Raja Alexander terlihat sangat cemas, berulang kali dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Raja Alexander dan istrinya masih tinggal di Rosweld Kingdom.
“Sudahlah, kita memohon saja kepada tuan putri agar dia mau mengampuni Julian.” Ratu Anastasya meminta suaminya untuk meminta maaf kepada Caroline. Dia juga sangat cemas kepada Julian. Walaupun Julian bukan anak kandungnya tetapi dia sudah membesarkan Julian sejak kecil.
“Apa kamu ingin aku bersujud kepada gadis angkuh itu?” Raja Alexander membentak Ratu Anastasya yang tengah menidurkan putri kecilnya itu.
“Lalu apa yang mau kamu lakukan? Aku yakin putri Caroline berhati lembut. Dia akan memaafkan Julian.”
“Tidak, aku akan menghancurkan kerajaan ini.”
Raja Alexander keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang tak bisa ditebak oleh Ratu Anastasya. Ratu Anastasya menatap kepergian Raja Alexander dengan wajah cemas. Dia memejamkan mata memohon agar tak ada apapun yang buruk terjadi di kerajaan ini.
Caroline berjalan menembus cahaya bulan yang masuk ke dalam lorong-lorong istana. Dia berjalan menuju ruang bawah tanah. Caroline menuruni tangga melingkar dengan udara yang lembab itu.
“Tuan Putri.” Para penjaga memberi hormat ketika Caroline berjalan menuju mereka.
“Aku ingin menemui Pangeran Julian,” ucap Caroline kepada para penjaga itu. Salah satu penjaga itu mengangguk lalu mempersilahkan Caroline masuk ke dalam ruang tahanan. Penjaga itu memandu Caroline dan menunjukkan Caroline dimana Julian sedang tahan.
“Silahkan Tuan Putri.” Penjaga itu pamit setelah dia mengantarkan Caroline tepat didepan sel Julian.
Julian membuka matanya ketika mendengar suara seseorang, dia menatap Caroline tanpa merubah posisi duduknya.
“Apa yang membawa tuan putri sepertimu kesini?” tanya Julian memandang Caroline dengan kebencian.
“Aku hanya ingin mendengar penjelasan secara detail mengenai kejadian itu.” Caroline menanyakan itu dengan tegas. “Apa kamu benar hanya mengagumi bunga itu atau memang itu semua kamu lakukan dengan sengaja?”
Julian menyunggingkan bibirnya mendengar pertanyaan Caroline, dia bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati caroline yang berdiri di balik sel besinya.
“Yah, aku memang sengaja melakukannya untuk menarik perhatianmu.” Julian tertawa seakan merendahkan Caroline. “Kenapa? apa kamu mau memeberikan hukuman mati untukku?”
“Aku merasa lega ketika kamu berbicara jujur seperti itu kepadaku, aku kira, aku sudah mendapatkan hukuman yang sangat tepat untuk perbuatanmu.”
Caroline pergi setelah mendengar penjelasan Julian, ketika akan melewati pintu, Caroline bertemu dengan Raja Alexander yang tengah berdebat dengan para penjaga tahanan.
“Aku hanya ingin melihat putraku, beraninya kalian melarangku?.” Raja Alexander mencengkeram dengan geram kedua leher penjaga itu.
“Biarkan dia masuk!” Caroline memerintahkan penjaga untuk membiarkan Raja Alexander masuk.
Setelah mendengar perintah itu Raja Alexander melepaskan penjaga itu, Caroline menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Raja Alexander tetapi Raja Alexander tak menanggapi itu. Raja Alexander berjalan melewati Caroline begitu saja tanpa memandangnya.
***
Pagi di Rosweld tak seperti pagi-pagi sebelumnya. Hari ini adalah hari dimana Julian akan dibawa ke persidangan kerajaan.
Raja Charlot dan juga seluruh anggota kerajaan telah hadir untuk menyaksikan jalannya persidangan yang dipimpin oleh Caroline itu.
“Bawa Pangeran Julian masuk,” perintah Caroline kepada pengawal.
Pengawal memasuki ruangan dengan membawa Julian yang kedua tangannya terikat. Julian dipaksa untuk berlutut dihadapan Raja Charlot.
“Pangeran Julian, telah melakukan pelanggaran berat di kerajaan ini dengan merusak kebun bunga mawar dan juga dengan sengaja memasuki istana wanita, maka dengan itu saya memohon kepada Yang Mulia Raja untuk bisa menghukumnya dengan hukuman cambuk sebanyak seratus kali.” Charoline membacakan tuntutan hukuman yang sudah ia siapkan di hadapan seluruh yang menghadiri persidangan itu.
Raja Charlot mengangguk, “Sebenarnya hukum kita mengatur untuk perusak kebanggaan dari Rosweld adalah hukuman mati, tetapi mengingat Pangeran Julian adalah pewaris satu-satunya kerajaan Arlo maka tuntutan hukuman yang diajukan Putri Caroline akan saya terima.”
Setelah vonis hukuman untuk Julian telah dijatuhkan, para pengawal kembali menghampiri Julian tapi tiba-tiba suasana rusuh diluar pintu persidangan terjadi. Pintu persidangan dibuka secara paksa oleh segerombolan pasukan. Raja Charlot berdiri dari kursi singgahsananya dan meminta pengawal untuk melindungi para wanita.
Julian tertawa ketika melihat kerusuhan itu, dia melirik ke arah Caroline yang masih terkejut dengan keadaan itu.
Raja Alexander muncul dari balik pintu itu bersama dengan pasukan yang ada dibelakang mereka.
“Alexander, apa yang kau lakukan? Jika kau ingin berperang maka berperanglah secara bermartabat” Raja Charlot terlihat sangat marah melihat pengkhianatan Raja Alexander.
“Hanya dengan cara ini aku bisa melawanmu.”
Para pasukan sudah terlibat saling menyerang, dua pengawal membawa pergi Julian tetapi Julian melawan dan membunuh para pengawal itu. Julian merebut pedang salah satu pengawal dan berlari mendekati Caroline. Raja Charlot menarik Caroline kebelakang dan menghadang pedang dari Julian. Terjadi adu pedang antara Raja Charlot dan juga Julian.
Caroline mengambil pedang dari salah satu pasukan yang juga sedang bertarung melawan pasukan dari Raja Alexander. Caroline menebas pasukan musuh menggunakan pedangnya, dia ikut adil dalam perang ini, kemampuan perangnya sudah dia pelajari sejak dia kecil, Caroline berlari hendak menolong sang ayah tetapi langkah Caroline terhenti ketika melihat Raja Alexander menghunuskan pedangnya dari belakang dan tepat menembus punggung Raja Charlot. Raja Charlot pun ambruk,
“AYAH…” teriak Caroline histeris menyaksikan ayahnya terbunuh.
Terlihat jelas kilatan penuh amarah terpancar di mata Caroline. Dia melangkahkan kakinya dan siap untuk mengayunkan pedangnya melawan Julian dan Alexander. Tetapi seseorang menariknya.
“Caroline, Kamu harus tetap hidup. Pergilah…Biar ibu yang selesaikan. Bawa dia pergi dari sini,” Ratu Cecilia mendorong Caroline untuk pergi meninggalkan istana.
“Tapi…Aku…” Belum sempat Caroline menjelaskannya dia sudah ditarik keluar dari ruang perjamuan.
Ester dan Adrian membawa Charoline meninggalkkan Istana. Julian yang mengetahui Caroline pergi, berlari untuk mengejarnya. Tetapi sebuah pedang mengenai lengannya. Ratu Cecilia mengayunkan pedang kepada Julian.
“DASAR IBLIS, BAGAIMANA KAMU BISA BERBUAT SEPERTI INI?” Murka Ratu Cecilia.
Julian meringis menahan luka gores di lengannya dan tertawa “Jika aku tak bisa memilikinya maka aku akan menghancurkannya.”
Julian menghunuskan pedangnya dan menusuk perut Ratu Cecilia.
“Akh…” Darah keluar dari mulut sang Ratu. “Aku tidak akan membiarkanmu hidup sebagai manusia, kau adalah iblis. Anakku akan datang untuk membunuhmu bahkan ketika kau terlahir kembali.” Dengan sisa-sisa kekuatannya Ratu Cecilia mengutuk Julian.
Ratu Cecilia pun meninggal dan dalam seketika Caroline kehilangan kedua orang tuanya beserta bayi yang berada dalam perut sang Ratu.
Caroline menyeringai kala dia melihat sekawanan makhluk mengerikan itu dengan perlahan menuju ke arahnya. Kilatan cahaya jingga mulai menjalari tubuh Caroline. Arus air laut yang awalnya tenang tiba-tiba berubah semakin deras menerpa tubuh Caroline. Shiren menatap tajam Charoline dengan mata hijaunya.Pertarungan antara Caroline dan Shiren sangat sengit. Dengan begitu banyak Shiren yang mengepungnya, Caroline tak sekalipun gentar. Dia dengan sangat beringas mematahkan tulang-tulang Shiren itu lalu menghisap ruh mereka sampai habis tak tersisa."Hentikan!" Salah satu Shiren yang masih berusia sangat muda berteriak dan menghentakkan ekor ikannya ke permukaan laut membuat Caroline dan para Shiren yang lain terpental menjauh satu sama lain.Amarah sudah menguasai Caroline hingga dia tidak bisa membedakan benar dan salah untuk saat ini. Dia menatap tajam kepada gadis cilik itu dan dengan secepat kilat mencengkeram leher gadis itu."TIDAK!" Salah satu Shiren me
Desiran ombak menyapu lautan gelap nan dingin itu. Sinar purnama menyinari hamparan air di lautan lepas. Hembusan angin dari pohon-pohon di pinggir lautan itu menusuk pori-pori para nelayan yang tengah mencari ikan di lautan. Sudah menjadi kegiatan rutin untuk para nelayan mencari ikan di tengah malam. Walaupun mereka sadar ancaman maut di depan mata. Tapi demi mencukupi kehidupan keluarga, para nelayan itu rela mempertaruhkan hidupnya. Seperti halnya sekarang ini, dengan berbekal menyumbat telinga yang terbuat dari topi bulu domba itu. Para nelayan itu nekat untuk berlayar di tengah isu yang beredar. “Kita harus segera kembali.” Salah satu teman pelayan itu menghampirinya untuk duduk bergabung bersamanya. “Apakah fajar sudah mau terbit?” tanya nelayan itu. “Belum, tapi kau dengar kan kalau jam segini waktunya dia keluar?” jawab temannya itu. “Tapi kita masih belum dapat apapun. Aku tidak mau pulang dengan tangan kosong. Anak dan istriku sudah
Caroline membaringkan Maggie di atas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh bulu domba setelah sampai ke rumah mungilnya. Charoline menatap Maggie dengan iba, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Maggie yang sudah mulai pucat.Minotur masuk untuk memberikan ramuan agar tenaga Maggie kembali pulih. Caroline dengan segera mengambil ramuan itu dari tangan Minotur dan memberikannya kepada Maggie. Caroline mengangkat tubuh Maggie dan meminumkannya ramuan itu. Caroline kembali menidurkan Maggie dan menyelimutinya.Caroline meninggalkan Maggie, membiarkannya untuk beristirahat setelah apa yang dia lalui. Caroline berjalan keluar dari kamar Maggie untuk menemui Minotur.Dia melihat bagaimana Minotur tengah sibuk membuat api dari batang-batang kayu. Caroline datang mendekatinya.“Apakah dia akan pulih seperti semula?” tanya Caroline dengan pandangan nanar.Minotur yang mendengar itu menghentikan kegiatannya lalu memandang Caroline dengan taj
Maggie terlihat sangat pucat, wajahnya nampak begitu lesu. Kini dia terlihat sangat kurus dan malang. Raja Alexander tak memberikan setetes air pun pada Maggie. Dia sangat menikmati pemandangan menyedihkan itu.Para pengawal pun tak berani untuk memberikan air kepadanya, mereka hanya bisa melihat Maggie dengan miris.Maggie mencoba membuka matanya dan melihat Hybrid terbang mengitari sel besi tempatnya. Dengan sekuat tenaga Maggie mengangkat tubuhnya. Tak lama setelah Hybrid terbang mengitari atas sel nya, langit berubah menjadi gelap. Matahari terik yang membakar kulit Maggie sekarang hilang tertutup oleh awan mendung yang gelap.Para penjaga istana seketika mendongakkan kepala mereka ketika tiba-tiba langit menjadi gelap dengan kilatan-kilatan petir yang mulai menyambar.“Sepertinya akan ada badai hari ini?” ucap salah satu penjaga.“Kita harus membunyikan genderang untuk memperingatkan warga.”“Biar aku yang
Para pengawal memasukkan Maggie pada gerobak jeruji besi dan menariknya dengan kuda keluar dari hutan menuju ke kota Rosweld. Maggie masih tak sadarkan diri semenjak serbuk mawar itu mengenai dirinya. Entah bagaimana Raja Alexander bisa menemukan kelemahan Maggie.Para penduduk kota Rosweld menatap ngeri ketika kuda yang menarik gerobak itu melewati pemukiman penduduk.“Apa dia siluman?” bisik salah satu penduduk.“Bukan, aku kira dia adalah seorang penyihir.”“Benarkah? Sungguh mengerikan ada seorang penyihir di dunia ini.”Para penduduk kota Rosweld bergunjing dan menatap penuh kengerian kepada Maggie. Mendengar keributan itu Maggie tersadar dari lelapnya. Dia membelalakkan mata ketika mengetahui bahwa dirinya sedang digiring untuk dijadikan bahan tontonan.Maggie menutupi wajahnya ketika salah seorang pria melemparinya dengan tomat busuk, Maggie semakin membenamkan wajahnya saat lemparan demi lemparan i
Caroline, memandang kedua peti mati itu dengan raut kesedihan. Terlalu dalam luka di hatinya hingga membuatnya lupa akan cara untuk meneteskan airmata. Jasad Ester dan Adrian dimakamkan di dalam hutan tepat di bawah pohon Hura Crepitans. Pohon dengan duru-duri tajam yang terletak di seluruh batangnya. Hura Crepitans adalah pohon yang sangat berbahaya. Siapa pun yang memakan buahnya yang seperti labu itu akan keracunan, getah pada daunnya bisa membuat mata buta dan buah pohon yang sudah mengering bisa meledak, menembakkan duri-durinya dengan kecepatan 241 km/jam. Alasan Caroline memutuskan menguburkan jasad mereka pada pohon itu adalah untuk menjaga mereka dan sebagai rasa penyesalan karena dia telah gagal melindungi mereka. Caroline menabur beberapa bunga di atas makam Ester dan juga Adrian. Maggie menyentuh bahu Caroline, berusaha untuk menenangkannya. Caroline dengan setelan gaun berwarna hitam itu tak bergeming. Dia pergi begitu saja tanpa menghira