Andini berjalan cepat meninggalkan kediaman Selir Agung Haira. Tak jauh dari sana, Putri Kecil sudah ditenangkan oleh pelayan senior. Demamnya sudah reda dan susunya juga sudah diminum. Saat ini, dia sedang dalam suasana hati yang gembira.Seorang dayang di samping menggoyangkan saputangan kecil untuk menggodanya sehingga membuatnya tertawa cekikikan. Tawanya begitu penuh semangat.Sayangnya ....Kedua tangan Andini tanpa sadar menggenggam erat. Dia memaksa dirinya untuk mengeraskan hati dan memalingkan pandangan. Permusuhan antara Selir Agung Haira dan Permaisuri sudah berlangsung lama. Dia tidak boleh ikut campur.Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah menyelamatkan orang. Yaitu, Selir Agung Haira benar-benar nekat ingin mencelakai sang Putri kecil, dia harus segera masuk istana untuk menyelamatkannya.Selain itu, dia tidak boleh berbuat lebih banyak lagi.Sekalipun ingin menolong, dia harus memastikan keselamatan dirinya lebih dulu, baru memikirkan yang lain. Setelah berjalan s
Akhirnya, hati Andini benar-benar membeku. Bahkan tangisan Putri Kecil tidak mampu menggoyahkan tekad Haira. Dia tidak tahu harus menasihati apa.Andini hanya bisa menarik napas dalam-dalam, menekan perasaan yang berkecamuk di hati, lalu bersiap memberi hormat untuk mohon diri.Namun, belum sempat dia bergerak, Haira kembali membuka mulut. "Kamu murid tabib sakti. Seharusnya bisa menemukan cara untuk membuat Andina tak sadarkan diri tanpa melukainya, 'kan?"Andini tak ingin terlibat dalam urusan ini. "Maaf, saya tak berdaya."Mendengar itu, Haira pelan-pelan mengangguk. Tatapannya jatuh pada pintu kamar yang tertutup rapat. Namun, dia seakan-akan bisa menembus pintu itu, melihat orang di luar."Kalau kamu nggak bisa, biar aku sendiri yang melakukannya. Hanya membuat seorang anak tertidur, apa susahnya?"Yang sulit justru membuat Putri Kecil tetap aman. Namun, jika Andini tidak mau membantu, Haira hanya bisa memakai cara-cara yang akan merusak tubuh Putri Kecil.Saat itu tiba, entah Put
"Melindungi diri?" Andini tak bisa menahan diri untuk tertawa dingin. "Racun di tubuh Putri Kecil baru saja dinetralisasi, tapi Selir Agung masih ingin meracuninya, membuatnya tampak sekarat. Itu juga disebut melindungi diri?""Hanya terlihat sekarat! Dia nggak benar-benar mati! Setelah menyingkirkan Permaisuri, nggak akan ada yang berani menyakiti Andina lagi!""Nggak ada yang berani? Di istana masih ada banyak selir. Atas dasar apa Selir Agung begitu yakin?"Haira sedikit tersinggung, suaranya tak sadar meninggi. "Kalau aku bilang nggak ada yang berani, ya memang nggak ada!"Andini tersenyum sinis. "Apa mungkin Selir Agung pikir dengan duduk di posisi Permaisuri, nggak akan ada yang berani menyakiti Putri Kecil?"Mendengar itu, wajah Haira menjadi suram. Dia tak menjawab.Senyuman semakin melebar di bibir Andini. "Jadi, Putri Kecil hanyalah alat bagi Selir Agung untuk menjebak dan menjatuhkan Permaisuri?""Kenapa memangnya kalau begitu?" pekik Haira dengan suara nyaring dan menusuk t
"Pasti Permaisuri, 'kan?" Haira tiba-tiba berkata demikian. Tampak jelas bahwa sosok yang muncul di benaknya sama dengan bayangan yang muncul di benak Andini.Andini hanya bisa menjawab jujur, "Saya hanya tahu Keluarga Wiryono memiliki banyak racun dari Lembah Raja Obat, tapi soal siapa yang memberi Putri Kecil racun, saya nggak bisa berspekulasi.""Pasti dia!" Mata Haira penuh kebencian. "Hanya dia yang ingin Andina mati!"Melihat Haira seolah-olah kehilangan kendali, Andini tak bisa menahan diri untuk menasihatinya, "Selir Agung, tuduhan meracuni Putri Kecil bukanlah hal sepele. Kalau nggak ada bukti kuat, bisa jadi akan berbalik menimpa diri sendiri."Mendengar itu, mata Haira langsung menatap Andini dengan tajam. Kebencian dingin yang tadi ada perlahan digantikan oleh akal sehat."Kamu benar," ucap Haira perlahan sambil menyuruh pengasuh membawa Putri Kecil keluar.Setelah semua orang meninggalkan ruangan, Haira menatap Andini dengan lembut. "Terima kasih atas bantuanmu hari ini, s
Sementara itu, Aiyla berdiri di samping, menatap Andini yang melangkah pergi dengan cemas. Keningnya pun tak sadar berkerut.Setelah berpikir sejenak, dia tetap merasa khawatir. Dia buru-buru berkata kepada Laras, "Aku juga pergi dulu!"Dia harus memberi tahu Kalingga soal ini.Saat Andini memasuki istana, matahari hampir terbenam. Sisa sinar senja di langit berwarna merah darah, memantul di atas jalan batu, membentuk retakan yang menyerupai jaring laba-laba berwarna merah.Andini melangkah di atas pola-pola itu, hatinya semakin gelisah. Dia buru-buru masuk ke kamar Haira, lalu melihat Harafah sedang berlutut di luar. Tubuhnya yang tua sedikit bergoyang, entah sudah berlutut berapa lama.Andini mengerutkan kening. Sementara itu, seorang pelayan masuk dan melapor. Tak lama kemudian, terdengar suara Haira memanggil. "Cepat biarkan Nona Andini masuk!"Seolah-olah baru menyadari kedatangan Andini, Harafah menoleh dan memandangnya. Andini menatapnya sejenak, lalu masuk ke kamar.Putri Kecil
Aiyla menarik Andini dan berbicara panjang lebar. Mungkin karena selama lebih dari sepuluh tahun di suku Tru dia selalu mengajak orang-orang di sekitarnya berbicara, jadi sekarang saat bersama Andini, dia selalu punya banyak topik untuk dibicarakan.Mereka berbicara tentang ternak di suku Tru, lalu beralih ke bintang-bintang di langit. Mereka juga membahas tentang kakak laki-laki yang memaksanya menikah demi aliansi, hingga membicarakan Kaisar Negara Darsa.Dalam pembicaraan itu, wajar jika kadang ada sedikit ucapan yang tidak sopan. Namun, untungnya tempat ini adalah Kediaman Pangeran Surya. Selama Surya pergi meninggalkan ibu kota, semua orang yang tidak relevan di kediamannya sudah disingkirkan.Bahkan jika ada yang mendengar obrolan mereka, itu sama sekali tidak masalah. Keduanya berbincang dari satu topik ke topik lain selama empat jam penuh dan Aiyla sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin pergi.Andini juga ingin membuat Aiyla tinggal lebih lama, agar malam itu mereka bi