…..Pesta pernikahan putri bungsu Baron Arcelio digelar dengan keanggunan klasik di tengah lembah anggur yang mulai menghijau. Sander Dorian berdiri di dekat balkon atas paviliun utama, mengenakan tuxedo hitam dengan bros rubi tersemat di dada kirinya. Di samping pria itu, tampak Baron Arcelio—seorang pria setengah baya dengan wajah bersih dan mata yang cermat—menyodorkan segelas anggur lokal yang terkenal akan ketajaman rasanya.“Menikahkan putri terakhir adalah semacam kemerdekaan, Duke Muda,” ujar Baron dengan senyum tipis.Sander menerimanya sopan. “Saya tak yakin seorang Arcelio yang terkenal dengan julukan keluarga sayang anak bisa benar-benar pensiun mengurusi putri-putrinya.”Mereka tertawa singkat, lalu saling bertukar pandang yang lebih serius. “Kabar dari Ibu Kota sungguh membuat saya tak tenang,” gumam sang baron kemudian. “Isu tentang Pangeran Mahkota… dan istri Anda, Lady Cleo. Saya yakin Anda telah mendengar desas-desusnya.”“Sudah saya dengar langsung dari sumbernya,”
…..Cleo,Tak ada kewajiban bagimu untuk menghadiri jamuan pribadi Keluarga Kerajaan. Kau bukan bagian dari mereka, dan tak satu pun protokol istana yang dapat memaksamu untuk hadir tanpa kepatutan waktu atau kepentingan kerajaan. Mohon jaga kesehatan. Ernest telah menyampaikan padaku soal kondisi kesehatanmu yang melemah belakangan ini. Jika segala urusanmu di Ibu Kota telah selesai, aku mohon kembalilah ke Dorian.—SanderTelegram itu datang pagi-pagi sekali, dibawa langsung oleh petugas dari kantor pos.Cleo menatap keluar jendela ke arah hamparan rumput yang dibasahi embun pagi. Langit Elinor yang biasanya biru tampak kelabu hari itu—selaras dengan apa yang ia rasakan. Ada sesuatu yang mengencang di dadanya.“Lady Cleo,” suara Ernest pelan dari ambang pintu. “Kapan Anda berencana pulang ke Dorian?”“Segera, tetapi bukan hari ini. Ada satu pekerjaan yang harus kuselesaikan.”Ernest menunduk. “Saya mengerti. Sementara waktu, mohon pertimbangkan untuk beristirahat. Perjalanan pulang
…..Selama tiga minggu berturut-turut, Cleo Austin menjadi nama yang paling sering muncul dalam undangan sosial kalangan bangsawan Ibu Kota—baik yang dicetak atau yang disampaikan secara lisan. Akibatnya, setiap pagi, begitu cahaya matahari menyentuh balkon kamar, para pelayan disibukkan dengan berbagai persiapan yang diperlukan nyonya mereka.Agenda minggu ini. Hari Senin untuk jamuan di kediaman Lady Beatrice Roselund, Selasa bersama Lady Marianne Spenlowe dan dua sepupu cerewetnya, Rabu menghadiri pembukaan galeri lukisan yang didukung Keluarga Abelard, dan Kamis—tentu saja—bertemu Mysie dan Marchioness Ronan di kediaman keluarga mereka. Hari Jumat dan Sabtu dikhususkan untuk pesta sore atau makan malam berskala kecil yang kerap diwarnai permainan kartu dan pertukaran gosip panas, sedangkan hari Minggu yang seharusnya menjadi waktu istirahat— lebih sering dihabiskan untuk merapikan surat-surat penting yang memerlukan balasan.Kehadiran Cleo menjadi simbol kekuatan baru dalam jaring
…..Kediaman pribadi Keluarga Saymer terletak di area distrik bangsawan Ibu Kota. Rumah itu dibangun megah dengan ketenangan aristokratik berkat deretan pohon pinus dan pagar batu yang menua bersama waktu. Di lantai atas, dalam kamar berhias perabotan berlapis emas pucat, Lady Ophelia Saymer terlihat sibuk merias diri. Rambut cokelat terangnya disanggul separuh, sisanya jatuh bergelombang di bahu. Seorang pelayan tengah menyematkan bros berbentuk bunga matahari di kerah gaunnya—sebuah perhiasan keluarga yang hanya dipakai pada acara penting.“Bros ini terlalu besar,” gumam Ophelia sambil menyentuhnya dengan ujung jari. “Aku ingin menggantinya dengan yang lain.”“Itu cocok dengan warna gaunmu,” ujar sebuah suara dari ambang pintu.Pangeran Tristan, putra kedua Raja Edward tampak bersandar ringan di kusen pintu, mengenakan jas panjang berwarna biru kelam dan sepatu kulit yang baru disemir. Rambutnya tak sepenuhnya patuh pada sisir, membuatnya tampak lebih muda dari usianya.Ophelia meno
…..Hari kedua di mansion Ibu Kota, agenda yang padat memaksa Cleo untuk bangun lebih awal. Mengabaikan matahari yang masih bermalas-malasan di ufuk timur, para pelayan sudah sibuk berlalu-lalang membawa peralatan kebersihan dan dekorasi.Melakukan inspeksi di beberapa ruang tamu, dahi Cleo mengernyit sepanjang waktu. Ekspresinya menyiratkan ketidakpuasan. Ruangan yang diisi karpet besar bermotif kuno, dinding dengan lis kayu kenari, serta deretan kursi berat bergaya antik, menurutnya lebih cocok dijadikan museum sejarah ketimbang digunakan untuk menerima tamu.“Kalau Mysie duduk di sini, dia tak akan betah lebih dari sepuluh menit,” gumam Cleo, memandang sinis sofa berumbai yang menyatu langsung dengan meja teh persegi dari abad lalu.Ernest, sang kepala pelayan, mencatat cepat setiap komentar dan saran di buku sakunya. “Berarti Anda menginginkan kesan hangat dan terbuka, Milady?”“Kesan muda, Ernest,” sahut Cleo gemas. “Aku tahu reputasi keluarga penting, tetapi bukan berarti harus
…..“Yang Mulia Ratu telah menyampaikan berita bahagia Keluarga Kerajaan,” ujar Marchioness Ronan. Kalung mutiara antik tampak bergoyang pelan di leher keriputnya. Senyum wanita itu terlampau tipis, bak dilukis sejak zaman tiga penguasa lalu. “Selamat atas kehamilan Anda.”Di sebelahnya, Lady Mysie, sang menantu—duduk dengan tubuh tegang layaknya siswi baru yang dipanggil maju tanpa persiapan. Ia hanya mengangguk sopan, senyumnya mengambang di udara, tidak sepenuhnya percaya diri.Lady Marriane Spenlowe datang terakhir, meninggalkan jejak aroma eksotis dari minyak rambut langka yang langsung memancing lirikan sinis. “Akhirnya,” kata wanita itu dramatis. “Hujan turun dan Keluarga Kerajaan kembali berbunga.”Zelda menanggapi sapaan mereka dengan ketenangan seorang ratu di papan catur. Tatapannya tak terbaca, senyumnya presisi. “Saya berterima kasih atas perhatian dan doa Anda sekalian.”Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka lagi. Lady Ophelia Saymer melangkah masuk seanggun burung merak, dii