LOGINSurya benar-benar cemas sampai hampir kehilangan kendali. Dia takut kalau dirinya tak sanggup menahan lagi, batu raksasa itu akan jatuh dan menyeret Andini mati bersamanya.Tubuhnya yang tadi sudah hampir mencapai batas, entah dari mana, tiba-tiba meledakkan tenaga baru. Dia berhasil mengangkat batu itu sedikit ke atas.Namun, Andini tak menyadarinya. Melihat darah mengalir di tubuh Surya, hatinya terasa sakit tak tertahankan. Dia juga tahu, untuk menyelamatkan Surya, dia harus memecahkan teka-tekinya terlebih dahulu.Maka, dia buru-buru bertanya, "Teka-tekinya di mana?"Surya mengerutkan kening, memandang ke arah dinding batu di sampingnya. "Di sana."Baru saat itu Andini melihat ada sesuatu terukir di dinding batu tak jauh dari situ. Dia merunduk keluar dari bawah batu besar, mendekat ke dinding, dan memperhatikannya dengan saksama.Di permukaan batu giok kehijauan itu, relief ratusan jenis tanaman obat tampak samar di bawah cahaya biru pucat yang berkelap-kelip. Ujung jari Andini me
Andini tak kuasa menahan keterkejutannya. Dia refleks menoleh ke arah Kepala Lembah Raja Obat, melihat wajahnya yang suram. "Sudah kuduga, dia memang nggak bisa menahan diri lebih lama lagi!"Andini akhirnya tak tahan untuk bertanya, "Tempat seperti apa penjara batu itu?"Mendengar pertanyaannya, Kepala Lembah Raja Obat menatap sekilas ke arah Andini tanpa menjawab.Sebaliknya, pelayan di sampingnya yang menjelaskan, "Nona, penjara batu itu adalah sebuah mekanisme yang dibuat oleh Kepala Lembah bertahun-tahun lalu. Itu juga merupakan rintangan terakhir sebelum keluar dari lembah. Siapa pun yang masuk ke penjara batu harus memecahkan teka-teki yang dibuat oleh Kepala Lembah untuk bisa melewatinya.""Kalau nekat menerobos tanpa menyelesaikannya, batu-batu besar di dalam penjara itu akan perlahan runtuh dan menindih siapa pun yang mencoba menembusnya sampai hancur menjadi daging lembek!"Ucapan pelayan itu membuat Andini sontak melompat dari ranjang. Dia segera menatap Kepala Lembah Raja
Saat Andini kembali sadar, dia sempat tidka bisa membedakan apakah cahaya di luar adalah fajar atau senja. Kepalanya masih terasa berat dan pikirannya kabur. Butuh waktu cukup lama sebelum dia benar-benar mengingat apa yang telah terjadi.Begitu sadar, dia tak tahan menggerutu, "Orang tua aneh itu ... kenapa menyalakan dupa pemikat di halaman sendiri?""Terserah aku mau apa!" Tiba-tiba terdengar siara di sampingnya. Andini terkejut dan baru menyadari bahwa Kepala Lembah Raja Obat ternyata duduk tak jauh darinya.Membicarakan orang di belakangnya tentu terasa agak memalukan. Andini mengusap hidungnya, lalu tiba-tiba teringat kata-kata yang sempat dia dengar sebelum pingsan. Hatinya sontak menegang. "Bagaimana dengan Pangeran Surya?"Kepala Lembah Raja Obat tampak sedikit terkejut. "Heh, baru bangun saja sudah ingat kekasihmu, nggak peduli sama tubuh sendiri. Rupanya hubungan kalian cukup mendalam, ya!"Andini dibuat bingung oleh ucapannya, tetapi dia segera teringat pada dupa aneh itu.
Mungkin karena menempuh perjalanan berhari-hari tanpa istirahat, Andini benar-benar kelelahan. Atau mungkin juga karena akhirnya bertemu dengan orang yang selama ini ingin dia temui, hatinya jadi tenang dan kedamaian itu membuat tubuhnya luluh.Malam itu, dia tidur sangat nyenyak hingga tak lagi bermimpi.Keesokan paginya saat Andini terbangun, langit di luar sudah terang benderang. Begitu dia membuka pintu, pandangan yang tersaji di hadapannya langsung membuatnya terpaku.Lembah Raja Obat terletak di jantung pegunungan yang diselimuti kerindangan. Di sekelilingnya menjulang tebing-tebing curam. Andini mendongak untuk menatap dinding batu yang tinggi menjulang. Entah kenapa, hanya dengan memandangnya, dadanya terasa sesak dan napasnya tertahan.Tepat saat itu, seseorang datang menghampiri. "Nona, Kepala Lembah memanggil," kata pria itu.Pria itu mengenakan jubah biru tua, pakaian yang sama persis dengan orang-orang yang membawa Abimana pergi tadi malam. Andini bisa menebak, itulah paka
Andini terpaku menatap Kepala Lembah, suaranya bergetar, "Kenapa ... Anda melakukan ini?"Kepala Lembah Raja Obat tertawa rendah. "Apa untungnya nyawa ditukar nyawa buatku? Itu justru rugi! Tapi kalau kamu tetap hidup, baru bisa bermanfaat untukku!"Selesai berkata demikian, dia berdiri dan berjalan menuju pintu, lalu menoleh dengan nada malas bercampur jijik. "Kebetulan sekali, kamu datang tepat waktu. Bawa gadis ini ke tempat mandi, cepat bersihkan! Busuk sekali, ckck."Suara penuh rasa jijik itu masih terdengar ketika Andini akhirnya menjatuhkan belati dari tangannya.Tubuhnya lemas dan lututnya kehilangan tenaga. Dia terduduk di lantai dengan napas tersengal-sengal. Sorot matanya kosong, seolah pikirannya belum sempat kembali dari ambang maut yang baru saja dia hadapi.Namun di saat itu juga, dari belakangnya terdengar suara yang sudah lama tak dia dengar."Andini."Suara itu rendah dan berat, sama seperti orangnya.Andini sontak menoleh. Di ambang pintu berdiri sebuah sosok yang t
Dengan kata lain, aturan itu memang dibuat khusus untuk Andini.Andini terdiam. Dia tahu betul, reputasi Kepala Lembah Raja Obat memang pendendam dan ingatannya tajam. Di Kota Runtung dulu, Andini pernah menyinggung lelaki tua ini. Ternyata, dendam itu disimpannya sampai hari ini. Kini, nyawanya yang berada di tangan sang Kepala Lembah seolah menjadi balasan yang tak terhindarkan.Melihat Andini diam, Kepala Lembah tertawa sinis. "Kenapa? Tadi kamu gagah sekali membela kakakmu, sekarang ketika waktunya menukar nyawa, malah ragu? Cepat tentukan pilihanmu, kamu ingin nyawa kakakmu atau nyawamu sendiri?"Andini mengangkat pandangan, menatap lurus pada Kepala Lembah, lalu berkata dengan tenang, "Mohon Kepala Lembah selamatkan kakakku. Nyawaku ... diserahkan kepada Anda."Mendengar hal itu, tatapan Kepala Lembah menggelap. Suaranya pun menjadi rendah dan berat. "Aku dengar, kakakmu itu nggak memperlakukanmu dengan baik. Tak kusangka, kamu masih sebaik ini rela mengorbankan diri demi dia."A