“Jika bukan kamu yang membukanya, maka pasti Tuhan yang akan membuka semua yang telah kamu sembunyikan dengan sempurna.”
----------
Gemericik air hujan membelai wajah di sela dedaunan, kabut tipis menghiasi perkampungan hingga udara dingin menyapa tubuh. Namun dinginnya udara pagi tidak menghalangi si gadis cantik untuk menyapa sang kuasa. Di atas sajadah, si gadis cantik itu bersimpuh memenuhi panggilan-Nya dan tidak lupa doa-doa penuh harapan terlantun dari dalam hati.
Seusai menyapa sang Illahi, Nabilla si gadis cantik nan jelita itu bersiap melepas kepergian bapaknya untuk bekerja. Karena ibunya masih terlelap saat sang bapak hendak bekerja, maka Nabillalah yang membuatkan teh dan menyiapkan sarapan. Ia juga mengantarkan bapaknya hingga halaman rumah dan belum kembali masuk ke dalam rumah sebelum bapaknya dengan motor supra x 125 yang ditumpangi hilang dari pandangannya.
Nabilla segera masuk rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah, ia mengepel, mencuci baju dan menyapu halaman. Karena hari ini sabtu dan biasanya sekolah Nabilla libur, ia memilih kembali ke kamarnya setelah semua pekerjaan rumahnya selesai. “Eeeh, mau kemana kamu?” Henti Linda saat ia akan masuk ke dalam kamar.
Nabilla berbalik dan menemukan kakaknya, “Ke kamar, mbak.” Jawab Nabilla.
“Eh tunggu dulu, kamu bersihin dulu kamarku, tata barang-barangku dengan rapi. Baru kamu boleh masuk kamar." Ujar Linda
“T-tapi mbak..”
“Kamu mau ngebantah perintah dari ku hah? Apa harus aku aduin dulu ke ibu kalau kamu nggak mau nurutin perintah ku?” Ancam Lidia.
“J-jangan mbak, jangan dibilangin ke ibu..” Lirih Nabilla, ia takut ia akan dihukum kalau sampai Linda mengadukan kepada ibunya.
Nabilla menghela nafas lesu, setelah membersihkan rumah serta menyiapkan sarapan kini ia juga harus membersihkan kamar kakaknya. Dengan berat hati ia melangkahkan kaki menuju kamar Linda yang bersebelahan dengan kamarnya, ia mengelus dada sabar ketika melihat kamar sang kakak yang memprihatinkan, sangat berantakan.
Dengan sabar Nabilla membersihan kamar itu, menaruh barang-barang yang berserakan ke tempatnya. Ia juga merapikan sprei dan tidak lupa membuka gorden yang menghalangi cahaya bebas matahari masuk ke dalam kamar. Sekitar satu jam, Nabilla baru selesai membersihkan kamar itu. Ya,begitulah nasib Nabilla saat bapaknya tidak ada di rumah, ibu dan kakaknya akan mengambil alih semua kekuasaan yang ada di rumah. “NABILLA…, NABILLLLA…..” Linda berteriak memanggilnya, tanpa menunggu ia pun segera keluar kamar dan menghampiri si empunya teriakan.
“BILLA, cepetan ke sini!!!” Teriak Linda.
“Ada apa,mbak?” Tanya Nabilla, ia menunduk takut saat melihat wajah kesal Linda.
“Bagi uang, dong. Aku mau shoping nih sama temen-temen.” Ujar Linda santai dengan tangan yang menengadah pada Nabilla.
“Tapi mbak, Nabilla belum gajian dari Bimbel.” Di sela atkivitasnya sebagai pelajar, Nabilla memang mengajar di Bimbel.
“Uang beasiswa kamu kan ada, udah siniin cepet!!”
“Tapi itu buat beli buku, buku-buku Nabilla habis dan Nabilla belum beli buku.” Nabilla coba memberi pengertian pada Linda.
“Ada apa sih ribut-ribut?” Tanya Maya yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama seorang pria.
“Ini bu, si Nabilla. Masa ya aku minta uang dia nggak ngasih, padahal hari ini aku mau jalan sama temen-temen ke mall.” Linda mengadu ke ibunya.
“Bukan begitu bu, Nabilla belum gajian….”
“Kamu kasih Linda uang sekarang atau kamu lebih memilih nggak makan satu bulan.” Ancam Maya.
“Tapi kan……”
“Oke satu bulan ke depan, kamu nggak akan ibu kasih mak…”
“Iya bu,Nabilla kasih.” Dengan lesu Nabilla masuk ke kamar dan mengambil dompet leceknya, ia kembali dan menyerahkan beberapa lembar berwarna merah kepada Linda.
Karena kerakusan Linda, ia pun belum merasa puas dengan apa yang Nabilla beri. Ia merampas dompet Nabilla dan mengambil isi yang tersisa lalu melemparkan dompet itu kehadapan Nabilla. Nabilla memeriksa dompetnya yang isinya telah kosong karena diambil dan tidak bersisa. “Mbak, jangan semuanya, itu buat beli buku.” Pinta Nabilla yang tidak digubris oleh Linda.
“Bu, Linda beranngkat dulu ya.” Pamit Linda mmencium pipi kanan dan kiri ibunya.
“Bay..bay om.” Pamitnya pada pria yang berada di belakang Maya.
Linda pun pergi mengabaikana Nabilla yang memanggil dan memohon agar uang yang diambil semuanya di kembalikan sedikit saja.
“Udah deh,ngak usah nangis nggak jelas gini. Nggak usah pelit sama Linda, dia butuh uang untuk menyenagkan hatinya.” Mendengar ucapan ibunya, Nabilla langsung menatap ibunya dengan sedikit isak tangis.
“Tapi bu, buku Nabilla belinya bagaimana? Semua uang kan udah diambil sama Mbak Linda.”
“Lebih baik kamu berhenti sekolah dan jual diri kamu, itu lebih berguna. Jangan ngandelin bapak kamu yang cuma supir yang gajinya pas-pasan itu.”
“ Astaghfirullahal’azim…, sekolah itu penting bu, dan meskipun penghasilan bapak pas-pasan tapi uang yang dihasilkan bapak itu halal. Nabilla nggak mau berhenti sekolah apalagi harus menjual diri Nabilla.” Nabilla beristigfar ketika mendengar ucapan kejam ibunya.
“Kamu nggak usah kebanyakan ngoceh sama ibu. Mending kamu diem, nggak usah ganggu ibu, ingat kamu hanya boleh ketuk pintu kamar kalau bapak pulang.” Ujar Maya berlalu masuk ke dalam kamar bersama pria yang sedari tadi hanya mendengarkan perdebatan mereka.
Nabilla menangis melihat ibunya berlalu dengan mengandeng pria masuk ke dalam kamar. Meskipun bukan hal yang pertama ia lihat, namun tetap saja hatinya merasa tercubit melihat kelakuan bejat ibunya. Tidak ingin terlarut dalam kesedihan, Nabilla memilih membaca buku diruang tamu. Tidak lupa hadset ia pasang di kedua sisi telinganya supaya ia tidak mendengar suara-suara keramat yang bersumber dari kamar Ibunya.
Untuk beberapa saat, Nabilla fokus membaca buku yang ada ditangannya. Sesekali ia membalas pesan dari sahabat-sahabatnya yang meminta bantuan untuk mengerjakan PR. Selain Jihan, Nabilla mempunyai sahabat baik yang bernama Olivia Fernanda, meskipun keyakinan mereka berbeda tetapi Nabilla tidak pernah mempermasalahkan. Yang terpenting mereka bisa menghargai keyakinan masing-masing.
Tiba-tiba fokus membaca Nabilla teganggu saat melihat sebuah mobil yang tidak asing baginya memasuki halaman rumahnya. Mobil milik keluarga Jihan yang biasa bapaknya gunakan untuk mengantar jemput pak Tomi dan bu Nadin berangkat bekerja. Seketika wajah Nabilla memucat kala mengingat ibunya yang masih bersama dengan pria itu masih di dalam kamar melakukan aktifitasnya.
Nabilla segera meletakkan bukunya dan melepas hadset yang masih menempel di telinganya. Ia mengintip dari celah jendela, dan benar saja itu adalah bapaknya bersama Jihan sahabatnya. Nabilla segera berlari menghampiri kamar Ibunya. Ia mengabaikan suara yang bikin berdiri bulu romanya.
Tokk..tokk..tokk…..
“Ibu…ibu….” Nabilla memanggil ibunya sembari menggedor pintu ibunya dengan keras.
Tok..tok..tok….
“Ibu…ibu…ibu…” Panggilnya lagi dengan menggedor pintu semakin keras.
Wajah Nabilla semakin pucat menahan rasa takut dan khawatir ketika sang bapak hendak memasuki rumah. “Hei, sudah ibu bilang jangan mengganggu.” Teriak Maya dari dalam kamar dengan suara tersengal karena percintaanya.
Mendapatkan tanggapan seperti itu dari sang ibu, Nabilla beranjak dari depan kamar ibunya kemudian menyambut bapaknya di depan pintu. “Hai Na….” Sapa Jihan ketika melihat Nabilla keluar dari dalam rumah.
“Hai mbak Ji….” Nabilla berusaha tersenyum meskipun suasana hatinya sedang bercampur.
“Bapak pulang sebentar, mau ajak kalian makan siang di luar bersama mbak Jihan. Ibu dimana?” Tanya Herman saat tidak melihat istrinya menyambutnya. Nabilla semakin memucat, bahkan keringat dingin mulai menghiasi dahinya. Ia bingung mau memberikan jawaban seperti apa kepada bapaknya.
Nabilla menunduk, menghindari tatapan mata dari bapaknya. Merasa ada yang disembunyikan dari Nabilla, Herman melepaskan pelukan tangan Nabilla yang sedang bertengger di pinggangnya. Herman mengangkat dagu Nabilla, ia tahu pasti ada yang disembunyikan dari gadisnya itu.
“Ibu mana?” Tanya Herman, namun Nabilla hanya diam. Ia takut berkata jujur namun juga tidak mungkin untuk berbohong.
“Ibu mana?” Tanya Herman lagi dengan sedikit membentak.
“Ibu……..” Nabilla menggantungkan ucappanya.
Bersambung…..
“Sepandai apapun menyimpan kebohongan untuk mengendalikan suasana agar tetap baik-baik saja, sungguh pada akhirnya akan ketahuan juga. Tidak mungkin Allah akan berpihak pada keburukan, Allah akan membuka kedokmu dihadapannya nanti.”----------Karena tidak mendapatkan jawaban dari Nabilla, Herman perlahan berjalan memasuki rumah. Karena takut, Nabilla mengenggam tangan Jihan erat, sementara Jihan yang merasakan tangan dingin dan berkeringat dari Nabilla tahu bahwa ada yang sedang sahabatnya itu coba tutupi. “Ibu kamu lagi…” Seakan tahu apa yang akan ditanyakan Jihan, Nabilla terlebih dulu mengangguk sebelum Jihan selesai bertanya. Dan Jihan yang tahu langsung menghela nafas, serapat apapun sebuah bangkai ditutupi pada akhirnya baunya pasti akan tercium juga, itu yang selalu Jihan fikirkan. Jihan memang sudah tahu kel
“Cinta harus ditumbuhkan sepanjang usia dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang ditapaki bersama dengan riang dan semoga kelak kembali bersama di surga.” ---------- Afnan menatap kesal ke arah beberapa orang yang tengah meeting di sebuah restoran yang ada di sebuah mall yang sedang ia kunjungi. Saat ini ia sedang berbelanja kebutuhannya yang akan ia bawa ke pesantren.Setelah lulus sekolah dasar Afnan dan Aflah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sebuah pondok pesantren. Afnan memilih melanjutkan di salah satu pesantren di Magelang sementara Aflah memilih di pesantren yang ada di Ponorogo. Kembar nggak harus bareng kan, itu yang selalu mereka tanam dalam hati mereka, yang penting tetap kompak dan berbakti kepada orang tua.&n
“Setelah meninggal dunia, selain sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat ada do’a anak shaleh dan shalehah yang akan tetap mengalir untuk kedua orang tua. Pastinya mereka akan mendoakan yang terbaik untuk ayah bundanya biar masuk surga, dan bisa berkumpul di sana kelak.”-----------Di meja makan, Kanaya harus ekstra sabar menghadapi putranya. Kepala Kanaya yang akhir-akhir ini sering pusing, semakin pusing menghadapi tingkah Afnan yang mendadak menyebalkan bagi Kanaya. Bak ikan remora yang nempel di ikan hiu, Afnan pun nempel terus dengan Kanaya sembari meminta bundanya untuk mengiyakan keinginannya. Sementara di sisi lain masih di meja makan, Dinnar tersenyum geli melihat tingkah putra sulungnya yang mendadak manja seperti itu. Beruntung istrinya itu mempunyai stok kesabaran yang unlimited jadi Kanaya tidak marah sedi
“Sabar adalah kunci yang utama, di kala terjebak dalam duka. Yakinlah janji Allah itu tidak akan mengecewakan, bahwa disetiap kesulitan pasti ada kemudahan begitu pun dengan kesedihan pasti akan berganti dengan kebahagiaan.”----------Tiga hari sudah Nabilla hidup tanpa bapaknya, malam harinya gadis cantik itu hanya ditemani keheningan dan siangnya hanya kesenduan yang membuat dada Nabila sesak. Tiga hari sudah Nabilla tidak masuk sekolah, tiga hari itu bukannya Nabilla tidak ingin masuk sekolah, tapi ia sedang mencoba menata hidup dan menata hati setelah kepergian bapaknya.Nabilla menatap pintu kamarnya ketika mendengar suara pintu dibuka, ia mendapati ibu dan Linda menatap dirinya dengan enggan. “Masakin kami sesuatu, sekarang.” Pinta Maya lalu meninggalkan Nabilla yang masih terdiam.Nanbilla langsung menuju dapur dan memasakan sesuatu untuk ibu dan kakaknya. Ia hanya mendapati seikat kangkung dan tig
“Pertemuan adalah takdir, dan setiap pertemuan selalu membawa kita ke takdir yang lain.”---------- Ketika sang mentari menyapa, saatnya jiwa dan raga ini menghadapi keadaan hidup. Ada keadaan yang diharapkan, namun tidak sedikit keadaan yang tidak diharapkan menimpa beberapa orang. Hidup memang semisterius itu, apa yang kita harapkan kadang tidak menjadi kehendaknya. Kehidupan memang sudah ada yang mengatur, tinggal kita yang menjalani dengan sebuah keikhlasan. Namun terkadang, keikhlasan itu tumbuh namun bisa mati dalam sekejab mata. Hingga menimbulkan keraguan dalam hati dan merasa tidak ada keadilan dalam hidup. Setelah menyapa rab-nya dan membac
“Bukan sebuah kebetulan, melainkan sebuah pertemuan yang sudah Tuhan rencanakan diam-diam. Masing-masing dari kita punya garis kehidupan yang telah di gambarkan. Dan masing-masing dari kita, jika dizinkan akan saling bersinggungan.”----------“Serius, dia namanya Nabilla bukan Alesha?” Entah sudah berapa kali Varo menanyakan itu kepada Narendra hingga remaja itu jengah dengan pertanyaan abang sepupunya itu.“Astaga bang, gue harus ngomong berapa kali supaya lo ngerti dan paham dia itu Nabilla bukan Alesha. Namanya Nabilla Fathiyah Hasanah.” Ujarnya kesal dengan menekankan nama Nabilla.Bayangkan, sejak pulang mengantar Nabilla dari makam sore tadi. Abang sepupunya itu tidak hentinya bertaanya tentang sahabatnya. Narendra ingin rasanya melempar guci yang ada di kamarnya ke kepala Varo, kalau saja abangnya itu tidak menyogok dengan memberikan berlembar-lembar uang seratus ribuan
“Pertemuan-pertemuan yang terus berlanjut, yang akhirnya mengukuhkan berjuta-juta asumsi di kepala seseorang. Asumsi-asumsi itu selalu terhubung dengan sebuah konsep bernama perasaan.”-----------Nabilla keluar kelas saat jam istirahat, di depan kelasnya sudah menunggu ke tiga sahabatnya, Jihan, Narendra, dan Olivia. Saat mereka melangkah menyusuri lorong menuju kantin tak hentinya Olivia terpekik histeris saat membicarakan abang sepupu Narendra, siapa lagi kalau bukan si Alvaro. “Jadi dia itu, abang sepupu lo yang dari Jakarta itu?” Tanya Olivia kepada Narendra."Hemmm…” Jawab Narendra malas. Bagaimana Narendra tidak males dan kesal kalau dari tadi para kaum hawa di sekolahnya banyak yang ngepoin abangnya itu.Olivia memegang lengan Narendra dan menggoncang-goncangkan pelan, “Sumpah abang kamu ganteng abis, plisss… bantuin aku buat pedekate sama abang kamu dong Ndra.&rd
"Saat semangat sedang layu, kalian sahabat yang selalu ada. Cahayakan pagi, damaikan malam dan terbitkan senyum dibibir. Saat-saat bersama kalian, tidak akan pernah terlupakan karena terasa indah, terimaksih sahabat."----------Seperti biasa, setelah shalat subuh Nabilla membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Walaupun Nabilla sering tidak pernah diberikan sarapan oleh ibu dan kakaknya.Pagi ini Nabilla memilih memasak nasi goreng, Alhamdulillah tadi malam ada tetangga yang sedang menggelar hajatan dan memberikan berkat kenduri ke rumah Nabilla. Setelah usai dengan pekerjaan rumahnya, Nabilla bersiap untuk sekolah sebelum ia bertemu dengan ibu dan Linda, Nabilla takut mereka akan melarang dirinya untuk berangkat sekolah. Mengingat semalam ibunya kembali menyuruhnya untuk berhenti sekolah dan lebih baik bekerja.Nabilla telah sampai di sekolah sedikit lebih awal dari biasanya, ketika ia ingin mendorong se