MasukSelama ada Surya di sisinya, Andini bisa merasa tenang, tak takut lagi pada bahaya apa pun. Di hatinya, seolah-olah tak ada hal di dunia ini yang tak bisa diselesaikan oleh Surya. Semua kesulitan dan rintangan seolah-olah akan sirna begitu saja di hadapan Surya.Namun, kalimat Kepala Lembah Raja Obat barusan akhirnya membuatnya sadar. Surya juga manusia biasa, bukan dewa. Dia pun bisa gagal, bisa terluka ... bahkan bisa mati.Atas dasar apa selama ini dia menganggap Surya pasti baik-baik saja? Atas dasar apa tadi dia dengan begitu yakin membantu Surya keluar dari penjara batu? Jika tadi Kepala Lembah Raja Obat tidak menghentikan mereka, Surya pasti sudah mati ....Pintu kamar terbuka. Kepala Lembah Raja Obat masuk sambil membawa semangkuk obat. Melihat wajah Andini yang muram, dia berkata, "Tenanglah. Nyawanya sudah nggak lagi terancam. Obat ini akan membuat tulangnya pulih sendiri dalam sepuluh hari."Obat-obatan di Lembah Raja Obat tentu yang terbaik di dunia.Andini segera berdiri d
Serpihan batu jatuh di antara pakaian mereka berdua. Seluruh tubuh Andini bergetar hebat. Antara rasa takut yang baru mereda dan kebahagiaan karena seseorang yang hampir hilang kini telah kembali.Air matanya tak bisa berhenti mengalir. Begitu banyak kata yang menyesak di dada dan tertahan di tenggorokan, hanya keluar sebagai isakan tertahan. Ujung jarinya mencengkeram kuat kain di dada Surya yang masih berlumuran darah, seolah-olah jika dilepaskan sedikit saja, lelaki di hadapannya akan lenyap.Melihat Andini seperti itu, hati Surya seolah-olah digerogoti serangga. Nyeri dan sesak. Dia mengangkat tangannya. Jari-jarinya yang berbau darah menyusup lembut ke helaian rambut Andini yang berantakan.Suara beratnya bergetar di tenggorokan, tetapi terdengar lembut seperti angin musim semi yang menyapu dedaunan. "Semua sudah baik-baik saja, jangan takut."Meskipun berusaha keras menutupi nada lemah dalam suaranya, Andini tetap mendengarnya. Dengan tersedu-sedu, dia mundur sedikit dari pelukan
Surya benar-benar cemas sampai hampir kehilangan kendali. Dia takut kalau dirinya tak sanggup menahan lagi, batu raksasa itu akan jatuh dan menyeret Andini mati bersamanya.Tubuhnya yang tadi sudah hampir mencapai batas, entah dari mana, tiba-tiba meledakkan tenaga baru. Dia berhasil mengangkat batu itu sedikit ke atas.Namun, Andini tak menyadarinya. Melihat darah mengalir di tubuh Surya, hatinya terasa sakit tak tertahankan. Dia juga tahu, untuk menyelamatkan Surya, dia harus memecahkan teka-tekinya terlebih dahulu.Maka, dia buru-buru bertanya, "Teka-tekinya di mana?"Surya mengerutkan kening, memandang ke arah dinding batu di sampingnya. "Di sana."Baru saat itu Andini melihat ada sesuatu terukir di dinding batu tak jauh dari situ. Dia merunduk keluar dari bawah batu besar, mendekat ke dinding, dan memperhatikannya dengan saksama.Di permukaan batu giok kehijauan itu, relief ratusan jenis tanaman obat tampak samar di bawah cahaya biru pucat yang berkelap-kelip. Ujung jari Andini me
Andini tak kuasa menahan keterkejutannya. Dia refleks menoleh ke arah Kepala Lembah Raja Obat, melihat wajahnya yang suram. "Sudah kuduga, dia memang nggak bisa menahan diri lebih lama lagi!"Andini akhirnya tak tahan untuk bertanya, "Tempat seperti apa penjara batu itu?"Mendengar pertanyaannya, Kepala Lembah Raja Obat menatap sekilas ke arah Andini tanpa menjawab.Sebaliknya, pelayan di sampingnya yang menjelaskan, "Nona, penjara batu itu adalah sebuah mekanisme yang dibuat oleh Kepala Lembah bertahun-tahun lalu. Itu juga merupakan rintangan terakhir sebelum keluar dari lembah. Siapa pun yang masuk ke penjara batu harus memecahkan teka-teki yang dibuat oleh Kepala Lembah untuk bisa melewatinya.""Kalau nekat menerobos tanpa menyelesaikannya, batu-batu besar di dalam penjara itu akan perlahan runtuh dan menindih siapa pun yang mencoba menembusnya sampai hancur menjadi daging lembek!"Ucapan pelayan itu membuat Andini sontak melompat dari ranjang. Dia segera menatap Kepala Lembah Raja
Saat Andini kembali sadar, dia sempat tidka bisa membedakan apakah cahaya di luar adalah fajar atau senja. Kepalanya masih terasa berat dan pikirannya kabur. Butuh waktu cukup lama sebelum dia benar-benar mengingat apa yang telah terjadi.Begitu sadar, dia tak tahan menggerutu, "Orang tua aneh itu ... kenapa menyalakan dupa pemikat di halaman sendiri?""Terserah aku mau apa!" Tiba-tiba terdengar siara di sampingnya. Andini terkejut dan baru menyadari bahwa Kepala Lembah Raja Obat ternyata duduk tak jauh darinya.Membicarakan orang di belakangnya tentu terasa agak memalukan. Andini mengusap hidungnya, lalu tiba-tiba teringat kata-kata yang sempat dia dengar sebelum pingsan. Hatinya sontak menegang. "Bagaimana dengan Pangeran Surya?"Kepala Lembah Raja Obat tampak sedikit terkejut. "Heh, baru bangun saja sudah ingat kekasihmu, nggak peduli sama tubuh sendiri. Rupanya hubungan kalian cukup mendalam, ya!"Andini dibuat bingung oleh ucapannya, tetapi dia segera teringat pada dupa aneh itu.
Mungkin karena menempuh perjalanan berhari-hari tanpa istirahat, Andini benar-benar kelelahan. Atau mungkin juga karena akhirnya bertemu dengan orang yang selama ini ingin dia temui, hatinya jadi tenang dan kedamaian itu membuat tubuhnya luluh.Malam itu, dia tidur sangat nyenyak hingga tak lagi bermimpi.Keesokan paginya saat Andini terbangun, langit di luar sudah terang benderang. Begitu dia membuka pintu, pandangan yang tersaji di hadapannya langsung membuatnya terpaku.Lembah Raja Obat terletak di jantung pegunungan yang diselimuti kerindangan. Di sekelilingnya menjulang tebing-tebing curam. Andini mendongak untuk menatap dinding batu yang tinggi menjulang. Entah kenapa, hanya dengan memandangnya, dadanya terasa sesak dan napasnya tertahan.Tepat saat itu, seseorang datang menghampiri. "Nona, Kepala Lembah memanggil," kata pria itu.Pria itu mengenakan jubah biru tua, pakaian yang sama persis dengan orang-orang yang membawa Abimana pergi tadi malam. Andini bisa menebak, itulah paka







