Share

LAPORAN DIABAIKAN SUAMI

"Suara apa itu ya?" Dengkus Jihan dalam hati.

Jihan membulatkan tekad untuk mencari tahu asal mula suara tersebut.

"Ekhem." 

Wanita yang sudah memakai hijab pashmina instan itu berdeham kencang. Langkahnya melaju semakin cepat melintasi ruangan kamar tersebut.

Bersamaan langkahnya itu, selintas Jihan melihat panorama bapak mertuanya yang ternyata sedang menyudut di tembok kamar tersebut.

'Sedang apa dia?' batin jihan terus saja bergemuruh. Banyak hal yang ia ingin ketahui dari mertuanya yang misterius itu. 

Dengan pandangan memusat, Jihan semakin melihat Sugiono mengangkatkan kepalanya, sambil menutup matanya erat. 

Pandangan Jihan pun mulai turun, menatap kencang ke arah bagian sel4ngk4ng4n mertuanya itu. Semuanya tampak sama namun Jihan menganggap kalau bapaknya itu sedang mengapit sesuatu di area tersebut.

"Astaghfirullahaladzim, apa yang sedang bapak lakukan?"

Pertanyaan aneh dari benak Jihan pun semakin membukit. Jihan tak tahu harus meluncurkan pertanyaan kepada siapa, yang jelas dia sengaja mengumpulkan semua pertanyaan tersebut di dalam hati dan pikirannya saja.

Detik itu Jihan hanya bisa menggelengkan kepala, Tak habis pikir dengan jalan otak dari mertuanya tersebut.

***

Malam hari sudah datang, itu tandanya adzrin akan pulang. Setelah seharian bercutat di dalam kegiatannya, jelas sekali kalau Jihan menunggu waktu itu tiba.

Ketukan pintu terdengar di telinga Jihan hingga ia terperanjat bangun dari ranjangnya. 

Tak bisa dipungkiri lagi pastilah tamu dibalik pintu itu adalah suaminya. Karena setiap jam tepat 19.00 Azlin akan pulang sesuai dengan jadwal.

"Akhirnya Mas pulang juga. Aku nggak sabar menunggu Mas pulang. Bagaimana pekerjaan Mas lancarkan?" tanya Jihan yang kerap membuka jaket suaminya selagi Azlin meredakan kelelahannya.

"Kerjaan baik. Emangnya kenapa kamu nungguin segitunya? Kangen, ya?" goda Azlin menurunkan satu persatu tangannya dari jaket yang ditarik oleh Jihan. 

Azlin pun menghempaskan tubuhnya di atas sebuah kursi tunggal di kamarnya. Dua tangannya menyiku disimpan di bahu kursi itu. 

Rasanya hal yang paling nyaman adalah duduk di kursi empuk samping ranjangnya itu. Dia bisa menaikkan kedua kakinya, dan merasakan pijatan-pijatan kecil dari sang istri.

"Idih Mas Geer deh. Aku nungguin mas dari tadi, karena ada hal yang ingin aku bicarakan. Jangan nyangkut-nyangkut sama kangen," ucap Jihan panjang lebar. "Tapi, kangen juga bisa jadi," lanjutnya dengan suara volume disempitkan.

Senyum mengembang terbuka dari bibir suaminya. Pria yang tinggal mengenakan sehelai kaus itu, menunggu lanjutan cerita dari istrinya yang tertahan. Seharian ditinggal kerja, membuat Azlin rindu dengan celetukan-celetukan sang istri polos itu.

"Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Azlin menangkap tangan lembut Jihan. Jari jemari Jihan yang tadi menari di atas betis Azlin itu, berpindah ke atas bahu.

Gerakan yang sama dilakukan oleh Jihan namun ditempatkan pada tempat yang berbeda.

Dengan mata sayu, Azlin terlihat menikmati pijatan dari sang istri.

"Tahu nggak sih Mas, beberapa hari ini Aku merasa nggak enak hati sama bapak."

"Bapak? Emangnya ada apa dengan bapak?" Tanya Azlin heran dengan topik utamanya.

Percakapan keduanya mulai serius hingga Jihan pun menghentikan gerakan tangannya, dan duduk di seberang Azlin, tepatnya di bibir ranjang.

"Mas, aku benar-benar risih dengan tingkah bapakmu itu. Ada aja tingkahnya yang membuat aku geli. Mulai hari pertama tuh ya, bapak itu nyuruh aku menggantikan pamper," Adu Jihan dengan suara keluhnya. "Masa harus aku yang menggantikan pamper, Aku kan nggak kuasa kalau lihat onderdilnya kemana-mana. Gimana kalau nanti aku berdosa Mas?" celetuk Jihan membuat kening Azlin keriting.

"Ah, masa?" Azlin menanggapinya santai dengan menyiapkan telinganya lebar.

"Bukan itu aja Mas. Masa bapak nepuk bokong aku sih Mas? Aku kan jadi nggak enak," protes Jihan merengek.

"Ha, menepuk bokong?" Azlin kini menaikan tubuhnya mulai tertarik. "Itu nggak sengaja kali, sayang. Bisa jadi bapak sedang lewat terus, nggak sengaja nubruk bokong kamu," elak Azlin menanggapi santai.

"Ih, Mas ini. Aku serius Mas. Parahnya lagi di hari tadi, Mas. Pas aku lagi mandi, tahu-tahu bapak sudah ada di depan pintu. Dia malah mainin b3h4 aku. Iiih, malu tahu." 

Kini wajah Azlin semakin serius, semua ucapan istrinya cukup mengganggu pikirannya. Setelah ia saring dalam otaknya, Azlin malah menepis-nepis kepalanya.

"Nggak mungkin." Azlin bangkit lalu pindah ke posisi lain.

Posisi di mana dia berdiri di samping punggung sang istri.

"Aku tahu sendiri bagaimana bapakku sebenarnya. Menurutku bapak adalah orang yang tertutup, sejak dia tidak bisa berjalan, bapak lebih sering menyendiri dan diam. Jadi aku rasa itu tidak mungkin sayang. Kamu jangan mengada-ngada, nanti jatuhnya jadi fitnah!"

"Mas!" Suara Jihan pun mulai naik beberapa oktaf dari biasanya.

Dia tidak terima kalau suaminya sendiri tak percaya dengan ucapan pribadinya. "Mas, Aku serius!" Tekan Jihan sambil menarik-narik ujung kain kaos Azlin.

"Oh, ya ada satu lagi yang aneh mas. Tadi aku lihat bapak, minta makan 3 porsi sekaligus Mas. Coba Mas bayangkan sendiri, 3 porsi sekaligus langsung habis waktu itu juga. Emangnya perut bapak segede apa, sampai dia bisa menghabiskan segitunya?" 

Jihan baru upaya untuk menerangkan sejelasnya kepada sang suami, namun semua itu tidak melunturkan kepercayaan Azlin.

Alih-alih percaya, Azlin malah terkekeh hebat, dan pria bertubuh tinggi itu tertawa terbahak-bahak, cukup memekikkan telinga Jihan.

"Mas, kok malah tertawa gitu sih?"

"Abis cerita kamu tuh lucu. Mungkin seharian tadi kamu mimpi sayang. Ah, lain kali kalau tidur berdoa dulu ya!"

Mata Jihan membola tak menyangka jika suaminya tidak mempercayai satupun pengaduannya.

Jihan menepuk-nepuk dadanya yang sesak karena kecewa. Akhirnya Jihan pun mengambil keputusan untuk tidur saja, daripada membuang-buang waktu ngobrol dengan suaminya yang pada akhirnya tetap menjengkelkan.

Keesokan harinya, saat matahari sudah menyuruh Azlin untuk pergi kerja. Ibu Puri, sudah sangat siap untuk mengikuti anaknya ke toko bunga kertas. 

Jihan lantas berdiri bangkit dari meja tak mau kalah pesona.

"Mas aku ikut ke tempatmu ya?!" pinta Jihan bulat.

"Ikut?" Ibu Puri meragukannya.

Sedangkan Azlin ikut menyambar. "Mmh, sebaiknya kamu tunggu di rumah saja ya Jihan. Aku titip bapak di sini. Kalau ibu, akan tetap ikut karena memang ibu harus banyak bergerak di usianya yang sudah rentan ini," urai Azlin membuat Jihan kembali nyalinya menciut.

"Tapi mas," rengekan Jihan pun segera ditepis oleh Puri.

"Udah ya negonya nanti aja, ini sudah siang kita harus pergi ke toko dulu," julidnya mertua.

Dengan kalimat yang terucap dari mertuanya, jihan pun tidak bisa berkutik lagi. Dia diam dan membayangkan akan ada kejadian apalagi di rumah besar.

Usai rumah sepi Jihan berinisiatif untuk membersihkan kamar mertuanya. Mumpung pak Sugiono sedang ada di luar rumah untuk berjemur, Rara cekatan masuk ke dalam kamar besar milik mertuanya.

Ia dengan sikap mengemas semua barang yang dirasa harus dibersihkan.

Namun detik kemudian pergerakan Jihan pun terhenti saat melihat seonggok barang yang mengherankan.

"Hah apaan ini?" ucapnya meringis jijik melihat benda kenyal yang tersampit di atas ranjang mertuanya itu.

Barang itu adalah barang yang sering digunakan oleh pria untuk memuaskan h4sr4tny4 tanpa menyentuh wanita.

"Ya Allah, ya Rabb. Kenapa ada permainan untuk orang d3w4s4 seperti ini di sini?" pekik Jihan heran dan jijik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status