku sampai saat ini bukan?" potong Valdez hingga membuat Ludwig membulatkan matanya.Dia terhenyak mendengar jawaban Valdez, jadi dia tahu tentang perasaannya, "Kau salah, Val," sangkalnya, "It-itu tid
Luisa Lari! Balon-balon yang di dominasi warna biru tampak menempel di beberapa tempat, termasuk tangga hingga ke ujung, juga di dekat sofa dan di beberapa dinding, di tambah sedikit bunga hingga menambah keindahan ruangan tersebut. Di tengah ruangan itu terdapat karpet yang terhubung ke ayunan si kembar, juga beberapa foto mungil mereka tak lupa di tempelkan di sisi ayunan.Lucia akan di sulap secantik mungkin. Sebagai orang yang sangat berpengalaman, Luisa yang akan mendandani kembarannya itu agar terlihat semakin cantik saat menyambut dua keponakannya.Meski masih ada rasa canggung, keduanya tampak cocok. Mereka berdua sama-sama memiliki hati yang baik. Meski hidup bergelimang harta tak membuat Luisa sombong. Ia bahkan berencana membagi warisannya untuk Lucia nantinya."Lucia, aku tidak bisa mengungkapkan rasa bahagia ini karena menemukanmu," kata Luisa setelah selesai merias wajah kembarannya tersebut.Lucia mengulas senyum menanggapinya. "Maaf untuk hidupmu selama