Masuk"Aku harus pergi sekarang!" Malam-malam, saat orang lain terlelap, Letha bersiap untuk pergi dari rumah yang telah Jasper sediakan. Perempuan itu mengendap-ngendap keluar dari kamar, melihat ke kiri dan kanan--memastikan jika bibi Teria sudah terlelap. Begituh Letha yakin, ia pun keluar dengan perasaan waspada. "Ah, syukurlah. Aku tidak ketahuan," ucap Letha setelah ia berjalan cukup jauh dari rumah tersebut.Segera Letha membawa langkahnya menuju halte bus. Menunggu bus yang sebentar lagi akan lewat saat ia melihat jadwal. Maka begitu bus datang, Letha naik, dan membawanya ke tempat yang sudah ia rencanakan. Yaitu, keluar kota. Desa yang lebih jauh dari tempatnya tinggal sekarang.Bahkan untuk tiba di sana, Letha harus menggunakan beberapa kendaraan umum, dan menghabiskan waktu lebih dari dua hari. Sehingga membuat Jasper yang semula tenang--karena hanya ia yang mengetahui keberadaan Letha, kini mulai panik saat ia mendapatkan kabar dari Bibi Teria yang mengatakan jika Letha t
"Letha, selamat menikmati masakanku! Dan aku minta maaf jika masakanku tidak sesuai seleramu," ujar Jasper setelah pria itu menghidangkan makanan di atas meja.Senyum merekah terukir jelas di wajah Jasper yang tampan. Pria itu begitu antusias dan ingin mengetahui apakah Letha menyukai masakannya atau tidak. "Terima kasih, Jasper. Kau sudah capek-capek memasak untukku," ucap Letha dengan seulas senyum tipis. Perempuan itu berusaha menghargai setiap usaha yang dilakukan Jasper untuknya. "Aku sama sekali merasa tidak repot, Letha! Jadi jangan terlalu sungkan," ujar Jasper hanya dibalas senyuman tipis oleh Letha.Setelahnya mereka mulai makan. Tapi Letha malah merasa mual. Perutnya seolah tidak menerima masakan Jasper. Hingga berakhir dengan ia harus bangkit menuju kamar mandi, dan memuntahkan semuanya.Jelas hal itu membuat Jasper khawatir. Segera ia menyusul Letha."Letha, apa yang terjadi?" tanya Jasper menatap Letha iba.Tidak langsung menjawab pertanyaan, Letha memilih kumur-kum
"Apa kau senang, Letha?" Jasper menatap Letha dengan antusias setelah mereka kembali ke rumah saat langit telah berubah warna menjadi jingga.Pelan Letha mengangguk. Seulas senyum tipis juga terukir di wajahnya.Sejenak Letha melupakan permasalahannya dengan Jaden."Aku senang, dan terima kasih, Jasper.""Aku senang jika kau senang, Letha." Pria itu tak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya karena bisa menghabiskan waktu berdua bersama Letha.Ia bahkan menjadi lebih serakah, dan berharap jika Letha benar-benar melupakan kakaknya."Kau bisa saja!" cetus Letha sambil geleng-geleng.Jasper terkekeh ringan, kemudian berdeham pelan untuk menetralkan perasaannya. Setelahnya pria itu menatap Letha lebih serius."Letha," panggil Jasper membuat Letha menoleh."Hemm?" sahut Letha pelan."Jangan merasa tak enak dengan semua perhatian yang kuberikan. Karena aku melakukannya dengan tulus dan tanpa paksaan," terang Jasper, tapi justru hal itu malah membuat Letha merasa terbebani.Perempuan itu
"Jasper, ini sangat merepotkanmu."Letha menatap Jasper dengan perasaan bersalah, sebab pria itu malah menyusulnya ke desa hanya demi memberikan uang cash sebagai pegangan."Aku bahkan melakukannya dengan senang hati, Letha!" ujar Jasper membuat Letha mendesah pelan. "Tapi, aku---""Sudah, jangan merasa terbebani," potong Jasper dengan cepat. "Aku tahu jika kau menggunakan uang dari kartu ATM-mu, maka Kak Jasper bisa mengetahui keberadaanmu," tambahnya."Meski begitu, aku masih memiliki pegangan," terang Letha benar-benar tidak ingin merepotkan Jasper. "Tidak apa-apa. Anggap saja ini sebagai uang saku untuk calon keponakanku!" cetus Jasper tak ingin ambil pusing. Lagi pula, ini bisa ia jadikan kesempatan untuk bertemu dengan Letha lebih leluasa.Letha kembali mendesah, lalu mengangguk, sebab tidak ingin terus memperdebatkan hal tersebut. "Letha, jadi bagaimana kabarmu?" Jasper kembali bertanya setelah keduanya diam dalam beberapa waktu."Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja,"
"Bisa-bisanya kau kehilangan istrimu!" Jaden baru saja tiba di ruang kerjanya saat Hazard mencercanya dengan makian.Entah sejak kapan pria paruh baya itu berada di ruang kerja anaknya. Jaden tidak tahu pasti. Sebab sebelumnya Hazard sudah mengirimnya pesan dan meminta dirinya untuk berkunjung ke mansion.Sayang, Jaden memilih untuk tidak menanggapi. Pria itu bahkan hanya membaca pesan tersebut dan tidak membalasnya. Pikiran Jaden terlalu penuh dengan sosok istri kecil yang tidak ia ketahui keberadaannya. Sehingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal lain, selain pekerjaan. "Jadi kau sudah mengetahuinya?" Jaden menggaruk pelipisnya yang tiba-tiba terasa gatal.Sebelumnya Jaden sengaja tidak memberitahu siapapun tentang ini. Tapi sepertinya ada seseorang yang telah membocorkan, dan Jaden merasa tahu siapa orang yang telah melakukan itu."Tentu saja! Mana mungkin hal sebesar ini tidak ayah ketahui," cetus Hazard tak habis pikir.Pria paruh baya itu lantas bangkit, berjalan ke
"Oh, Baby. Di mana kau?" Jaden hampir frustasi saat tak menemukan Letha di mana pun. Bahkan orang-orang suruhannya pun belum memberikan kabar tentang Letha. "Kau pergi ke mana sebenarnya?" gumam Jaden sambil mengendarai mobil tanpa arah.Pria itu benar-benar dibuat bingung, sebab tidak ada petunjuk apapun mengenai sang istri.Hari semakin larut, tapi Letha belum ditemukan juga keberadaannya. Sehingga membuat Jaden kalang kabut--khawatir jika terjadi sesuatu dengan Letha. Terlebih istri kecilnya itu tengah mengandung.Tidak memiliki pilihan, Jaden yang belum mendapatkan petunjuk lantas memilih untuk pulang ke rumah peninggalan ibunya. Sehingga pria itu langsung disambut oleh Bibi Ester yang heran--sebab tidak pulang bersama dengan Letha."Tuan Jaden. Saya pikir Anda pulang bersama dengan Nyonya Letha," ujar Bibi Ester dengan kedua alis yang saling bertautan. "Istriku menghilang. Dan kami belum menemukan petunjuk apapun." Jaden melangkah dengan gontai--melewati Bibi Ester yang langs







