Share

Garis Start

"Jadi kita nungguin Azalea disini nih?"

"Iya tungguin aja." Tyo menjawab pertanyaan Jeff yang sudah berapa kali menanyakan hal yang sama. Pasalnya Jeff protes karena belum tentu mereka mengenali wajah Azalea dalam sekali tatap. Selembar profil milik Azalea belum bisa dijadikannya sebagai patokan.

"Ingat, namanya Larasati, bukan Azalea." Dean menepuk paha Jeff yang duduk di sampingnya.

"Oke, jadi strategi kita apa nih?"

"Strategi apa?"

"Ya pertemuan awal tuh harus berkesan kan?"

"Menurut saya kita jangan terlalu kentara kalau tujuan kita disini untuk mendekati dia."

"Nah, pinter si Tyo. Semua ngalir aja Jeff. Kok lu ribet banget pake strategi segala."

"Kita juga kan harus tau dia itu orangnya gimana.. Nah dari pertemuan awal kita bisa tau langkah apa yang bisa kita ambil selanjutnya. Lo bedua sih jomblo, gak tau gimana cara deketin cewek. Udah pokoknya lo bedua ikut saran gue deh."

"Yaudah strateginya gimana Bambang?" tanya Dean tak sabar.

"Posisikan diri lo untuk terlihat oleh Azalea tanpa lo perlu memperkenalkan diri secara langsung. Ntar pas kita di kantor baru deh tu kenalan, jadi kayak ada semacam takdir yang menghubungkan bahwa kita dipertemukan lagi secara tidak sengaja."

"Takdir mbah mu!"

"Ye lo kalau dikasih tau suka ngeyel."

"Itu dia."

Ucapan singkat Tyo mampu mencuri fokus Jeff dan Dean yang tadinya hampir bertengkar. Mereka yang sedari tadi duduk di ruang tunggu lobby langsung memerhatikan seorang gadis yang baru saja masuk lewat pintu otomatis dengan setelan kerja warna peach yang sangat cocok dengan kulit putihnya. Rambutnya melewati bahu dengan sedikit gelombang dibagian bawah sangat cocok dengan wajah manisnya.

"Anjir, lebih cakep aslinya." ujar Dean pelan, untung saja tak terdengar oleh kedua temannya yang juga sedang terdiam.  

"Ehem, fokus sama tujuan kita." Tyo yang pertama sadar akan situasi segera mengintrupsi.

"Oke, nih kalian liat ya gimana caranya gue narik perhatian dia."

“Tunggu Jeff, lo yakin gak salah orang?”

“Nggak lah, yakin gue.”

Jeff bangkit dari tempat duduknya, merapikan setelan jas kerjanya dan mengekor langkah gadis itu. Langkahnya mulai menyamakan langkah Laras hingga kaki jenjangnya mampu mendahuluinya. Dengan sengaja dia menjatuhkan beberapa lembar file kerjaan yang sedari tadi ditentengnya.

"Mas, ini berkasnya jatuh." seru seorang cewek.

Jeff berbalik dengan senyum tampan yang tak perlu sebuah usaha baginya untuk dipamerkan, mungkin memang sudah dari orok lelaki ini dianugerahi wajah tampan.

Si cewek yang melihatnya langsung ingin berteriak tapi separuh tubuhnya meleleh tenggelam pada lesung pipi milik Jeff.

Sedangkan Jeff malah terkejut melihat orang yang mengambil berkasnya bukanlah Larasati melainkan mbak-mbak cleaning service yang kebetulan sedang lewat sambil memegang pel.

Jeff celingak celinguk mencari keberadaan Larasati yang ternyata dia berbelok ke arah coffee store dalam gedung kantor mereka. Sial, pikirnya.

Aksi gagal Jeff tentu saja jadi bahan tertawaan oleh Dean dan Tyo yang sedari tadi mengamati Jeff dari belakang. Dean sampai terpingkal sambil memegang perut, bahkan Tyo yang jarang tersenyum terlihat menahan tawa sambil pura-pura tak mengenal Jeff karena malu sendiri melihat tingkah lelaki itu.

"Gue duluan bro." Dean menepuk pundak Tyo dan segera berlalu ke arah coffee store. Dia segera menyusul Larasati setelah sadar akan kesempatan yang terbuang sia-sia oleh Jeffrian.   

Dia lihat Larasati tengah mengantre di depan bar order dan dia segera berdiri di belakang gadis itu sebelum ada orang lain yang datang. Tinggi Larasati hanya setinggi dada bidang milik Dean hingga dia dapat melihat dengan jelas puncak kepala gadis itu yang kini tengah sibuk dengan ponselnya.

Saat satu orang di depan Laras menyelesaikan pesanannya, gadis itu hendak melangkahkan kakinya mendekati bar order tapi Dean dengan sengaja menyalip dan langsung memesan.

"Mas, ice americano satu." ucap lelaki pemilik senyum manis itu. 

Di saat yang sama ponsel Larasati berdering tanda panggilan masuk hingga fokus gadis itu beralih sepenuhnya untuk menjawab panggilan telepon tersebut dan keluar dari barisan. Dia berbicara sebentar, tak lama dia pergi meninggalkan tempat itu tanpa sempat memesan kopi.

Dean yang memandanginya hanya bisa menarik napas dan melepaskannya kasar, sial gagal juga, pikirnya.

Sementara itu, Tyo tak ikut-ikutan untuk menjalankan aksi seperti teman-temannya. Dia memilih segera pergi ke kantor. Jadi kantor mereka yang baru ini berada dalam satu gedung yang di dalamnya terdapat beberapa perusahaan rintisan dan kantor yang dia tuju berada di lantai 7.

Beberapa kali dia gagal masuk ke dalam lift karena keadaan kantor sangat ramai saat pagi hari. Kebetulan lift yang satunya juga sedang dalam perbaikan hingga harus mengantre cukup lama untuk bergantian masuk ke dalam lift.

Tiba-tiba Larasati berjalan ke arahnya dan ikut menunggu di depan lift. Tyo mengamati pergerakan gadis itu yang terlihat beberapa kali mengamati jam tangan mungil miliknya. Akhirnya pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam dengan beberapa orang lainnya.

Laras hendak menekan angka 7 pada tombol lift tapi pergerakannya terhenti karena didahului oleh tangan Tyo yang juga menekan angka 7. Pintu lift yang hendak tertutup kembali terbuka karena ditahan oleh beberapa orang yang masuk rombongan membuat Tyo dan Laras terdorong ke belakang.

Karena lift yang cukup sesak seorang pria bertubuh besar menginjak kaki Tyo tanpa sadar karena dia sibuk bercerita dengan teman sebayanya sambil sesekali meneguk kopi di tangannya.

Tyo tak berbicara apa-apa, dia hanya menggigit bibirnya menahan rasa sakit. Tyo melirik ke arah kirinya karena sadar bahwa seseorang di sampingnya itu sedang meliriknya juga. Mata mereka bertemu beberapa detik sebelum keduanya mengalihkan pandangan satu sama lain.

"Maaf Pak, boleh tolong pencet nomor 10?" ujar Laras pada pria bertubuh besar itu. Lelaki itu menurut dan melepas kakinya pada kaki Tyo. Akhirnya Tyo bisa bernapas lega, sekali lagi diliriknya gadis itu. Bisa lihat bahwa Laras sedang mengulum senyum mungkin dia sadar bahwa kaki Tyo sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Akhirnya pintu lift terbuka di lantai 7, Tyo dan Laras keluar bersamaan. Tyo memperlambat langkah kakinya karena terlalu malu atas kejadian tadi. Dia sama sekali tak mengharapkan pertemuan seperti tadi.

"Morning baby!!!" sapa seorang lelaki menghampiri Laras.

"Emang hobi lo ya kalau gak bikin panik ya nyusahin."

"Hehe maaf ya Ras. Kalau gak ada lo, bisa mati berdiri gue pas presentasi nanti."

"Ini udah gue perbaikin semua."

"Thankyou baby, ntar gue traktir kopi ya babe." ujar lelaki itu sambil menggandeng lengan Larasati.

Tyo mengamati kedua orang itu yang berjalan masuk dan menghilang di balik pintu.

"Heh, dicariin taunya disini." sapa Dean tiba-tiba mengagetkan Tyo.

"Sial, apes banget gue hari ini." Jeff menyusul sambil memijat dahinya.

"Hahaha lu sih, drama banget Jeff. Kalau jadi ftv tu dikasih judul "Cintaku Kesambet Office Girl" ledek Dean membuat Jeff semakin cemberut. Pasalnya momen Jeff dan mbak office girl tadi tidak hanya sebatas itu saja, si mbak malah mimisan karena melihat Jeff dan akhirnya Jeff harus repot mengantarkannya ke ruang istirahat. Ada-ada saja emang.

“Maaf, apa benar ini dengan Pak Tyo, Pak Dean dan Pak Jeffrian?” tanya seorang lelaki secara sopan menyapa ketiganya.

“Iya benar.”

“Bapak-bapak semua dipanggil Pak Septa ke ruangannya.”

Mereka saling pandang seolah berkata, pekerjaan benar-benar sudah menunggu mereka. Maka disinilah garis start itu dimulai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status