"saya minta maaf karena sudah memeluk anda dengan lancang." Saat ini Arisa dan dokter Daniel memilih teras sebagai tempat mereka untuk berbincang.
Arisa tersenyum tipis. "Gapapa dok. Saya justru yang terima kasih karena dokter mau meluk saya." Ucapnya yang sedetik kemudian menyadari kesalahannya. "Eh, maksud saya bukan gitu dok. Anu..."
"Ahhaha, gak papa. Saya ngerti kok."
"Oh, iya dokter gak tugas?" Tanya Arisa setelah sadar dengan kehadiran pria itu di tengah jadwal dinasnya.
"Saya cuti setengah hari. Kebetulan juga hari ini tidak ada jadwal operasi." Dan kalimatnya barusan membuat keduanya kembali terdiam. Daniel masih merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Arisa.
"Maaf." Lagi-lagi Daniel meminta maaf.
"Gak papa dok. Udah takdirnya memang begitu. Walaupun gak bohong kalau saya masih gak bisa menerima." Ucap Arisa dengan tatapan kosong kedepan.
Daniel menatap Arisa dalam seolah gadis itu memiliki daya tarik yang membuatnya enggan mengalihkan tatapannya ke tempat lain.
"Bentar ya dok. Aku ambilin minum dulu." Arisa baru akan bangkit namun dengan cepat ditahan oleh Daniel.
"Gausah. Kamu duduk aja tenang. Gausah pusing mikirin tamu."
"Tamu kan...."
"Enggak untuk saat ini." Arisa menatap wajah Daniel yang lagi-lagi membuatnya merasakan perasaan aneh.
Dengan segera ia menepis tangan pria itu dan kembali menatap kedepan, atau kemana pun selain kearah pria itu.
"Kalau gitu aku balik dulu, ya. Maaf gak bisa tinggal lama-lama." Daniel segera bangkit dan berpamitan dengan Arisa.
"Saya yang makasih karena dokter udah luangin waktunya untuk datang kesini. Padahal Ayah saya cuma pasien, sama dengan yang lain." Balas Arisa sambil ikut mengantar Daniel menuju mobilnya.
"Gakpapa." Jawabnya singkat lalu masuk kedalam mobil dan langsung meninggalkan wilayah rumah Arisa.
-
Seminggu telah berlalu, dan hari ini adalah hari pertama Arisa bekerja sebagai sekertaris di perusahaan milik Nicky. Perusahaan yang bergerak di bidang peminjaman modal ini sebenarnya tidak begitu besar dan terkenal seperti perusahaan yang lain dengan bidang yang sama.
Tapi bukan berarti perusahaan ini menjadi tertinggal akan tertinggal tentang perkembangan soal modal dan saham. Karena di ruangan Arisa, terdapat layar yang terpajang di atas dinding dan menampilkan grafik dari saham perusahaan dan perkembangan soal kenaikan dari emas dan saham.
Arisa tercengan. Ia bahkan tidak berfikir bisa diterima bekerja disini dan sekarang dirinya sudah memiliki meja dan kursi sendiri di ruangan tersebut.
"Pagi mbak." Sapa Arisa pada wanita yang baru memasuki ruangan tersebut. Wanita tersebut terlihat lebih tua dari Arisa dengan perawakan yang tegas namun tenang. Pakaian yang digunakan juga sangat rapi, membuat Arisa refleks membenarkan pakainnya yang sebenarnya sudah rapih.
"Pagi. Kamu Arisa, bukan?" Tanya si wanita tersebut. Membuat Arisa refleks mengangguk.
"Eh iya mbak. Saya Arisa Nohara. Karyawan baru di kantor ini." Arisa segera merevisi jawabannya dengan ucapan agar tidak terlihat kurang ajar di hari pertama bekerja.
"Panggil Maya saja." Balas wanita itu singkat dan segera duduk di tempatnya. Membuat Arisa mengerjap dan memilih ikut duduk sembari menghela nafas pelan.
"Hari ini, saya ada jadwal meeting di luar dengan Pak Nicky. Kamu bisa mencatat poin-poin penting dari meeting hari ini dan apapun yang penting tentang informasi dari perusahaan ini yang bisa kamu sampaikan pada Pak Nicky saat ia sudah tiba di ruangannya.
Arisa yang mengira hari ini dirinya belum akan mendapatkan pekerjaan berat terkejut dan dengan buru-buru mencatat ucapan dari Maya.
"Mmm, maaf mbak. Bisa di ulangi, yadi saya harus ngapain?" Tanya Arisa sopan karena dirinya tidak menangkap datu katapun yang di ucapkan Maya.
Maya tampak tersenyum sambil mengubah posisi duduknya menjadi tegap.
"Ingat ya, Arisa. Menjadi sekertaris bukanlah pekerjaan yang mudah. Kamu tidak bisa menggunakan waktu luangmu untuk menghayal apalagi bermain ponsel. Karena kamu akan tiba-tiba diberi pekerjaan bahkan saat kamu baru istirahat sedetik. Jadi, kamu harus fokus dan tidak terganggu dengan apapun disekitarmu yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Bahkan saat kamu pulang pun kamu masih harus siap jika diminta soal pekerjaan." Jelas Maya tetap tenang membuat Arisa kagum dengan perawakan wanita itu.
"Baik mbak. Saya minta maaf." Arisa menunduk sopan karena sadar akan kesalahannya.
Wanita itu tersenyum. "Tidak masalah. Ini hari pertamamu dan bahkan saya tidak bisa menemanimu di hari pertamamu. Semoga kamu bisa bertahan ya." Jelas wanita itu dengan senyumnya yang teduh.
Arisa ikut tersenyum dan selanjutnya Maya kembali menjelaskan tugas yang harus dikerjakan Arisa untuk hari ini karena dirinya dan direktur ada meeting diluar sampai sore dan baru bisa kembali kekantor pada malam hari.
Tiba pada malam hari, Arisa masih sibuk mencatat sesuatu di jurnalnya ditempat duduknya. Padahal semua karyawan sudah pulang. Arisa belum mau pulang sampai Maya dan bosnya kembali kekantor. Setidaknya dirinya tidak mau terlihat seenaknya karena pulang duluan padahal tidak ada larangan kalau dirinya tidak boleh sebelum bos kembali dari meetingnya diluar kantor.
"Loh, Arisa. Kok kamu masih disini?" Arisa tersentak dengan suara sang bos karena terlalu serius dengan pekerjannya.
"Oh, selamat malam, Pak." Sapa Arisa dengan posisi berdiri tegak. Ia bahkan tidak sadar kalau dirinya bisa bergerak secepat itu.
Nicky mengangguk sambil memejamkan mata pelan. "Kamu kok masih disini?" Tanya Nicky kembali.
"Oh itu. Saya nungguin Bapak sama mbak Maya balik ke kantor, Pak." Jawab Arisa tanpa mengubah pandangannya dari Nicky.
"Loh. Maya gak ngabarin? Saya udah nyuruh dia pulang duluan. Saya juga udah nyuruh dia kabarin kamu." Jelas Nicky yang juga masih berdiri di tempatnya.
Arisa terbelalak dan dengan segera memeriksa ponselnya. Dan benar saja. Disana ada pesan dari Maya yang menyuruhnya untuk pulang tepat waktu.
Arisa lalu menyeringai memperlihatkan giginya. "Hp saya mode silent, Pak. Jadi saya gak dengar kalau ada pesan yang masuk."
Nicky menggeleng melihat kelakuan sekertaris barunya itu. "Yaudah. Kamu bisa pulang sekarang." Usul Nicky lalu berjalan menuju ruangannya.
"Bapak?" Tanya Arisa bingung karena melihat Nicky sudah membuka pintu ruangannya.
"Saya masih harus mengerjakan sesuatu. Berkas-berkas yang perlu di tandatangi, semuanya sudah ada di meja saya, kan?" Tanya Nicky lagi.
"Iya Pak. Saya sudah letakkan semuanya di meja Bapak."
"Bagus. Kalau begitu kamu bisa pulang sekarang." Jelas Nicky lalu memasuki ruangannya dan menutup pintu ruangannya. Tidak menyadari kalau Arisa masih berdiri di tempatnya.
Saat akan menandatangani berkas pertama, Nicky terkejut dengan suara ketukan dari luar pintu ruangannya, memperlihatkan Arisa dari jendela ruangannya. Matanya mengernyit bingung.
"Masuk." Ucapnya dan sedetik kemudian gadis itu memasuki ruangan tersebut. "Ada apa? Kok kamu belum balik?"
"Mmm, apa saya bisa tetap disini sampai pekerjaan Bapak selesai?" Tanya Arisa takut-takut. Dirinya bahkan tidak melewati pintu ruangan tersebut.
Nicky semakin mengernyit mendengar saran gadis tersebut. Padahal biasanya karyawan lain akan senang jika disuruh pulang.
"kenapa?" Tanya Nicky masih bingung. Padahal biasanya karyawan lain selalu ingin cepat-cepat pulang kerja, tapi gadis ini malah ingin menambah jam kerjanya."Saya juga gatau mau ngapain kalau di rumah." Jelas Arisa sambil menggaruk kepalanya.Nicky tampak berfikir. Ini bukan masalah dirinya memaksa Arisa untuk pulang. Tapi jangan sampai ada berita soal apapun yang ia tidak pernah ingin dengar. Apalagi di kantornya."Mmm, begini. Saya bukannya tidak ingin di temani. Tapi, bagaimana pun kamu dan saya berbeda gender. Dan saya tidak mau mendengar berita miring soal saya. Belum lagi kamu adalah temannya Ben. Jadi, kurasa kamu bisa mengerti maksud saya." Jelas Nicky yang sudah meninggalkan kursinya dan berdiri di samping meja kerjanya.Arisa meneguk liurnya. Ia lupa fakta kalau dirinya dan Nicky berbeda gender. Belum lagi status mereka yang hanya bos dan sekertaris. Dan di malam seperti ini tidak mungkin orang tidak curiga kalau melihat mereka masih berduaan di kan
Nicky berjalan memasuki ruangannya dan mendapati Arisa sudah sibuk di mejanya dengan 'to do list' yang ia tempelkan di sekitar meja dan layar komputernya."Eh, selamat pagi Pak." Sapa Arisa setelah menyadari kehadiran atasannya itu."Pagi." Sapa Nicky sambil tersenyum dan segera memasuki ruangannya sendiri dan menutup pintu ruangannya.Belum sempat duduk, suara ketukan pintu ruangannya membuat Nicky berbalik dan menyuruh yang di luar ruangan membuka pintu tersebut."Iya, ada apa?" Tanya Nicky yang kembali berjalan ke kursinya dan meletakkan tas kerjanya di atas meja."Hari ini mbak Maya tidak masuk kerja Pak.""Oh, kenapa?""Anaknya katanya lagi sakit, dan hari ini dia mau nganter ke rumah sakit." Jelas Arisa detail membuat Nicky mengangguk mengerti."Baik. Berarti kamu yang menggantikan dia, kan?" Tanya Nicky lebih ke memutuskan.Arisa mengangguk mantap. "Iya, Pak.""Kalau begitu kamu harus siap-siap karena dua
"Gue udah merhatiin dia sejak lama." Kalimat barusan membuat Arisa terbelalak kaget. Gadis itu menatap Ben dengan tatapan bingung. Selama dia memperhatikan pria itu, tidak pernah terlihat kalau pria itu menaruh perhatian sama dirinya. Dan apa? Barusan pria itu bilang kalau selama ini dia selalu memperhatikan dirinya? Nicky lalu membaca situasi saat itu. Memperhatikan Arisa yang tidak mengalihkan pandangannya dari Ben padahal Ben sudah mengalihkan perhatiannya ke minuman di hadapannya dan tanpa di suruh langsung menyeruputnya. "Manis. Kayak yang bikin." Ucap Ben sambil mengerling ke arah Arisa. Membuat wajah Arisa memerah karena malu. "Najis!" Sarkas Nicky dan beralih menuju meja kerjanya. Dan Ben hanya mengangkat bahu mengabaikan ucapan temannya itu. "Terus giman kerjaan lu? Nicky gak macam-macam kan?" Tanya Ben lagi membuat Nicky menatap sinis ke arahnya. "Lu kali yang suka macam-macam." Sahut Nicky membalas ucapan Ben. La
Hari ini Arisa kembali menemani Nicky meeting di luar kantor. Dan saat ini keduanya tengah makan malam di sebuah restoran tidak jauh dari tempat mereka meeting. Awaknya Arisa ingin menolak karena merasa tidak enak, tapi karena perutnya yang tidak bisa diajak kompromi dan menimbulkan suara yang membuat Nicky tersenyum menang, akhirnya keduanya berakhir di tempat ini. Arisa dengan tenang menyantap makanannya tanpa mempedulikan Nicky yang sudah memperhatikannya sejak tadi. Bahkan pria itu hanya menyuapi dirinya beberapa sendok saja. Sementara Arisa sudah makan setengah piring dari pesanannya. "Lu emang sedekat itu dengan ya sama Ben?" Tanya Nicky yang sepertinya tidak tahan untuk tidak menanyakannya. Mendengar pertanyaan tersebut membuat Arisa tersedak dengan makanan yang ia kunyah. Membuat Nicky terkejut dan buru-buru memberinya segelas minum. "Minum dulu, gih. Gitu aja kaget." Ledek Nicky setelah Arisa meneguk minumannya. "Maaf Pak, saya tidak
Malam ini adalah malam yang sudah sangat dinantikan oleh Arisa setelah hampir sebulan dirinya tidak memiliki waktu libur yang baik dan tenang. Dan akhirnya kali ini ia bisa berisitirahat dengan tenang karena sang atasan alias Nicky tidak memiliki jadwal lain di luar kantor, atau urusan rumah sakit yang masih harus dia selesaikan. Dengan posisi yang nyaman, dia berbaring di kasurnya sambil membaca novel karangan penulis kebanggannya setelah hampir setahun dibelinya namun belum pernah terbaca selembarpun. Namun pada lembaran kedua bacaannya, dering pada ponselnya segera menginterupsi kegiatannya dan dengan terpaksa sambil menghela nafas ia segera meraih benda tersebut dan langsung mengangkatnya tanpa melihat nama sang penelpon. "Halo!" Jawabnya dengan nada ketus yang tanpa sadar ia keluarkan. "Ris, sibuk gak?" Tanya dari seberang dengan suara yang sudah dihafal oleh Arisa. Arisa menghela nafas pelan sambil memejamkan matanya. K
Hari ini, Arisa terpaksa ijin tidak mausk kerja karena entah kenapa sejak semalam dirinya sudah merasa kurang sehat. Padahal paginya ia masih keluar untuk jogging. Dan saat ini ia hanya terus berbaring di tempat tidur karena kepalanya yang terasa sakit kalau dirinya memaksa untuk bangun. Bahkan untuk minum pun dirinya tidak sanggup. Jadi, iapun memutuskan untuk beristirahat seharian dan mengabaikan ponselnya yang ia letakkan di atas meja belajar yg jauh dari tempat tidurnya. Ketika ia bangun karena bunyi bel rumahnya, matanya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul 4 sore. Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, ia memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju pintu masuknya untuk memeriksa siapa tamu yang datang tanpa dia undang tersebut. "Dokter?" Tanya Arisa suara parau dan raut wajah menahan sakit kepalanya sambil menatap heran kearah Daniel yang sudah menatapnya heran. "Loh, Ris? Kamu sakit?" Tanya Daniel dan segera
Daniel meletakkan berkas-berkasnya dengan asal di atas meja kerjanya. Sejak ia bangun hingga saat ini, kejadian di rumah Ariaa terus saja mengusiknya. Dirinya tampak menyesali hal yang ia lakukan pada gadis tersebut. Tapi dirinya juga tidak bisa diam saja setelah gadis itu menjawab seolah memberinya tantangan. Daniel terus saja merutuki dirinya karena tidak bisa menahan diri di depan gadis itu. Padahal selama ini, ia sudah menahan diri untuk tidak terjerumus ke dalam hal tersebut. Tapi kenapa dengan gadis itu diriny justru lemah. Kejadian kemarin kembali terlintas di kepalanya. Padahal hanya sentuhan singkat, ia tidak menyangka kalau bekasnya akan terasa sampai sekarang. Gila. Daniel akhirnya mengaggap dirinya gila. Ia kembali berfikir, apa yang akan terjadi selanjutnya kalau dirinya benar-benar tidak bisa menahan diri? Lalu ia kembali teringat Arisa. Setelah kejadian tersebut, Arisa justru tidak mengatakan apa-apa. Bahkan ekspresiny
Daniel menghentikan mobilnya tepat di belakang mobil yang juga terparkir di depan rumah Arisa. Tapi bukannya langsung turun, Daniel justru tetap berada di atas mobilnya dan berniat menunggu sang empunya mobil muncul. Pria itu melirik jam di tangannya yang sudah menunjukkan waktu 20.15 malam. Apa Arisa sedang menerima tamu? Tapi tidak ada tanda-tanda kalau di rumah tersebut sedang menerima tamu karena bahkan lampu ruang tamunya pun tidak menyala. Atau mungkin hanya orang lain yang tidak sengaja parkir di depan rumah Arisa? Karena malas menerka-nerka, Daniel pun segera mematikan mesin mobilnya dan berniat turun namun terhenti karena sosok pria yang entah siapa keluar dari dalam rumah Arisa namun tidak ada Arisa di belakangnya mengekor. Daniel mengurungkan niatnya untuk turun dari mobilnya dan tetap memperhatikan pria itu. Entah kenapa ada rasa kesal di dalam dirinya saat melihat seorang pria lain yang keluar dari rumah gadis tersebut. Diriny