“Apa? Ayah akan bersekutu dengan Raja Charlot?” tanya Julian.
“Kondisi kerajaan kita sedang tidak baik pangeran, Ayah minta kamu bisa mengerti.” Raja Alexander mencoba menjelaskan kondisi kerajaan kepada pangeran Julian. Dia berjalan menghampiri sang putra dan memenggang bahunya.
“Kau harus bisa mengambil hati Putri Caroline dan menikahinya. Kau harus menjadi raja di Rosweld Kingdom.” Pinta Raja Alexander sembari tersenyum licik.
Julian juga tersenyum licik mendengar saran dari ayahnya. Mata tajamnya mengisyaratkan sesuatu hal telah ia rencanakan.
Arlo kingdom adalah kerajaan yang berada di Swiss dipimpim oleh Raja Alexander, Pangeran Julian pewaris utama kerajaan itu. Karena perang yang berkepanjangan kondisi keuangan Arlo kingdom sangat kritis. Raja Alexander gagal mendapatkan dukungan dari para sekutunya, pasalnya Raja Alexander adalah raja yang sangat buruk. Kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya sangat buruk. Itu yang membuat kerajaan lain tak tertarik untuk menjalin kerja sama dengannya.
Beberapa hari yang lalu utusan dari Rosweld Kingdom datang untuk menyampaikan undangan perjamuan kepada Raja Alexander. Undangan itu tentu saja disambut dengan sangat baik oleh Raja Alexander. Seketika siasat licik muncul dari pikirannya.
Raja Alexander beserta sang ratu dan juga putri kecilnya bersiap untuk perjalanan menuju Rosweld Kingdom. Perjalanan itu dipimpin oleh Pangeran Julian.
Rombongan Raja Alexander dan Pangeran Julian telah sampai di Rosweld Kingdom setelah 7 hari perjalanan. Pangeran Julian begitu takjub dengan keindahan Rosweld Kingdom. Hasratnya untuk ingin memiliki kerjaaan itu semakin menggebu. Dia sudah pernah mendengar tentang keindahan Rosweld Kingdom tetapi melihat secara langsung membuatnya semakin tamak.
“Ingat, Jangan sampai putri marah jika bunga-bunga ini rusak karena dekorasi yang akan kita pasang.”
Julian secara tak sengaja mendengar percakapan para pelayan yang tengah menyiapkan acara perjamuan dan berjalan dengan hati-hati ketika melangkahkan kaki untuk masuk ke pekarangan istana.
“Selamat datang Raja Alexander.” Sambut salah satu ajudan kerajaan yang sudah menunggunya didepan pintu masuk istana dan dengan sopan mengantarkan Raja Alexander beserta rombongan ke ruangan perjamuan yang telah disiapkan.
Julian meminta ijin untuk keluar sebentar. Dia berjalan mengelilingi istana dan menuju ke istana putri yang mana terdapat kebun bunga mawar kesayangan Putri Caroline.
Julian menginjakkan kaki ditempat terlarang itu, dia memejamkan mata menghirup wangi semerbak bunga mawar.
“Aku tahu, hanya dengan ini kamu akan memperhatikan aku, Putri Caroline.” Julian tersenyum licik melihat bunga mawar merah bermekaran.
Dia menjamah kelopak bunga itu, meremasnya, menyebabkan kelopak cantiknya jatuh berserakan di tanah. Tidak hanya itu, bahkan dia juga mematahkan bebarapa bunga mawar itu, Dia memetik satu bunga dan memasukkan ke dalam jasnya. Dia menyunggingkan bibirnya lalu pergi meninggalkan kekacauan yang telah ia perbuat.
Julian kembali memasuki ruang perjamuan. Dia membersihkan tangannya yang telah berdarah karena tusukan dari duri mawar itu dengan sapu tangan. Suara riuh para tamu menarik perhatian Julian, Dia mengikuti arah pandangan orang-orang. Dia tercengang untuk beberapa detik, Caroline memasuki ruang perjamuan dengan begitu cantik. Aura putri bangsawan yang cantik, dan berkharisma tak bisa ditampik bahkan tanpa sadar Julian berjalan mendekatinya, berharap untuk bisa berkenalan dengannya.
“Putri Caroline, Perkenalkan aku Raja dari Swiss dan ini Putraku Julian.”
Raja Alexander menarik Julian yang masih terpaku dengan kecantikan Caroline dan menyuruh Julian untuk berkenalan dengannya.
“Perkenalkan aku pangeran Julian, Putri.” Julian mencium punggung tangan Caroline. Dia tersenyum licik lalu memberikan salam untuk pergi. Julian berbalik dan ingin pergi meninggalkan Caroline. Tapi langkahnya terhenti ketika Caroline memanggilnya.
“Pangeran Julian.” Julian tersenyum mendengar Caroline memanggil namanya, dia lalu membalikkan tubuhnya menghadap Caroline.
“MEMETIK BUNGA ADALAH SEBUAH KEJAHATAN DI ROSWELD KINGDOM, JADI PENGAWAL TANGKAP DIA SEKARANG JUGA” ucap Caroline. Tatapan matanya sangat tajam dan bergejolak amarah.
Julian terdiam, dia tak menyangka jika apa yang dilakukannya untuk menarik perhatian Caroline berubah menjadi sebuah kesalahan besar.
“Maafkan aku putri, Tapi aku sungguh tidak tahu jika hukum di kerajaan ini seperti itu. Aku hanya memetiknya karena itu terlalu cantik jadi aku ingin mengambilnya untuk kujadikan hiasan di kantong jasku seperti sekarang ini” Ucap Julian tersenyum sambil menunjukkan bunga dikantung jas sebelah kirinya itu.
“Mungkin aku bisa memaafkanmu jika memang seperti itu tapi luka ditanganmu berkata lain, pangeran Julian. Luka di tanganmu menunjukkan betapa kejinya kamu mengambilnya dengan cara yang sangat tidak berperasaan. Jika kamu tidak tahu peraturan di Kerajaan ini, alangkah baiknya jika kamu bertanya dulu Pangeran,” jawab Caroline.
Para penjaga istana pun masuk ke ruang perjamuan dan mengepung Julian.
“Raja Charlot, Apa yang dilakukan Putrimu adalah sebuah penghinaan untuk kami.” Raja Alexander berteriak lantang mencoba untuk mengancam Raja Charlot. Dan melakukan protes atas apa yang dilakukan Putri Caroline.
“Area kebun bunga adalah kekuasaan penuh Putri Caroline, Raja Alexander. Seharusnya kau tanyakan Pangeran kenapa melakukan kerusakan di kebun kami?” ucap Raja Charlot
“Tapi hukum tidak bisa diberikan jika sesseorang itu belum tahu aturan yang berlaku, Raja Charlot.” Julian juga membela dirinya yang kini kedua lengannya dirangkul oleh dua orang penjaga istana.
“Tetapi memasuki area pribadi dari seorang putri tanpa ijin itu sudah melanggar aturan, Pangeran Julian. Dan aku yakin pasti di kerajaanmu juga menerapkan aturan yang sama. Bukan begitu? Raja Alexander.” Sela Caroline dengan tegas dan penuh keyakinan.
Raja Alexander terdiam mendengar perkataan tajam dari Caroline. Para penjaga Istana membawa Julian ke dalam penjara dengan paksa karena Julian terus melawan. Julian menatap tajam Caroline begitupun Caroline membalas tatapan Julian tanpa rasa takut.
“Besok kita akan selesaikan masalah ini di pengadilan kerajaan.”
Raja Charlot pergi meninggalkan ruang perjamuan setelah mengucapkan itu. Ratu Cicilia menatap Caroline dan dengan isyarat diwajahnya membuat Caroline mengerti dan berjalan mengikutinya sampai ke kamar sang Raja.
“Apa yang akan kamu lakukan dengan Pangeran Julian untuk pengadilan besok?” Raja Charlot menanyakan keputusan Caroline.
Caroline membungkukkan badannya sebagai sikap hormat dan ijin untuk menyampaikan pendapat dihadapan sang Raja.
“Kita akan melakukannya sesuai dengan hukum yang berlaku di kerajaan ini, Yang Mulia,” ucap Caroline.
“Tidak bisakah kamu melupakan kejadian ini? pangeran Julian belum tahu hukum kerajaan ini,” tanya sang Raja.
“Maafkan saya Yang Mulia, tapi jika kita melupakan hukum hanya karena dia belum tahu maka selanjutnya hukum tidak akan berarti lagi dan akan pudar hanya dengan permintaan maaf.” Caroline menatap mata sang Raja dengan tegas.
“Tuan putri benar, Yang Mulia. Hukum harus tetap ditegakkan.” Penasehat kerajaan juga ikut memberikan pendapatnya.
“Saya janji, saya tidak akan memberikannya hukuman mati sesuai dengan hukuman yang telah kerajaan tetapkan mengingat dia adalah pewaris dari kerajaannya. Saya akan pikirkan hukuman yang pantas untuknya.”
Raja Charlot mengangguk setelah mendengarkan penuturan sang Putri.
“Aku percaya padamu, Putri.”
“Kalau begitu saya pamit, Yang Mulia.” Caroline membungkuk memberi hormat untuk mengundurkan diri keluar dari kamar sang Raja.
“Caroline.” Panggilan Raja Charlot membuat Caroline berbalik.
“Ayah bangga padamu.” Raja Charlot tersenyum bangga kepada Caroline. Senyuman seorang ayah kepada putrinya, Caroline membalas senyuman itu lalu pergi keluar dari kamar itu.
Raja Alexander terlihat sangat cemas, berulang kali dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Raja Alexander dan istrinya masih tinggal di Rosweld Kingdom.“Sudahlah, kita memohon saja kepada tuan putri agar dia mau mengampuni Julian.” Ratu Anastasya meminta suaminya untuk meminta maaf kepada Caroline. Dia juga sangat cemas kepada Julian. Walaupun Julian bukan anak kandungnya tetapi dia sudah membesarkan Julian sejak kecil.“Apa kamu ingin aku bersujud kepada gadis angkuh itu?” Raja Alexander membentak Ratu Anastasya yang tengah menidurkan putri kecilnya itu.“Lalu apa yang mau kamu lakukan? Aku yakin putri Caroline berhati lembut. Dia akan memaafkan Julian.”“Tidak, aku akan menghancurkan kerajaan ini.”Raja Alexander keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang tak bisa ditebak oleh Ratu Anastasya. Ratu Anastasya menatap kepergian Raja Alexander dengan wajah cemas. Dia memejamkan mata memohon agar tak ada
Charoline menyaksikan sendiri bagaimana orang tuanya terbunuh dengan sangat kejam. Ia tak menyangka bahwa hari itu adalah hari terakhir untuknya bertemu orang tuanya. Ester menarik Caroline untuk ikut dengannya. Sedangkan Adrian sudah menyiapkan kuda untuk mereka melarikan diri.Adrian melihat Caroline dan Ester berlari keluar dari pintu istana dan menghampirinya. Adrian melihat juga para pengawal dan Julian mengejar mereka.“Tuan Putri, Cepat Naik!” Adrian bergegas membantu Caroline naik ke atas kuda.Caroline, Adrian dan juga Ester memacu kuda mereka dengan kencang. Julian masih terus mengejarnya. Para pengawal dan juga Julian tak henti-hentinya menghujani mereka dengan anak panah. Caroline terus memacu kudanya tanpa arah hingga mereka memasuki hutan yang sangat gelap dan berkabut. Julian menarik tali kudanya dengan keras untuk berhenti ketika akan memasuki hutan itu. Dia melihat ke arah Caroline.“Kenapa kita be
Mereka menyusuri hutan gelap, mengikuti wanita berjubah merah itu. Dari kejauhan mereka bisa melihat sebuah asap mengepul dari api unggun yang ada di depan sebuah gubuk.Mereka sampai di sebuah rumah gubuk yang terbuat dari batang ilalang. Mereka memasuki gubuk yang tingginya hanya sebatas kepala Adrian itu. Wanita berjubah itu lebih tinggi dari Adrian hingga dia harus menunduk untuk melewati pintu rumahnya.Di dalam gubuk itu terdapat banyak sekali botol-botol ramuan dan juga berbagai tanaman kering.“Letak kan dia disitu,” perintah wanita itu sambil menunjuk kearah tempat tidur di sudut kamarnya.Adrian meletakkan tubuh Caroline pada tempat tidur yang hanya cukup untuk satu orang itu. Tempat tidur yang terbuat dari batang kayu yang dilapisi kulit binatang. Tubuh Charoline sudah sangat pucat dan dingin. Wanita itu meracik sebuah ramuan, dan terlihat sangat banyak sekali bahan yang dia gunakan. Wanita itu menempelkan sebuah ramuan di l
“Siapa wanita mengerikan itu ayah?” Julian mengusap darah yang keluar dari mulutnya.Raja Alexander tak menjawab pertanyaan Julian, dia pergi begitu saja setelah memastikan Julian tak terluka parah. Raja Alexander keluar dari ruang perjamuan dengan wajah cemas, pikirannya melayang kepada wanita yang tiba-tiba muncul dihadapannya dengan mengerikan itu.***“Yang Mulia, Caroline.”Caroline membuka matanya, kilat jingga itu menyala dari pupil matanya. Ester dan Adrian tercengang melihat perubahan mata Caroline. Kini mata coklat anggun dan penuh kasih itu telah lenyap berganti dengan mata jingga yang sangat mengerikan. Bahkan kita tahu jika dia menyimpan penuh sisi gelap hanya dengan melihat matanya saja.Meggie, wanita penyihir itu tersenyum melihat ramuan itu berhasil. Wanita itu membuka tudung jubah yang menutupi rambutnya. Kini rambut merah menyala itu keluar dari persembunyiannya.“Selamat datang di dunia yang
“SIAL!” Caroline mengumpat setelah ditinggal Maggie sendirian.Caroline memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan dirinya.“Baiklah, mari kita coba.”Caroline mencoba untuk berteleportasi menggunakan pikirannya. Caroline membayangkan hutan tempat dimana dia bersama Maggie tinggal. Beberapa detik kemudian dia mulai merasakan perbedaan suasana di sekitarnya. Suasana yang awalnya sunyi di perkampungan sepi, kini dia merasakan suasana yang begitu dia kenal. Harum bunga yang biasanya dia hirup itu kini dia rasakan lagi. Caroline membuka matanya, dia mengamati suasana yang telah lama ia tinggalkan itu. Caroline berdiri di tengah-tengah kebun bunga mawar yang berada di halaman belakang istananya. Caroline tersenyum bahagia melihat bunga-bunga itu, senyum pertama ketika dia bangkit kembali. Caroline menyentuh kelopak merah bunga berduri nan cantik itu, mencium wangi yang bisa melunakkan hatinya yang kini tengah mati.Caroline berjalan
Setelah mendengar tentang Caroline dari mulut pelayan itu. Julian semakin cemas, dia berbalik menatap penjaga yang ada di hadapannya seraya memberikan kode untuk menyingkirkan pelayan itu.Penjaga itupun mengangguk, dia menatap rekan yang berada di sampingnya lalu dengan segera menyeret pelayan itu keluar dari Aula Kerajaan.“Pangeran, tolong maafkan hamba. Tolong…tolong ampuni nyawa hamba." Pelayan itu berteriak meminta ampunan dari sang pangeran, tetapi Julian tak menghiraukannya.“Ayah, siapkan pasukan. Kita akan memasuki hutan itu,” kata Julian penuh dengan penekanan.“Tidak, apa kau sudah gila?”Julian terlihat sangat gusar, berulang kali dia mengusap wajah dan mengacak-acak rambutnya. Raja Alexander berjalan menghampirinya dan memegang kedua bahunya.“Tenanglah, jangan sampai kita salah langkah.”Julian berbalik dengan wajah garang menatap sang ayah yang tingginya lebih rendah itu
Julian pergi meninggalkan kerajaan bersama dengan prajuritnya. Dia memacu kudanya memasuki hutan Istaqa dengan penuh ambisi. Ambisi untuk bisa menghabisi Caroline, Julian memacu kudanya menerobos semak ilalang tinggi. Dia menelurusi jalan setapak yang tak tahu dimana ujung dari jalan itu. Kuda yang mereka kendarai tiba-tiba berhenti dan terlihat gelisah. Dia menjerit dan mengangkat kakinya tinggi membuat prajurit yang menungganginya terpental jatuh ke bawah. Ajudan Julian menyuruh beberapa prajurit di belakang untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Dua prajurit dengan baju perang itu berjalan ke depan melihat keadaan. Mereka mendekat ke arah semak-semak, salah satu diantaranya menyibakkan semak ilalang itu dan terkejut ketika melihat sesosok wanita cantik berbalik menatapnya dengan tajam. Wanita berambut panjang berwajah manusia dan setengah badannya adalah seekor burung itu tanpa aba-aba langsung menyerang prajurit itu. Cengkraman kaki burung perempuan
Pintu gerbang Istana Rosweld terbuka ketika para penjaga melihat Julian dan beberapa prajuritnya kembali dengan kuda yang terpacu kencang. “TUTUP PINTUNYA!” Julian berteriak kepada para penjaga sesaat setelah memasuki Istana. Para pengawal berhamburan menyambut kedatangan Julian. “Pangeran, kami sangat cemas karena kehilangan jejak anda,” ujar ajudan Julian yang menemani Julian masuk ke dalam hutan. “Julian…” Raja Alexander memeluk putra semata wayangnya itu. “Apa yang terjadi?” tanya Raja Alexander ketika melihat kecemasan pada raut wajah putranya itu. Julian tak menjawab pertanyaan dari sang ayah, dia dengan wajah pucat dan nafas yang menderu masuk ke dalam Istana. *** Minotur membawa jasad Ester dan juga Adrian ke pondok Maggie. Maggie yang tengah serius mengerjakan ramuan-ramuan itu terkejut dengan kedatangan Minotur. “Ada apa ini?” tanya Maggie. “Hah.” Maggie menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika Mino