Tuduhan besar sebagai anak tak berbakti baru saja dijatuhkan. Permaisuri mengira Surya tidak akan punya alasan lagi untuk membela Andini. Bagaimanapun, jasa melahirkan dan membesarkan itu tak terbayarkan.Di luar dugaan, Surya melirik Permaisuri sekilas, lalu berkata dengan tenang, "Aku rasa tindakan Andini ini termasuk menjaga martabat orang tuanya. Bagaimanapun, kalau terlalu menderita, itu bisa mengancam jiwa Andini. Kakak Ipar seharusnya memahami logika ini."Penderitaan yang telah dialami Andini pasti diketahui oleh kalangan istana. Tak seorang pun berhak mengecapnya sebagai anak durhaka.Wajah Permaisuri semakin menegang. Surya berani mempermalukannya di depan umum!Andini sendiri tidak menyangka Surya akan menantang Permaisuri di hadapan Kaisar. Melihat wajah Kaisar mulai murung, Andini buru-buru melangkah maju untuk meredakan situasi. Dia membungkuk untuk memberi hormat kepada Permaisuri, lalu berkata dengan lembut."Permaisuri mungkin belum tahu, sebelum nenek saya wafat, beli
Safira menoleh menatap Surya. Alisnya sedikit berkerut karena kesal. Hanya seorang pangeran yang hilang selama delapan tahun, tidak punya kekuasaan maupun pengaruh, tetapi kini berani bersikap angkuh di hadapannya?Saat itu juga, Safira bertanya dengan suara rendah, "Paman, maksudmu apa? Kamu mau bilang aku memfitnah Andini di hadapan semua orang?"Nada bicaranya bahkan mengandung ketidakpercayaan.Andini mengernyit pelan. Safira ini sungguh pandai berakting.Meskipun Surya jarang melihat Safira, satu pandangan saja cukup untuk membuatnya tahu betapa manja dan semena-menanya gadis ini. Hal itu semakin meneguhkan kepercayaannya pada Andini.Tatapan Surya yang memang sudah tajam, kini diliputi kemarahan, membuatnya tampak semakin mengintimidasi."Kalau begitu, coba katakan. Kamu ini satu-satunya putri Kerajaan Darsa. Kenapa harus menyajikan teh pada Andini?" Suara Surya dingin dan menusuk. Tatapannya melirik pakaian Andini.Dia lanjut bertanya, "Coba jelaskan, kalau memang Andini yang me
Pikiran Andini seketika kembali ke tiga tahun yang lalu. Dua kenangan seakan-akan bercampur menjadi satu secara aneh.Satu-satunya perbedaan adalah tiga tahun lalu, Dianti secara tidak sengaja menjatuhkan cangkir. Kali ini, Safira justru sengaja menjatuhkan cangkir untuk menjebaknya.Namun, dia bukan lagi Andini yang tiga tahun lalu. Andini yang dulu hanya bisa panik dan memohon saat difitnah. Cara itu sama sekali tidak berguna.Kini, dia dengan tenang menatap langsung tatapan provokatif sang putri, bahkan bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis."Putri mengira para nyonya dan nona yang hadir di sini buta? Bagaimana dengan Permaisuri? Putri juga mengira Permaisuri buta?"Tindakannya yang menuduh secara terang-terangan seperti ini jelas-jelas tidak menghormati para wanita terhormat yang hadir hari ini! Padahal, di sini bahkan ada istri perdana menteri!Safira tampaknya tidak peduli sedikit pun. Lagi pula, Andini berdiri membelakangi para tamu wanita. Bisa saja mereka tak melihat jel
"Benar-benar kamu!" Mata Safira langsung berbinar saat melihat Andini. Dia menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan niat jahat, lalu melanjutkan, "Pihak Keluarga Adipati bilang kamu ternyata putri kandung mereka? Jadi, sekarang margamu Biantara atau tetap Gatari?"Andini menunduk, tak menatap Safira. Dia menjawab dengan hormat, "Saya sudah memutus hubungan dengan Keluarga Biantara. Apa pun marga saya, ke depannya nggak ada hubungan lagi dengan mereka.""Oh, begitu ya?" Safira pura-pura terkejut. Seakan-akan tak tahu apa-apa, dia berpaling ke arah Permaisuri. "Ibu, waktu itu Ibu bilang Nyonya Kirana jadi gila karena histeria. Apa jangan-jangan karena Andini memutus hubungan keluarga, jadi beliau terpukul dan akhirnya begitu?"Mendengar itu, jantung Andini langsung berdegup kencang. Gila? Masa sih? Meskipun waktu itu Kirana bertingkah sangat aneh, Keluarga Biantara punya tabib pribadi. Masa iya bisa sampai gila? Andini pun mengernyit, pikirannya dipenuhi tingkah laku aneh Ki
Saat Surya kembali ke kediamannya, dia baru menyadari bahwa Pasukan Harimau sudah kembali.Mereka semua berdiri berjajar di luar aula utama, sementara Andini memandangi mereka satu per satu dengan mata memerah.Surya merasa heran. Dia melangkah pelan mendekat, lalu bertanya dengan suara dalam, "Ada apa ini?"Kino tersenyum tanpa daya. "Andini takut kami disiksa, jadi dia memeriksa kami satu per satu!"Begitu ucapan itu dilontarkan, semua orang langsung tertawa.Andini justru menatap mereka dengan serius. "Kalian tertawa apa? Rangga itu kejam sekali kalau sudah menyiksa orang! Aku pernah lihat sendiri!""Itu tergantung siapa orangnya." Suara Surya terdengar lebih lembut. "Kalau menghadapi musuh, kita memang selalu keras. Tapi kalau sesama, itu lain cerita."Mendengar itu, Andini terlihat kaget. "Sesama?" Bagaimana bisa Rangga dianggap sama dengan mereka?Surya melanjutkan, "Sama-sama menjabat sebagai jenderal di bawah satu kekaisaran, tentu saja dianggap orang sendiri. Belum lagi, kalau
Surya tertegun sejenak. Hanya sebuah acara penyambutan, kenapa harus membawa Andini masuk ke istana? Andini sangat tidak menyukai hal-hal rumit semacam ini.Dia hendak menolak. Namun, sebelum sempat berbicara, Kaisar sudah lebih dulu berkata, "Lihat ekspresimu itu. Menurutmu aku akan memakannya?"Melihat Kaisar tampak mulai kesal, Surya segera memberi hormat dan menjawab, "Baik, aku akan membawanya."Sementara itu, di jalan keluar istana, Kalingga dan Rangga berjalan berdampingan. Satu di kiri, satu di kanan.Dari awal sampai akhir, wajah Rangga tetap dingin, tatapannya lurus ke depan. Sementara Kalingga sesekali meliriknya, seolah-olah ingin berbicara, tetapi menahan diri.Akhirnya, Rangga tak tahan dan membuka mulut. "Kalau ada yang mau dikatakan, katakan saja. Jangan ragu-ragu seperti wanita."Nada suara Rangga datar seperti biasa, tetapi membuat sudut bibir Kalingga membentuk senyuman kecil. Dia berkata, "Kakak nggak seharusnya meragukanmu."Rangga melirik ke arah Kalingga, lalu me
Hanya dengan satu helaan napas itu saja, ketiga pria yang berada di dalam aula langsung merunduk, menyembunyikan perubahan emosi di mata mereka.Hati Kalingga dan Rangga pun sama-sama mencelos. Ucapan Kaisar tadi menandakan satu hal yang sangat jelas, yaitu dia sudah mulai berpikir untuk menyingkirkan Andini.Namun, baik Kalingga maupun Rangga tidak bisa berkata apa pun untuk membela Andini saat ini. Kalau mereka mencoba melindunginya, justru akan membuat Kaisar merasa bahwa mereka berani menentangnya demi seorang wanita dan itu hanya akan menambah kebenciannya.Aula menjadi hening. Pandangan Kaisar terus berpindah dari Rangga ke Kalingga, sebelum akhirnya dia membuka suara, "Kali ini saja, jangan sampai terulang. Bubar!""Baik." Keduanya langsung memberi hormat bersamaan, lalu keluar dari aula.Setelah kedua bersaudara dari Keluarga Maheswara itu pergi, Kaisar baru menoleh ke arah Surya. "Kenapa? Ada yang ingin kamu katakan?"Surya melangkah maju dan memberi hormat, lalu berucap, "Kak
Setelah berkata demikian, Kalingga pun berbalik dan pergi. Dia tahu meskipun terus berbicara, semua itu tidak akan ada gunanya.Pasukan Harimau tidak ada di sini. Jika dia tidak bisa menyelamatkan mereka dari tangan Rangga, hanya ada satu jalan, yaitu menyelidiki kebenaran dan membersihkan nama Pasukan Harimau.Meskipun Rangga menyebalkan, ada satu hal yang dikatakannya dengan benar. Ada beberapa hal yang tidak bisa ditentukan olehnya sendiri.Di istana, ada begitu banyak orang yang mengincar Surya dan Pasukan Harimau. Dia tidak bisa memberi mereka celah sedikit pun!Penyelidikannya pun berjalan lancar. Kalingga mengirim bawahannya ke Desa Teluk Horta untuk menginterogasi para penduduk.Meskipun mereka tidak tahu siapa itu Surya atau Pasukan Harimau, setiap kali nama Arjuna dan saudara-saudaranya disebut, para penduduk langsung memuji tanpa henti.Akhirnya, Kalingga membawa beberapa saksi ke ibu kota. Tak disangka, Rangga sudah lebih dulu menyelesaikan penyelidikannya dan memberikan la
Melihat Rangga mendekat, para penjaga buru-buru memberi hormat. "Salam hormat, Jenderal Rangga."Rangga hanya melirik sekilas wajah Kalingga yang tampak suram, sebelum akhirnya menoleh ke para penjaga sambil bertanya, "Kakakku ingin masuk, kalian berani menghalanginya?"Mendengar itu, penjaga itu langsung menyingkir. "Sa ... saya nggak bermaksud begitu."Rangga mendengus dingin, lalu melangkah masuk ke penjara bawah tanah dengan langkah lebar. Kalingga tentu saja segera mengikuti dari belakang.Udara di dalam penjara sangat busuk. Lembap, panas, bercampur bau busuk yang menyengat dan amis darah, cukup membuat siapa pun mual.Namun, Rangga tampaknya sudah terbiasa dengan bau seperti ini. Dia langsung berjalan menuju meja yang tidak jauh dari sana, duduk dengan santai, menuangkan teh ke dalam cangkir, dan menyodorkannya kepada Kalingga."Kenapa Kakak datang sepagi ini?" tanya Rangga.Tatapan Kalingga tidak pernah setajam dan sedingin ini sebelumnya. "Orangnya di mana?"Begitu mendengar n