Home / Romansa / RANTAI CINTA MAFIA KEJAM / 1 Persen kejamnya Revandro

Share

1 Persen kejamnya Revandro

Author: Chatrin
last update Last Updated: 2024-08-12 18:17:30

Deg!

Jia terpaku di tempatnya saat peluru melesat dari pistolnya, menembus bahu Pria di depannya. Revandro tertembak, darah mengucur keluar tapi Revandro tidak berekspresi apapun.

"BASTARD SIALAN, APA KAU SUDAH TIDAK WARAS?!" Maki Jia yang mendekati Revandro, mengecek kedalaman luka tembak di bahu Pria itu.

Melupakan niat awalanya, Jia bangkit turun dari kasur dan mengambil kotak putih di samping pintu masuk. Yang ia yakini jika itu adalah kotak P3K, kemudian mengobati Revandro yang telah duduk di ujung kasur.

Sepanjang Jia mengobati Revandro, ia menyadari tatapan Revandro padanya. Rasa tidak nyaman memang di rasakannya, tapi ia memilih untuk fokus pada kegiatannya. Bahkan membiarkan Pria itu mengelus kepalanya, entahlah. Ia tidak mengerti mengapa dirinya masih bisa berbaik hati mengobati luka Revandro lagi, padahal bukan kesalahannya jika Pria yang berstatus sebagai penculiknya ini terluka.

"Kau pandai mengobati." Ucap Revandro pada akhirnya membuka suara.

"Memang, dan itulah yang kubenci." Balas Jia, dengan decihan kecil.

"Oh, kenapa? Apa karena memiliki kemampuan itu kau tidak bisa membiarkan orang lain terluka di depan matamu?" Pergerakan Jia terhenti, ia membuang nafas panjang mendengar perkataan Revandro yang benar adanya.

"Seharusnya aku tidak menyelamatkanmu kemarin jika akhirnya harus kembali terkurung dengan pergerakan yang di batasi." Ungkap Jia yang tanpa sadar, memberitahukan secara tidak langsung kondisi kehidupannya sebelum bertemu Revandro.

Menyadari kecerobohannya, Jia segera bangkit dari posisi duduknya. Namun tangannya tiba-tiba di tahan oleh Revandro, membuat pergerakannya terhenti seketika.

Pria itu bangkit, memecah jarak antara dirinya dan Jia. "Apa kau ingin bebas?"

Pertanyaan itu membuat Jia menatap Revandro, lalu menganggukan kepalanya. "Kalau begitu jadilah Istriku, kau akan bebas kemanapun. Tidak akan ada yang melarangmu untuk keluar masuk, tidak akan ada juga yang melarangmu melakukan apapun sesukamu."

Jia terdiam, apa ia perlu menjadi Istri seseorang terlebih dahulu agar dirinya bebas?

Jujur saja, jika yang menawarkan itu bukan Pria di depannya saat ini. Mungkin ia akan langsung berteriak 'Ya' tapi, sayang sekali karena tawaran itu keluar dari mulut seorang Revandro. Ia menjadi ragu, bahkan enggan untuk menerima tawaran itu.

Karena itu, "Maaf, tapi aku tidak mau menjadi Iatrimu." Putus Jia.

Revandro marah, jelas sekali dari matanya yang menajam ke arahnya. Walau begitu, Jia masih saja tidak takut.

"Keputusan tidak berada di tanganmu, Jia. Aku hanya memberi jalan keluar agar-"

"Agar aku patuh padamu?" Potong Jia, yang seakn tidak mau kalah.

Revandro mengangkat tangannya, membelai pelan rambut Jia sebelum akhirnya menarik rambutnya hingga kepalanya tertoleh sedikit ke atas.

"Jangan memotong ucapanku!" Tekan Revandro yang menunjukan sifat aslinya, meski Jia yakin jika itu baru 1 persen dari sifaf kejamnya yang keluar.

Dengan senyuman mengejek Jia membalas, "aku bukan seorang anak manis yang tidak bisa memotong ucapan orang tuanya, disaat mereka tengah bicara!"

BRUKH!

"Akht!" Ringis Jia saat dirinya di hempaskan dengan kuat pada tembok di kamar itu, ia yakin jika dahinya terluka saat ini. Melihat darah yang tertinggal pada tembok, namun walau begitu ia tidak gemetar sama sekali. "Luar biasa, orang yang baru selesai kuobati malah melukaiku. Bukankah kepribadianmu sedikit menarik?"

Revandro mendekati Jia, ia dengan kejamnya menaruh satu jarinya pada luka di dahi Jia. Menekannya kuat, bermaksud untuk menyadarkannya bahwa Pria di depannya bukanlah orang bisa ia katai dengan mudahnya.

"Mengapa terus menentangku hmm? Bukankah rasanya sakit saat kau menentangku? Dan itu akan semakin sakit jika kau terus menentangku."

Dada Jia berdebar saat ini, ia hampir saja mengeluarkan kemampuan bertarungnya jika bukan karena seseorang tiba-tiba masuk.

"Maaf Tuan Maxio, tapi pihak dari Australia sedang menunggu Anda." Ucap seorang Pria paruh baya, dengan menunduk hormat.

Mendengar itu, Revandro sontak melepaskan cekalan tangannya dari rambut Jia dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun.

Sedangkan Jia? Ia tiba-tiba terduduk di kasur ketika rasa nyeri di kepalanya, ia pikir itu karena benturan beberapa saat yang lalu.

"Anda tidak apa-apa Nyonya?" Tanya Pria paruh baya tersebut, mendekati Jia. "Nyonya?"

"Aku bukan Nyonyamu!" Desis Jia tajam, tak suka jika dirinya di panggil dengan panggilan Nyonya. Rasanya ia sudah sangat tua, lagipula ia tidak sudi jika harus di sebut demikian hanya karena orang-orang menganggap dirinya sebagai calon Istri Revandro.

Pria paruh baya itu sedikit tersentak, untuk beberapa saat ia diam mengamati calon Nyonya,nya itu. Kalau di pikir-pikir, Wanita di depannya merupakan satu-satunya Wanita yang di bawah sang tuan di dalam kamarnya.

Meski rasanya terjadi pertentangan antara keduanya, tapi sepertinya Dia tahu alasan sang Tuan memilih Wanita di depannya sebagai Istrinya.

"Bisa buatkan aku telur rebus dan bubur? Aku lapar." Kata Jia di sela-sela tangannya menutupi luka kecil pada dahinya, yah memang ia tidak suka tempat ini. Tapi ia juga tidak mau bersikap kekanak-kanakan dengan merajuk tidak ingin makan, ia bukan wanita seperti itu.

Pria paruh baya itu tersenyum lembut, sebelum akhirnya keluar untuk memenuhi permintaannya.

"Frans Oasis." Guman Jia pelan, saat menyadari siapa Pria paruh baya yang kini menghilang di balik pintu.

Frans Oasis, Dia merupakan pembunuh bayaran kelas kakap yang tidak pernah tunduk pada siapapun. Tidak! setelah dirinya melihat kepala Pria itu tertunduk untuk Revandro beberapa saat yang lalu.

Membuktikan kekuasaan Pria itu yang amat sangat besar, sampai tidak ada yang bisa menandinginya.

"Shit! Sialan!" Umpatnya kesal mengetahui fakta itu.

Ceklek!

"Ini makanan yang Anda minta, apa Anda perlu sesuatu yang lain?" Tanya Frans dengan ramah, namun ia tahu Pria paruh baya itu sedang memakinya dalam hati.

Tapi dari pada itu, "Sejak kapan Anda bekerja dengan orang gila tadi?" Tanya Jia terselip hinaan secara langsung kepada Revandro.

Frans tersenyum, "Entahlah, mungkin sudah lebih dari 20 tahun lamanya. Kenapa Anda-"

Uhuk!

Uhuk!

"Makanlah dengan perlahan, jika Anda tersedak kemudian mati. Nyawa saya bisa diambil Tuan Revandro." Ucap Frans lagi saat perkataannya sempat tertunda karena batuknya Jia.

Disatu sisi, Jia tersedak bukan karena kelalaiannya dalam memakan makanannya. Tapi karena mengetahui fakta jika Frans telah bekerja dengan Revandro untuk waktu yang lama, lalu bukankah itu berarti setiap kasus yang berhubungan dengannya juga berhubungan dengan Revandro?

Jia diam dengan tatapannya yang mengarah pada Frans, menghentikan makannya. Wajah Jia tiba-tiba berubah menjadi serius, membuat Frans waspada.

"Bisa Saya tahu nama Anda?" Tanya Jia, dan well... benar saja, Frans seketika menegang. Meski rasanya Pria itu sudah terbiasa dengan pertanyaan itu, tapi entah mengapa ia merasa jika Wanita di depannya tengah menguji dirinya saat ini.

"Nama saya Gilbert-"

"Anda bohong." Potong Jia yang membuat Frans semakin was-was.

Menarik nafas, "Apa Anda mengenal saya Nyonya?"

Jia terdiam, ia masih menatap serius orang di depannya. Kemudian tertawa usil, "Haha! Maaf Pak tua, Saya bercanda tadi. Oh iya, syukurlah Anda bukan orang yang saya pikirkan. Jadi sepertinya tidak masalah,"

"Memangnya orang seperti apa yang Anda pikirkan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   Kisah yang bahkan dirinya tak pahami

    Jia merasa tubuhnya bergetar, bukan hanya karena ancaman yang nyata di depan matanya, tetapi juga karena kemarahan yang mulai membakar dirinya. Kenapa pria tua ini datang hanya untuk menghancurkan segalanya?Revandro menarik Jia ke belakangnya dengan gerakan protektif. "Kau tidak akan mendapatkan apa pun darinya. Kalau kau berani menyentuhnya, aku bersumpah, kau tidak akan keluar hidup-hidup dari sini."Pria tua itu tersenyum kecil, melangkah mundur dengan tangan di belakang punggungnya, seolah tak terganggu sedikit pun oleh ancaman Revandro. "Kau berpikir ancamanmu berarti sesuatu bagiku, Maxio? Kau mungkin kuat, tapi aku sudah hidup lebih lama dari yang kau tahu."Sementara itu, Arvell, yang diam-diam memperhatikan dari sudut ruangan, mulai menggerakkan pistolnya ke arah salah satu anak buah pria tua itu. Ia tahu waktunya sudah hampir habis—jika Jia tidak menyerahkan kotak itu, konflik ini akan berubah menjadi pembantaian."Jia," bisik Revandro, suaranya rendah namun cukup tegas unt

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   Sebuah kotak

    Langkah Jia semakin cepat saat suara tembakan dan ledakan terus menggema di luar. Udara di lorong itu terasa berat dengan aroma mesiu, dan setiap langkahnya seolah membawa Jia lebih dekat ke dalam bahaya. Namun, di tengah kegelisahan yang mendera, tekad Jia semakin kokoh.Arvell berjalan di sisinya, wajahnya dingin dan penuh perhitungan. Meski jelas ia adalah sekutu sementara, Jia tak bisa mengabaikan fakta bahwa lelaki itu memancarkan aura bahaya yang setara dengan Revandro.Ketika mereka mencapai pintu keluar ke area gudang utama, mereka menemukan beberapa anak buah Revandro tengah bersembunyi di balik tumpukan peti. Salah satu dari mereka segera memberi laporan."Mereka sudah berhasil mendobrak gerbang utama. Revandro masih berusaha menahan mereka, tapi jumlah mereka terlalu banyak!"Jia merasa dadanya mencelos. Revandro sendirian?Arvell melirik pria itu dengan tenang. "Berapa banyak orang kita yang tersisa?""Kurang dari setengah. Sisanya sudah tumbang atau mundur.""Bagus," jawa

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   Kerja sama?

    Ruangan itu penuh dengan ketegangan yang hampir bisa dirasakan. Jia mencoba mengatur napasnya, namun gemetar tubuhnya tak bisa ia hentikan. Revandro menggenggam tangannya erat, sementara Arvell berdiri dengan raut wajah yang gelap dan penuh amarah."Aku tidak percaya," Arvell memecah kesunyian. "Pria itu pasti berbohong. Dia mencoba mengadu domba kita dengan ceritanya."Revandro tidak menjawab. Tatapannya tertuju pada Jia, menunggu penjelasan, tetapi Jia hanya menggeleng pelan. "Aku sungguh tidak tahu apa yang dia bicarakan... tapi liontin itu..." Suaranya melemah, seolah hanya mengakuinya saja sudah menyakitkan."Liontin itu... terasa familier," sambungnya dengan suara bergetar."Familiar bagaimana?" tanya Revandro tegas."Aku tidak tahu," jawab Jia, frustrasi. "Aku tidak ingat! Tapi aku merasa... seperti itu pernah menjadi milikku.""Kau harus ingat, Jia!" Arvell berseru, langkahnya maju mendekati Jia. "Pria itu jelas tahu sesuatu. Jika kau tidak tahu apa yang kau simpan, kita semua

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   dikejar masa lalu

    Jia mundur perlahan, matanya tetap terpaku pada sosok Ignatius yang berdiri tegak di ujung jalan. Ia tidak tahu bagaimana pria itu bisa menemukannya, tapi kehadirannya jelas membawa ancaman.Dari dalam, suara langkah kaki Revandro mendekat. "Jia, kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya penuh kewaspadaan.Jia menoleh cepat. "Dia ada di sana," ujarnya lirih sambil menunjuk ke arah jalan.Revandro langsung bergerak, pandangannya menyapu tempat yang ditunjukkan Jia. Tapi jalanan itu kini kosong. Tidak ada siapa pun."Dia ada di sana, aku melihatnya!" Jia bersikeras, merasa seolah kehilangan akal sehatnya.Arvell muncul dari dalam ruangan dengan alis terangkat. "Apa yang terjadi di sini?""Jia bilang dia melihat Ignatius," jawab Revandro, matanya masih waspada, menyisir setiap sudut.Arvell mendekati Jia, mengamati ekspresinya dengan saksama. "Dia ada di sini? Kau yakin itu dia, Jia?"Jia mengangguk ragu. "Aku melihatnya. Dia berdiri di sana... tersenyum padaku."Arvell melirik Revandro. "

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   Ignatius...

    Suara tembakan yang menggema dari belakang semakin mengguncang hati Jia. Ia terpaksa mengikuti langkah cepat Revandro dan Arvell, meski pikirannya penuh dengan kekhawatiran untuk Kairos. Di lorong gelap yang semakin menyempit, Jia merasakan keheningan di antara mereka begitu menyesakkan.“Apa rencanamu sekarang, Arvell?” tanya Revandro dingin tanpa menoleh.Arvell, yang memimpin jalan, hanya memberikan seringai samar. “Rencana? Rencana utamaku adalah memastikan kita keluar hidup-hidup. Sisanya, kita lihat nanti.”“Jangan bermain-main denganku. Jika kau berani mengkhianati kami, aku akan—”“Sudah cukup,” potong Jia, suaranya gemetar tapi tegas. “Kalian berdua terus saling mengancam di tengah situasi seperti ini? Berhenti memperebutkan kendali, atau kita semua akan mati di sini!”Keduanya terdiam, seolah terkejut dengan keberanian Jia. Namun, langkah mereka terus berlanjut hingga tiba di sebuah pintu besi besar.“Ini jalan keluarnya,” kata Arvell sambil memutar sebuah roda besi yang men

  • RANTAI CINTA MAFIA KEJAM   Berapa banyak yang harus dikorbankan?

    Jia berdiri membeku di tempatnya, matanya menatap tajam ke arah Arvell. Pria itu terlihat tenang, terlalu tenang, dan itu membuat Jia semakin curiga. Apa permainan yang sedang ia rencanakan?Kairos melangkah maju, wajahnya dipenuhi konflik. “Arvell, lepaskan dia. Ini bukan bagian dari kesepakatan kita.”Arvell menoleh ke Kairos dengan senyum yang hampir ramah. “Kairos, jangan campur tangan. Kau di sini karena aku mengizinkannya. Jangan lupa siapa yang memegang kendali.”Jia mengepalkan tinjunya. “Kendali? Kau pikir aku akan membiarkan diriku dimainkan olehmu? Jika kau punya sesuatu yang ingin dikatakan, katakan sekarang!”Namun, Arvell tidak terpengaruh oleh kemarahan Jia. Dia justru melangkah mendekat dengan gerakan yang penuh perhitungan. “Oh, Jia, kau selalu terlalu berani. Itulah yang membuatmu menarik.”“Berhenti bicara omong kosong,” potong Jia. “Apa tujuanmu? Dan apa hubungannya ini dengan Kairos?”Arvell tertawa pelan. “Tujuanku? Hanya memastikan kau tidak lepas dari pengawasa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status