Share

Perkenalan

“Makasih kang.”

“Sama-sama neng.”

Setelah membayar ojek online yang dinaikinya, Laras masuk ke dalam gedung. Sebelum menuju kantornya seperti sebuah kebiasaan kakinya berbelok dahulu untuk membeli caramel macchiato sebagai santapan sarapannya.

“Gue yang bayar. Janji gue kemaren.” seseorang menyenggol lengan Laras dan mengeluarkan kartu member dan selembar uang lima puluh ribuan.

“Thank you.” balas Laras seraya tersenyum pada Yudha.  

“Mau rontok badan gue Ras.” eluh rekan kerjanya itu.

“Kenapa?”

“Yakan dua hari ini gue handle kerjaannya Cita.”

“Ya gak apa lah, Yud. Itung-itung pahala.”

“Dia sakit apaan sih?”

“Gak tau, dia gak ada bilang gue.”

Laras memencet tombol lift, mereka berdua datang cukup pagi sehingga lift tidak terlalu ramai.

“Eh lu tau gak tiga orang karyawan yang datang semalem tuh ya katanya pegawai teladan di kantornya dulu, trus dipindahin ke sini karena bakalan bantu perusahaan kita.”

“Bagus dong, lo tau sendiri keadaan perusahaan kita belakangan ini hectic banget karena orang-orang tidak bertanggung jawab.”

“Tapi mereka ini kayaknya emang kelihatan professional banget. Keliatan gitu auranya. Hari pertama aja mereka udah repot banget gue liat bolak balik ruangan Pak Septa.”

Larasati mengangguk-angguk mendengar cerita Yudha. Setelah Pak Septa memperkenalkan tiga karyawan baru kemarin, Laras memang tak begitu memperhatikan mereka karena ketiganya sibuk di ruangan bosnya itu dan dia sendiri juga harus bertemu klien di luar kantor.

“Yakan biasanya kalau ada pergantian karyawangitu banyak yang harus diurus soal serah terima kerjaan, Yud.”

“Semoga emang bener kerjaannya ya Ras. Jadi kerjaan kita juga sedikit berkurang dan gak harus lembur terus.”

“Gue bahkan udah lupa rasanya pulang sore, Yud.”

“Benerrr.”

Kini mereka masuk ke ruangan kerja dan duduk di meja masing-masing.

“Hari ini Cita masih gak masuk?”

“Kangen lo?”

“Dih, kerjaan gue jadi banyak tau!”

“Bilang aja kangen ih.”

Tiba-tiba seseoerang menarik kursi putar mendekati Laras dan mendudukkan tubuhnya. Penampilannya sangat berantakan padahal ini masih pagi yang seharusnya semua orang akan terlihat segar dan rapi. Tetapi gadis ini sama sekali tak terlihat baik-baik saja dengan mata sembab bahkan bibirnya pucat.

“Laraaassss…” rengeknya.

“Lo kenapa?”

Yudha yang juga sadar akan kehadiran Cita segera merapatkan kursi untuk melihat apa yang terjadi pada rekan kerjanya itu.

“Gue putus sama Angga.” ucapnya dengan tersedu-sedu di pelukan Laras.

“Yaampun, gue kira apa. Yaudah sih paling besok juga balik lagi.”

“Nggak, ini beneran udah kelar. Dia selingkuh dari gue, Ras.”

“Hahaha apa gue bilang, Angga tu gak baik.”

“Sstt, gak boleh gitu.” Laras menepuk pelan paha Yudha dan menyuruhnya diam agar tak membuat Cita semakin menangis.

“Lo sih gak percaya gue Cit. Sesama laki itu bisa lihat mana yang emang baik atau emang mau main-main aja.” lanjut Yudha tak peduli membuat Cita semakin menangis tersedu-sedu, membuat rekan kerja yang lain beberapa kali melirik kearah kubikel mereka.

“Pagi semua..” ucap seseorang diikuti dengan dua orang di samping kanan kirinya menarik perhatian satu ruangan.

“Pagi Mas Jeffrian.” sahut Rena sang sekretaris Pak Septa yang tidak disukai oleh banyak pegawai disana karena keganjenannya.

“Pagi juga Mas Dean dan Mas Tyo.” sambung Rena lagi yang hanya dibalas anggukan oleh keduanya.

Cita yang tadinya sedang gelisah galau merana tiba-tiba merasakan ada angin segar yang masuk ke ruangan saat melihat tiga orang tampan yang asing di matanya. Dia langsung menyenggol lengan Laras membuat gadis itu meringis.

“Apa sih?”

“Siapa mereka?”

“Karyawan baru.”

“Kok lo gak bilang gue?”

“Yakan kemaren lo gak dateng.” jawab Laras yang kini heran dengan temannya itu sibuk memoles diri di depan cermin kecil meja kerjanya untuk merapikan penampilannya yang sangat berantakan.

Sesaat Laras sadar bahwa para karyawan baru itu juga sedang melihat ke arah dirinya dengan senyum di wajah mereka. Laras mencoba membalasnya dengan senyuman ragu seraya mengangguk pelan tanda perkenalan. Hanya satu orang yang tak terlihat tersenyum, wajahnya masih terlihat dingin sama seperti pertama kali ia lihat saat di lift kemarin.

“Mas Tyo, Mas Dean dan Mas Jeff pagi ini ada meeting penting dengan Pak Septa, jadi bisa langsung ke ruangan meeting ya Mas.” ujar Rena mengalihkan fokus ketiganya. Ucapan Rena yang menyematkan panggilan 'mas' pada ketiga cowok itu membuat Cita dan Yudha saling pandang lalu begidik geli.

“Pagi-pagi udah ada meeting nih?” tanya Dean.

“Iya mas.”

Ketiganya langsung bergegas melangkah ke ruangan meeting, begitu juga dengan pegawai lain sibuk dengan pekerjaan mereka di masing-masing meja kerjanya.

***

Jam menunjukkan pukul 12.10 yang artinya waktu istirahat untuk semua pegawai kantor. Begitu pula dengan Laras, Cita dan Yudha memilih untuk makan siang di kantin yang tersedia di lantai 7.

Setelah mengantre mengambil makanan, mereka bertiga bergegas mengambil tempat duduk yang biasa mereka tempati.

“Sini aja.” Cita menarik lengan Yudha untuk duduk berdampingan.

“Kenapa sih, biasanya gue disini.”

“Sini aja sejajar gitu duduknya.”

Yudha mengalah karena tarikan Cita sangat kuat untuk dilepaskan, terlebih lagi perutnya sudah keroncongan minta diisi. Sementara Laras dan Yudha bersiap untuk makan, Cita malah sibuk merapikan rambutnya dan menambah polesan lipstick pada bibirnya. Penampilannya kini sangat berbanding terbalik dengan keadaannya tadi pagi. Cita cepat-cepat menutup cerminnya saat melihat Tyo, Dean dan Jeff berjalan ke arah tempat duduk mereka.

“Hmm.. pantes. Ganjen banget lo kayak Rena.” sahut Yudha.

“Enak aja, gue lebih berkelas ya. Dia mah..”

“Hush!” potong Laras seperti mengetahui kata-kata apa yang akan diujarkan Cita.

“Guys, duduk disini aja. Kosong.” sahut Cita melihat ketiga cowok itu mendekat.

“Okeee..” jawab Jeff.

Ketiganya serentak memegang kursi di tengah tepat di depan Laras. Mereka memegang erat kursi tersebut dan tak ada yang mau mengalah.

“Hompimpa.” Jeff memberi saran membuat tiga orang di depan mereka bingung akan tingkah aneh mereka.

Tyo yang pertama melepas tangannya dari kursi merasa tindakan tersebut akan sangat kekanakan. Dia memilih duduk di depan Yudha membiarkan Dean dan Jeff yang sibuk melakukan batu- gunting-kertas masih memperebutkan kursi di tengah.

“Kursi kantin aja direbutin, gimana kursi jabatan.” bisik Yudha membuat Laras terkekeh tapi langsung terhenti melihat tatapan Tyo yang selalu terasa mengintimidasi baginya. Laras sampai mikir apa dia punya utang dengan lelaki itu sampai-sampai dilihatin sebegitunya.

Akhirnya batu-gunting-kertas itu dimenangkan oleh Dean dan menciptakan senyum dengan deretan gigi yang rapi di wajahnya, berbanding terbalik dengan Jeff.

“Lo pada mau duduk aja ribet ya.” ujar Cita.

“Duduk di tengah tu auranya positif, ya gak? Oh iya, kita belum kenalan secara resmi. Gue Dean.” Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Laras untuk berjabat tangan. Dean dapat dengan jelas melihat manisnya wajah Laras dengan matanya yang kecoklatan, tak heran dia memang memiliki garis keturunan Pak Danuarta yang katanya ada campuran darah Jerman.

Keenam orang yang berkumpul satu meja itu juga saling berkenalan satu sama lain.

“Kalian udah lama kerja disini?”

“Mau jalan 4 tahun.” Laras menjawab pertanyaan Dean.

“Oh, pantes. Kayaknya kalian bertiga akrab ya?”

“Akrab banget. Kita tu dari awal masuk udah bareng. Jadi udah kayak keluarga ya gak? Kemana-mana bareng, makan bareng, main bareng....”

“Bobo bareng gak?” Yudha memotong ucapan Cita membuat gadis itu nyaris aja melemparkan garpu miliknya. Kalau saja tidak mengingat ada Jeff di depannya dia sudah melayangkan benda tajam itu pada Yudha. Tapi dia harus menjaga image di depan Jeff dan kawan-kawannya.

“Kita termasuk anak lama disini, jadi kalau mau nanya apa-apa, tanya Laras aja.”

“Kok gue?” Laras melirik Yudha.

“Lo kan anak kebanggaan Pak Septa.”

“Oh iya? Kalau gitu nanti gue bakalan sering berhubungan sama lo ya Ras.”

“Tanya sama gue juga boleh, Jeff.”

“Kalau mau tanya makanan atau kopi kesukaan Pak Septa baru nanya Cita. Dia langganan disuruh Pak Septa.” Lagi-lagi ucapan Yudha membuat Cita naik darah. Bukan hal baru bagi Laras untuk melerai kedua temannya ini yang selalu bertengkar kalau bertemu.

“Btw gue penasaran, kok kalian mau sih dipindahin ke kantor ini. Gue denger jabatan kalian di kantor lama udah enak ya?”

“Ya ini buat nambah pengalaman dan jaringan kita aja Yud.”

“Nama perusahaan kalian dulu apa sih?” kini Laras yang penasaran sementara ketiganya terdiam menimbang apakah tak masalah menyebutkan nama perusahaan mereka.

“Cakra Danuarta Group”  jawab Tyo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status