Se connecter…..Sir Cato berusaha menenangkan kudanya yang meringik gelisah ketika dipasangi pelana. Tugas malam ini cukup merepotkan. Sang duke muda memerintahkannya pergi ke penjara bawah tanah, menjemput tahanan yang rencananya akan dipindahkan ke wilayah terluar Dorian. Demi keamanan, proses pemindahan sengaja dilakukan saat tengah malam untuk menghindari kecurigaan.“Hari ini akan jadi hari yang panjang,” ujar Sir Cato sembari merapatkan jubah hitamnya. Meski musim panas, udara malam di Dorian tetap terasa dingin. “Hah… setidaknya satu masalah di manor berhasil dibereskan.”Pintu masuk penjara terbuka. Beberapa bawahan Sir Cato tampak menyeret keluar seorang tahanan wanita. Gaun lusuh berdarah masih ia kenakan. Tanpa mempedulikan rintihan pilunya, para bawahan Sir Cato melemparkan wanita itu ke dalam kereta barang. Mereka lalu mengunci pintu kereta, memastikan agar tahanan tak bisa kabur selama perjalanan.“Musnahkan semua barang-barangnya. Jangan sisakan satu bukti pun,” perintah Sir Cato p
…..“Pelan-pelan, atur napas Anda!” seru dokter yang memimpin proses kelahiran bayi Abby. “Tarik napas melalui hidung, keluarkan melalui mulut. Ya… betul, seperti itu.”Sesuai perkiraan, Abby melahirkan di pertengahan musim panas, tepat saat musim sosial baru dimulai. Jika biasanya para calon ibu ditemani suami mereka menghadapi situasi genting ini, maka berbeda dengan kasus Abby. Ia tak bersuami dan tak berkeluarga. Gadis malang itu berjuang sendirian, melahirkan bayinya di dalam penjara.“Bagus! Tetap rileks. Ujung kepala bayinya sudah terlihat!” seru dokter pada asistennya.Jeritan Abby menggema di sepanjang lorong batu yang lembap. Suara itu parau dan terputus-putus oleh isakan. Butiran keringat bercucuran di pelipisnya, menetes ke leher, membasahi gaun lusuh yang kini berlumuran darah dan air ketuban. Tubuhnya tampak kejang menahan sakit. Setiap kontraksi datang seperti gelombang siksaan yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran.“S-saya… tidak kuat…” ratapnya di sela tangis.“
…..Lengkingan rasa sakit menyentak kesadaran para penghuni Istana Dahlia. Tamparan keras yang menyapu pipi kiri Zelda sukses merontokkan sikap arogan wanita itu. Alden, yang selama ini selalu sibuk mengurus masalah negara, tiba-tiba saja bertandang ke kamar hanya untuk menghardiknya di hadapan para pelayan. Disergap rasa malu yang tak tertahankan, Zelda menangis dalam kebisuan.“Selain Putri Mahkota, semua orang segera tinggalkan tempat ini!” teriak Alden penuh amarah.Kamar pribadi Zelda menjadi lengang begitu dikosongkan. Teror menbanjiri batin wanita itu. Kepalan tangan Alden yang kokoh tampak menyakitkan. Sembari berusaha menciptakan jarak aman, kepala Zelda sibuk bertanya-tanya. Kejahatan mana yang telah terendus Alden hingga pangeran bisa semarah ini?“Yang Mulia, saya tahu bahwa selama ini Anda tidak pernah mencintai saya. Namun, apakah perbuatan yang bijak mempermalukan istri Anda seperti ini?” seru Zelda mencoba membela diri. “Bagaimana pun juga, saya adalah ibu dari Pangera
…..Jika membandingkan kehidupan penjara sebelum dan sesudah kehamilannya terkonfirmasi, Abby bersyukur karena sekarang ia diperbolehkan menikmati makanan hangat yang layak konsumsi, atau matras tipis pengganti lantai batu sebagai tempat pembaringannya. Meskipun sikap para petugas penjara masih dingin, mereka tidak lagi memperlakukannya sekasar dulu. Sembari mengelus perut yang belum membesar, setiap waktu Abby selalu menyempatkan diri untuk mengucapkan beribu-ribu terima kasih pada janin dalam kandungannya. Tanpa kehadiran janin ini, mungkin Duke Muda Dorian sudah lama menghabisinya, lalu membuang jasadnya ke dasar laut di pantai selatan.Selain menunggu jatah makanan atau melakukan pemeriksaan rutin bersama dokter, kegiatan sehari-hari Abby selama masa kehamilannya di penjara adalah belajar membaca dan menulis. Sebagai seseorang yang hidupnya kurang beruntung, buku ia anggap layaknya benda keramat. Menyentuhnya saja sulit, apalagi memilikinya. Selama bekerja menjadi pelayan pribadi
…..Derit pintu yang terbuka menyedot perhatian Sander dari buku di tangannya. Penjelasan tentang dasar ilmu ekonomi makro langsung buyar dari kepala. Pria itu mengira, setelah pertengkaran sengit pagi ini, rasa lelah akan mengantarkannya ke alam mimpi. Sayang sekali, amarah yang tak kunjung padam justru menghalanginya untuk jatuh terlelap.Sementara itu, di ambang pintu ruang kerja, terlihat sosok Cleo Austin, tengah memandanginya dengan wajah putus asa.“Lord, kita perlu bicara.”“Jika kau masih belum berubah pikiran, lebih baik tinggalkan aku sendiri.”“Kenapa bukan Anda saja yang berubah pikiran?”Kening Sander mengernyit dalam. Pria itu segera menyingkirkan buku yang menghalangi pandangannya. Ia yang awalnya berbaring santai di atas sofa tamu, buru-buru duduk sembari menampilkan ekspresi tegang. Butuh satu menit untuknya mencari balasan yang tepat.“Kau sungguh egois.”Cleo meremas lipatan gaunnya, menahan rasa dongkol yang bercongkol di dada. Menurutnya, kata egois lebih cocok d
…..Perut Cleo bergejolak tatkala indera penciumannya mengendus bau penjara yang pengap dan lembap. Sekujur tubuhnya merinding, merasakan udara dingin menusuk jubah panjang berbulu yang dikenakannya. Kondisi itu semakin diperparah begitu bau pesing bercampur darah datang menghajarnya. Cleo yang tak tahan dengan sambutan tak mengenakkan ini akhirnya tumbang, memuntahkan isi perutnya di pojok ruangan.“Madam!” seru Sir Hale panik. Pria itu gelagapan, tak terbiasa melayani seorang perempuan. Tangannya meraba-raba kantong baju dan celana, berharap menemukan selembar sapu tangan bersih. “Jika Anda tidak kuat, Anda tidak perlu menemui pelayan itu. Mari, saya antarkan pulang ke manor.”Cleo terbatuk kecil, tersedak ludahnya. “Uhuk! Jangan,” tolaknya cepat. “Aku harus melihat dengan mata kepalaku sendiri dan memastikan kebenarannya.”Sebelum memutuskan masuk ke penjara, Sir Hale sudah lebih dulu memberitahu informasi terpenting dari pertemuan ini. Tentu saja, kabar kehamilan Abby membuat Cleo







