Share

Dia Larasati

“Pagi ceu”

“Pagi neng Laras. Eh pagi-pagi udah datang. Dianter siapa neng?”

“Naik mobil sendiri ceu. Haykal sama kakek kan udah disini dari tadi malam.”

“Oh iya? Aduh eceu baru dateng jadi gak tau hehe.”

“Saya masuk dulu, ceu.”

“Mangga neng.”

Laras melangkahkan kaki ke sebuah rumah bercat putih tulang dengan desain interior lama menghiasinya. Sebelum masuk akan terlihat plat kayu yang sudah usang bertuliskan Panti Asuhan Teras Singgah. Langkah Laras langsung menelusuri bilik-bilik kamar untuk menyapa anak-anak panti.

“Teh Laraaasss..” sapa seorang anak laki-laki dengan bola di tangannya.

“Loh pagi-pagi udah mau main bola? Sarapan dulu atuh.”

“Iya teh, mau olahraga pagi biar sehat.”

“Kita mau main sama a’ Ekal.” seru lelaki yang satunya lagi.

“Udah beresin tempat tidur?”

“Udah teh.”

“Yaudah sana main.”

Laras mengacak gemas rambut kedua anak itu yang sudah tak sabar ingin bermain bola. Dia kembali melanjutkan penulusurannya mengamati anak-anak panti yang terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang sedang membereskan tempat tidur, menyapu kamar, mencuci baju, membantu bibi tukang masak di dapur dan lain-lain. Anak-anak panti disini memang dibiasakan untuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing agar terlatih mandiri.

“Sarah.” panggil Laras pada seorang anak yang mungkin usianya sudah menginjak 10 tahun.

“Iya teh?”

“Ini buku-bukunya udah selesai dibaca?”

“Udah teh, buku yang di rak ini udah selesai dibaca semua.”

“Oh yaudah kalau gitu nanti teteh pinjemin buku baru lagi ya.”

“Iya teh, oh iya teh banyakin buku tentang horror dong.”

“Kamu suka horror? Emang gak takut?”

“Iya suka, sama yang detektif-detektif gitu juga seru.”

“Yaudah hari ini kamu temenin teteh ambil buku ke tempat biasa ya, biar kamu bisa pilih sendiri.”

“Asyiiik, aku mandi dulu ya teh. 5 menit aja!” gadis kecil itu langsung menyerbu handuk dan ngacir ke kamar mandi membuat Laras terkekeh melihatnya.

Dia sangat senang melihat anak-anak panti semangat membaca buku makanya dia selalu menyempatkan untuk menggantinya setiap ada kesempatan untuk berkunjung kesini. Ya disini tempat Larasati tumbuh hingga beranjak dewasa. Disini dia menghabiskan waktunya bersama anak-anak panti lainnya belajar dan bermain bersama.

Walaupun saat ini dia tidak tinggal disini lagi, tapi dia selalu mengunjungi panti setidaknya dua kali dalam sebulan untuk membantu kakek mengurus keperluan panti. Panti asuhan ini memiliki arti yang sangat mendalam baginya, tempat yang bisa dikatakan rumah ternyaman dan keluarga terdekat yang pernah ia miliki.

“Haykal, kakek mana?” tanya Laras pada lelaki yang sibuk bermain bola dengan anak-anak kecil di halaman depan panti.

“Di belakang teh, ngebon mungkin.”

“Ulah main mulu atuh, batuin sana.”

“Hehe iya iya teh. Cil, ambil cil!” ucap Haykal sambil mengoper bola pada seorang anak laki-laki. Bocah itu mengambil operan bola dari Haykal dan langsung menendangnya ke arah gawang buatan.

“GOAAALLL..” satu tendangannya menciptakan goal dan membuat kehebohan.

Walaupun sudah menginjak bangku kuliah, Haykal tak kalah semangatnya dengan bocah-bocah itu. Sama seperti Laras, kehadiran Haykal juga selalu dinantikan anak-anak panti karena Haykal anaknya ramai dan menyenangkan. Saat ini Haykal berkuliah di Jakarta sehingga dia hanya bisa mengunjungi panti saat libur semesteran saja.

“Teteh angkat kamana?” tanya Haykal seraya mengelap keringat dengan kaos belelnya.

“Ke toko buku bentar mau pinjem buku lagi. Bilangin sama kakek ya.” jawab Laras yang kini sudah berada di atas sepeda bersama dengan Sarah di boncengannya.

“Dadaaaahh a’ Ekaal.” ujar Sarah seraya mengejek Haykal.

Laras mulai mengayuh sepedanya, suasana desa saat pagi hari selalu menenangkan. Makanya dia memilih untuk naik sepeda saja, lagi pula jarak toko buku tempat dia biasa meminjam buku tidak terlalu jauh dari panti.

“Morning Mang Jaja.”

“Hey yo, wassap neng Laras. Gutten morgen.”

“Asiik, ganti bahasa mulu tiap aku dateng kesini.”

“Iya dong, biar keren.”

“Mang, buku baru dong.”

“Siaaapp, mangga dipilih-pilih. All op this is ready.”

“Of mang pake f bukan p.” ledek Sarah.

“Yeeeuu sami wae.”

Laras terkekeh melihat kelakuan Mang Jaja sang penjaga toko buku Mentari yang selalu memiliki tingkah lucu dan terkadang aneh. Sebenarnya toko buku ini menjual buku-buku bekas tetapi juga menyewakan buku seperti novel dan komik. Toko ini juga menjadi tempat langganan panti asuhan Teras Singgah untuk meminjam buku secara gratis berapapun jumlahnya, tetapi Laras berinisiatif untuk sebulan sekali memberikan uang perawatan buku.

Saat memilih buku-buku yang akan dibawa ke panti, sesosok lelaki menarik perhatian Laras. Lelaki bertubuh tinggi dengan senyuman indah yang minggu lalu dia lihat, ternyata hari ini berkunjung lagi.

“Mang, dia siapa sih?” bisik Laras pada Mang Jaja yang sedang lewat.

“Oh, kemarin dia berkunjung kesini lihat-lihat, abis itu nyumbang buku neng, banyak banget. Hari ini dateng katanya mau renov saung itu biar orang-orang pada enak kalau mau baca buku sambil duduk-duduk nyantai. Dia juga mau rutin gitu nyumbang buku kesini. Itu lagi ngobrol sama Bapak.”

Laras manggut-manggut mendengar penjelasan Mang Jaja sambil memerhatikan lelaki yang kini tengah sibuk berbicara serius pada Pak Dadang, si pemilik toko buku Mentari. Sedikit terbesit rasa kagum dalam hati Laras mendapati lelaki muda memiliki sifat dermawan dan rasa peduli yang tinggi terhadap minat baca.

Tiba-tiba lelaki yang dilihatnya itu membalas tatapan Laras membuat gadis itu terlonjak kaget, dia seperti sedang kedapatan mencuri pandang. Laras buru-buru menyibukkan diri dengan memilih buku-buku dan bisa merasakan langkah seseorang mendekat. Bisa ia tebak itu bukan Sarah karena terdengar langkah yang cukup besar, dan yang pasti juga bukan Mang Jaja karena aroma parfum segar menggelitik hidung Laras.

“Sering kesini ya?” sebuah suara berat mengagetkan Laras, benar saja dia adalah lelaki yang dia perhatikan tadi.

“Hmm.. iya lumayan.”

“Beli buku atau..?”

“Ini buku-buku buat panti asuhan.”

“Ohh.. iya aku ada dengar dari Pak Dadang kalau toko ini rutin minjemin buku ke panti asuhan. Kamu pengurus panti?”

“Ya bisa dibilang gitu sih.”

Lelaki itu manggut-manggut sambil memerhatikan buku-buku yang dipilih Laras.

“Ada saran gak buku-buku apa yang kurang disini? Biar next time aku bisa pilihin buku yang bagus.”

Laras terdiam sebelum menjawab.

“Aku sih pilihin buku untuk anak-anak jenis buku yang menghibur tapi tetap ada unsur edukasinya. Mungkin bisa dibanyakin lagi jenis buku kayak gini.” Laras menunjukkan sejenis buku ensiklopedia modern dengan banyak gambar di dalamnya dan dengan info yang sangat mudah dipahami.

“Hmm.. oke. Oh iya kita belum kenalan, aku Jhony.” ujarnya seraya menjulurkan tangan.

Senyum lelaki itu mampu menghipnotis Laras dan membuatnya lagi-lagi terdiam sebelum menjawab.

“Larasati.”

***

Sementara itu di rumah tiga bujang ganteng menginap…

“Jeprii… kok lo pake boxer gue sih?”

“Ini punya lo? Yaudah sih pinjem.”

“Seenak jidat lo ya.”

“Gak boleh pelit ih, kita kan udah kayak keluarga.”

“Najis.” ujar Dean kesal. Baru satu minggu tinggal seatap sudah banyak saja tingkah Jeff yang membuatnya naik darah. Sementara Jeff yang baru bangun tidur itu hanya mesem-mesem tak merasa bersalah.

“Lo pada gak balik ke Jakarta?”

“Nggak lah males, emang lo mau balik Jeff?”

“Nggak sih, kali aja weekend gini lo pada kangen emak. Wiih nasi goreng siapa nih yang buat?”

“Tyo.”

“Gokil Pak Tyo calon suami idaman jago masak.”

Tyo tak menanggapi ucapan Jeffrian, kini dia sibuk dengan tabletnya sambil menyesap kopi hitam.

“Cuci muka dulu Jeff, lo ileran mau langsung makan.”

“Laper gue.”

“Buru sana, jorok lo.” Dean mendorong Jeff dan menyita piring yang sudah diisi nasi goreng. Dean yang sedari tadi sudah mandi dan wangi sangat risih melihat Jeff yang baru bangun dengan rambut berantakan malah mau langsung makan.

“Gue heran sama Dean, ternyata dia lebih cerewet dari emak gue.” bisik Jeff yang langsung duduk di samping Tyo sehabis dirinya mencuci muka.

“Justru gue yang heran sama lo, kok banyak cewek yang mau sama lo, kalau tau lo jorok begitu mereka mundur kali.”

“Gue mah gak mandi juga ganteng, De. Iri bilang bos.” jawab Jeffri terkekeh sambil memasukkan satu suapan besar nasi goreng ke mulutnya.  “Lo ngapain sih Pak?” sambung Jeffri melihat ke arah tablet Tyo.

“Kita hari ini ke panti asuhan tempat Laras ya.” akhirnya Tyo buka suara.

“Ngapain?”

“Cari tahu tentang Laras.”

“Ya kita kan emang udah tau Laras dulu tinggal di panti, kita juga udah tau sekarang Laras dimana. Ngapain repot lagi kesana?” tanya Jeff bingung.

“Banyak yang kita tidak tahu tentang Laras, bagaimana dia ditemukan, kenapa dia bisa di panti asuhan itu, lalu apakah dia masih ingat latar belakang keluarganya atau tidak. Saya juga menemukan banyak kejanggalan setelah melihat berita kasus kecelakaan Laras 18 tahun lalu.”

“Kejanggalan apa?” kini Dean yang bertanya.

“Berdasarkan informasi dari Pak Hendra, jasad Azalea tidak ditemukan saat kejadian kecelakaan dan tim terus mencari keberadaannya selama bertahun-tahun. Tapi saat itu media langsung menyebarkan berita bahwa Azalea dan orangtuanya tewas di tempat dan Pak Danuarta tak lagi memiliki ahli waris.”

“Jadi itu berita bukan langsung dari Pak Danuarta?”

“Media bilang itu pernyataan dari pihak keluarga, padahal Pak Danuarta sama sekali tidak angkat bicara karena terlalu terpukul atas kematian putra satu-satunya bersama menantu dan cucu kesayangannya. Bahkan saat itu kondisi kesehatan Pak Danuarta menurun drastis dan dia mempercayakan perusahaan dipegang oleh Pak Janu, sahabat dan orang kepercayaannya yang sampai saat ini menjabat sebagai wakil direktur.”

“Apa ini yang dimaksud bahwa ini bukan hanya permasalahan Azalea tapi juga permasalahan perusahaan?” tanya Dean yang langsung ditanggapi anggukan Tyo.

“Lebih aneh lagi karena kasus kecelakaan itu tidak diselidiki lebih lanjut, mereka menutup kasus dengan menyatakan bahwa itu murni kecelakaan tunggal.”

“Wah gokil, gak salah gue satu tim sama Tyo.” Jeff menepuk tangannya seraya kagum pada analisis Tyo.

“Yaudah buruan mandi lo Jepri, biar kita berangkat.”

“Kalau kamu lama, saya dan Dean pergi berdua aja.”

“Tyo, lo kok jadi jahat kayak Dean sih?”

“Hahaha mampus lo.” ujar Dean tertawa puas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status