Home / Fantasi / QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan / Bab 6: Gunung Xuan — Arena Para Sekte

Share

Bab 6: Gunung Xuan — Arena Para Sekte

Author: Just B
last update Last Updated: 2025-06-20 18:10:07

Tiga hari kemudian, langit cerah membentang di atas gerbang utama Sekte Langit Timur. Wu Xuan berdiri bersama rombongan delegasi sekte, mengenakan jubah murid unggulan berwarna hitam-ungu dengan bordiran naga di lengan kanan — simbol bahwa ia adalah pewaris Qi Kuno, sekaligus Alkemis peringkat Perunggu yang diakui.

Di sampingnya berdiri Liang Chen (Tingkat Kultivasi: Alam Qi Murni – Tahap 4), wajahnya kaku, namun tidak lagi bermusuhan. Di belakang mereka, para murid inti dan alkemis muda bersiap membawa nama sekte ke arena paling ditakuti oleh generasi muda: Festival Gunung Xuan.

Bai Zhong (Alam Jiwa Langit – Tahap 9) dan Mo Lao sendiri memimpin rombongan. Di belakang mereka, para tetua pendamping dari berbagai aula — termasuk Hua Ranyi (Alkemis Emas – Menengah) — ikut serta.

Festival Gunung Xuan adalah ajang kompetisi utama yang diadakan sekali setiap lima tahun oleh aliansi sekte wilayah timur. Ratusan murid dari puluhan sekte akan berkumpul di puncak gunung, memperlihatkan bakat, kekuatan, dan keterampilan alkemis mereka.

Hari kedua perjalanan, rombongan singgah di sebuah dataran lembah untuk beristirahat. Wu Xuan duduk bersila di bawah pohon Qi Merah, menyelaraskan dua pilarnya yang telah aktif. Aura tubuhnya perlahan semakin padat.

Qi Kuno-nya kini mengalir tidak hanya dalam meridian, tetapi juga mulai menyusup ke tulang dan darah.

Pilar Ketiga — Pilar Naga Dalam: mulai bergetar lemah.

Tingkat Kultivasi Wu Xuan: Alam Dasar Qi – Tahap 5

“Jika aku bisa memadatkan pilar ketiga sebelum sampai di Gunung Xuan, aku mungkin bisa menembus Alam Qi Murni sebelum festival berakhir,” pikirnya.

Namun latihan itu terhenti saat rombongan tiba di kaki Gunung Xuan.

Di puncaknya, berdiri menara kristal raksasa dengan puncak menjulang ke awan. Puluhan bendera sekte berkibar di pelataran utama. Di antara nama-nama besar yang hadir:

* Sekte Api Perak: dikenal dengan murid berkemampuan bela diri dan penyerangan jarak jauh.

* Sekte Taman Bintang: sekte pengamat bintang dan ahli formasi langit.

* Sekte Pusaka Jiwa: sekte yang melatih teknik jiwa dan pengendali boneka roh.

* Sekte Pilar Obat Langit: sekte khusus alkemis, terkenal sebagai produsen pil penyembuh legendaris.

Sekte terakhir itu menarik perhatian Wu Xuan. Di hadapan gerbang mereka, berdiri seorang gadis mengenakan jubah hijau muda dengan simbol bunga lotus bersinar di dada kirinya. Wajahnya tenang, matanya cerah, dan di pinggangnya tergantung kotak pil kristal.

Namanya: Qian Ruo (Alkemis Emas – Pemula, Kultivasi: Alam Qi Murni – Tahap 6). Putri dari kepala Sekte Pilar Obat Langit, dan salah satu alkemis muda paling berbakat di wilayah timur.

Mata Qian Ruo bertemu dengan Wu Xuan. Sesaat, jimat naga di dada Wu Xuan bergetar samar — seolah merespons kehadiran sesuatu.

Qian Ruo tersenyum ringan. “Qi Kuno? Menarik.”

Wu Xuan hanya membalas dengan anggukan tenang.

Hari pertama festival dimulai dengan upacara pembukaan. Ketua aliansi sekte, Master Gonglie (Alam Roh Dewa – Tahap 1), menyampaikan pidato dari puncak menara kristal.

“Dunia telah memasuki masa pergolakan. Klan Iblis bergerak dari bayangan. Tapi dari antara kalian, pewaris cahaya akan muncul. Tunjukkan kemampuan terbaik kalian — baik dalam duel, formasi, maupun alkimia.”

Kemudian, layar raksasa di langit terbuka, menampilkan daftar kompetisi:

1. Duel antar murid inti (Alam Qi Murni ke bawah).

2. Uji formasi dan kecepatan pemahaman.

3. Kompetisi alkemis: peringkat Perunggu dan Emas.

4. Tantangan rahasia Menara Langit — hanya untuk peserta terpilih.

Nama Wu Xuan muncul dalam dua bagian: Duel Pemula dan Kompetisi Alkemis Perunggu.

Liang Chen menepuk bahunya pelan. “Kau benar-benar gila.”

Wu Xuan tersenyum. “Aku tak datang sejauh ini hanya untuk jadi penonton.”

Hari kedua, giliran pertandingan alkemis.

Dalam aula kaca raksasa, para peserta duduk di atas formasi api spiritual, dikelilingi tungku-tungku berisi bahan baku yang telah ditentukan. Para juri terdiri dari para alkemis tingkat Emas dan Kristal dari berbagai sekte.

Wu Xuan duduk bersila, dikelilingi aura ungu samar. Di hadapannya: akar Qi Delima, Esensi Giok Darah, dan Air Bunga Cahaya — bahan untuk membuat Pil Penajam Inti, pil Perunggu tingkat tinggi.

Di sebelahnya, Qian Ruo juga duduk tenang — bahan pilnya jauh lebih kompleks, karena ia ikut di tingkat Emas.

Perlombaan dimulai. Tungku menyala. Api spiritual membubung. Aliran Qi mewarnai udara.

Namun juri tak hanya menilai hasil pil, tapi juga teknik penyulingan, kontrol esensi, dan harmoni Qi.

Wu Xuan mulai menggabungkan bahan. Aura Qi Kuno menyatu dengan bahan seperti pusaran, membuat tanaman seolah patuh pada kehendaknya. Gerakan Wu Xuan tampak perlahan — tapi teratur dan lembut.

Setelah satu jam…

Drrrtt… Tungku terbuka. Sebuah pil perak bersemburat ungu menggelinding di atas nampan.

Salah satu juri, Alkemis Luo Tian (Alkemis Kristal – Dasar), menatap pil itu dalam-dalam. “Pil Penajam Inti — Kualitas: 91. Ini… kualitas tertinggi di kelas Perunggu hari ini.”

Beberapa murid dari sekte alkemis tampak terkejut. Bahkan Qian Ruo melirik ke arah Wu Xuan, matanya menyipit penasaran.

Hasil resmi diumumkan.

Juara Kompetisi Alkemis Perunggu: Wu Xuan – Sekte Langit Timur.

Malam harinya, Qian Ruo mendekati Wu Xuan di taman dalam.

“Qi milikmu… berasal dari warisan zaman kuno, ya?”

Wu Xuan tak menjawab langsung.

“Aku mengenal aroma itu,” lanjut Qian Ruo. “Ayahku pernah bilang, hanya satu jenis Qi yang bisa membuat bahan alkimia ‘menunduk’… Qi Naga Dewa.”

Wu Xuan menatapnya. “Lalu, apa yang kau inginkan?”

Qian Ruo tersenyum. “Aku hanya penasaran… apakah kita akan jadi sekutu, atau saingan.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 145 — INTI KETIGA YANG TERBANGUN

    Suara dunia kembali pelan-pelan mengalir… seakan Dimensi Asal baru saja terjaga dari pingsan panjang. Cahaya putih dari titik kecil—Inti Ketiga—memanjang perlahan, melukis garis-garis tipis yang merambat di udara. Dan setiap garis itu seakan memerintahkan dunia untuk diam dan kembali rapi. Tapi ketenangan itu hanya bertahan setengah detik. Karena Ran Zhu mengamuk. “BUANG CAHAYA ITU DARI DUNIA INIIII!!!” Seluruh tubuhnya memanjang, berdenyut seperti sebuah kristal hidup yang retak di setiap sudutnya. Enam lingkaran hitam yang sebelumnya stabil kini berputar tak terkendali, menggerus udara hingga muncul spiral-spiral kecil yang menelan dinding dimensi. Wu Yao hanya sempat mengangkat lengan sebelum gelombang sintetis Ran Zhu menghantamnya. BOOOMMM!! Tubuh Wu Yao terpental ratusan meter, menghantam pilar energi yang pecah berantakan. Napasnya memburu. Dadanya terasa seperti dihantam besi cair. Tapi ia sadar satu hal: Ran Zhu panik. Dia takut. Karena dunia tidak memilihnya. Wu Y

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 144 — PUSAT INTI DIMENSI, DI MANA TAKDIR DILAHIRKAN

    Kabut hitam yang menggulung dari dasar Dimensi Asal terasa seperti lautan jiwa yang meratap—panas, berat, dan penuh bisikan-bisikan aneh yang menusuk telinga Wu Yao ketika ia menerobos masuk. Setiap langkahnya menimbulkan riak cahaya keperakan dari Qi Tanpa Bentuk yang berlapis-lapis mengitari tubuhnya, menjaga agar aura Ran Zhu tidak menyusup ke dalam meridian. Satu langkah… Dua langkah… Sampai akhirnya ia tiba di sebuah jalur panjang yang seolah terbuat dari retakan cahaya. Jalur itu membelah dimensi seperti parit melintang yang memaksa ruang bertekuk. Energinya menggema, mengancam memutus jiwa siapa pun yang tak berhak melintasinya. Di ujung jalur itulah Ran Zhu berdiri. Atau… sesuatu yang dulunya adalah Ran Zhu. Makhluk itu kini memancarkan cahaya biru pekat yang berdenyut seperti jantung kedua dunia. Tubuhnya memanjang, berlapis-lapis segmen energi sintetis yang berganti-ganti antara wujud manusia dan sesuatu yang lebih asing. Di belakangnya, enam lingkaran hitam berputar—i

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 143 — JEJAK TERAKHIR DI BALIK TIRAI KEABADIAN

    Angin Qi yang tercemar sisa darah iblis mengalir pelan di antara tebing retak Dimensi Asal, membawa aroma yang pahit dan dingin seperti besi tua yang terendam air malam. Wu Yao berdiri mematung di puncak reruntuhan altar hitam, tubuhnya setengah terbungkus lapisan cahaya tipis dari Qi Tanpa Bentuk yang belum sepenuhnya stabil setelah pertarungan brutal di bab sebelumnya. Di kejauhan, suara dentuman bergulung dari balik kabut—dalam rentang sekejap, kabut itu terbelah oleh tombak energi yang memancar lurus ke langit. “Ran Zhu… kau benar-benar belum selesai menghancurkan dunia ini.” Wu Yao bergumam pelan, napasnya berat. Luka-luka kecil di sepanjang lengannya membentuk alur merah tua, dan meskipun energinya besar, ada getaran halus yang menandakan kekuatan jiwanya masih goyah. Tubuhnya nyaris roboh beberapa kali sejak runtuhnya Gerbang Spiral Qi di bab 142, tetapi kehendaknya menolak menyerah. Di bawah sana, tanah retak seperti jaring laba-laba hitam raksasa, membentang hingga ke hor

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 142 — NAFAS TERAKHIR ARSITEK AWAL

    Rongga Keheningan berubah wujud menjadi pusaran gelap raksasa, seperti lubang luka di tengah dunia. Cahaya merah dari Inti Distorsi memercik liar, membuat dimensi Spiral Qi tampak seperti kain tipis yang siap robek kapan saja. Suara gemuruh tanpa arah mengguncang landasan energi tempat Wu Yao berdiri, sementara di kejauhan Yue Shan, Kai Luan, dan Arielle masih berusaha menstabilkan pijakan mereka. Wu Yao menatap lurus ke arah Arsitek Awal, yang kini memasuki wujud ketiga—lebih padat, lebih menyerupai manifes rencana, dengan garis-garis berlapis seperti diagram hidup. Di setiap lapisan tubuhnya, simbol bercahaya muncul dan hilang, seolah ia terus menulis ulang eksistensinya sendiri. Tapi untuk pertama kalinya… ia terlihat menghadapi hambatan. Rantai Qi Tanpa Bentuk yang diciptakan Wu Yao tak lagi “menembus” tubuh Arsitek Awal seperti sebelumnya. Kali ini, rantai itu menggenggam—mencengkeram, memberi wujud pada sesuatu yang seharusnya tak tersentuh. Arsitek Awal menatapnya dengan ke

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 141 — Arsitek Awal Menatap Turunnya Cahaya

    Gerbang Cahaya berdenyut seperti mata raksasa yang baru terbangun dari tidur puluhan ribu tahun. Cahaya keemasan menyembur keluar, namun ada aura asing yang menyelip di sela-sela sinarnya—sebuah getaran dingin yang tidak berasal dari warisan Wu Xuan, bukan juga dari Bayangan Tanpa Nama. Ran Zhu menelan ludah. “Ini… bukan aura Wu Xuan.” Elder Qian Rong mundur beberapa langkah begitu mendeteksi denyut berikutnya. “Tidak. Ini jauh lebih tua.” Wu Yao tidak berhenti. Meski wajahnya tampak serius, langkahnya tetap mantap memasuki aliran cahaya. Pedang Tanpa Bentuk tergenggam ringan di tangan kanannya, seperti sinar paling bersih dalam dunia yang sedang berubah. Ketika telapak kakinya menyentuh permukaan cahaya itu— Dunia membeku. Semua suara hilang. Semua gerakan terhenti. Semua napas berhenti di tengah udara. Hanya Wu Yao yang tetap bisa bergerak. Dan di hadapannya, seakan terlahir dari kedalaman cahaya itu, muncul sebuah siluet tinggi—tegak, penuh wibawa, dan benar-benar asing

  • QI ABADI : Kebangkitan Wu Xuan   BAB 140 — Pertarungan yang Mengguncang Gerbang Cahaya

    Cahaya dari Gerbang Cahaya—yang sejak tadi berputar bagai roda takdir—mulai meluas seakan menyambut kebangkitan seseorang yang seharusnya sudah hilang dari permukaan dunia. Sinar-sinar putih keemasan merambat ke dinding-dinding spiral, melewati retakan dimensi, mengisi celah-celah yang tadinya dipenuhi kehampaan. Wu Yao berdiri tegak, napasnya masih memburu, tapi aura yang memancar dari tubuhnya bukan lagi aura seorang pemuda yang baru sukses menembus alam tinggi. Kini, ia adalah sebuah pusat gravitasi bagi Qi Tanpa Bentuk. Bayangan Tanpa Nama, meski tanpa wajah, tampak “mengerut”—seolah bentuknya tengah merespons ancaman. Ran Zhu, yang berhasil kembali bangkit sambil menahan sakit di dada, mengamati keduanya dengan mata yang mulai kehilangan sinisnya. “Jadi dia benar-benar… mewarisi warisan itu.” Elder Jian Mu menelan ludah. “Warisan Wu Xuan. Yang seharusnya tidak pernah bangkit di generasi ini.” Elder Qian Rong mengangguk gemetar. “Dunia akan berubah… jika dia menang.” Dan dun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status