Karena tak ada pergerakan untuk berpose lebih baik, ibu Puspita menaruh nampan juga minuman itu di lantai lalu lanjut menutup pintu.Setelah itu dia berjalan pergi sambil tersenyum, ia tau kenapa putra tuan besarnya itu berinisiatif datang mungkin mereka jatuh cinta satu sama lain atau apa. "Ma!" ucap seseorang dari belakang, ternyata itu suaminya yang baru bangun tidur, memang jam segini pada bangun semua. "Bikin kopi mah!" "Yeh dasar sih ayah, bangun tuh cuci muka dulu! ini malah suruh bikin kopi," ucap ibunya yang sekarang mempersiapkan wadah untuk menyusun makanan yang sudah di pesan. "Itu di kamar Puspita ada apa sih, kok kayaknya ribut banget," ucap ayahnya yang tak tau kalau Tuan mudanya datang, pria paruh baya itu mengambil dispenser untuk minum."Tuan muda Dateng," ucap ibunya yang tengah menaruh nasi bungkus di masing-masing wadah. "Ukhuk." Ayah Puspita tersedak karena terkejut dengan ucapan sontak isterinya. "Yang benar aja mah? Pagi-pagi buta kayak gini?" "Liat aja k
Sekarang keduanya sudah berada di sekolah Puspita. Nicky membuka sabuk pengaman yang terpasang di tubuh gadis itu, sedangkan orang yang di bantunya masih mengusap kepalanya.Wanita satu itu benar-benar kejam. Pria di sebelahnya hanya tertawa kecil karena melihat ekspresi Puspita yang kesal bercampur nyeri yang menyiksa, karena kayu panjang itu. "Emang sakit banget ya?" Matanya menatap tajam pada pria disebelahnya, saat sedang menderita seperti ini dia bisa-bisanya bertanya seperti itu. "Ya sakit lah om, kalau enggak mana mungkin aku ngusap kepala Mulu." Melihat wajah kesal itu, Nicky pun melepaskan sabuk pengaman miliknya dan memeriksa kepala gadis itu. Yang tentu saja karena mereka sangat dekat membuat Puspita terdiam dengan detak jantung tak karuan. Apalagi terlihat ketampanan Nicky yang semakin lama semakin mempesona saja, cukup lama hingga akhir Nicky menjauh dari Puspita. "Gak apa-apa kok, cuma ya memar aja sedikit." Karena tak tau harus menjawab apa, Puspita segera membuka
"Mengajak Puspita?" tanya ayah Puspita heran, dia melirik isterinya yang sama herannya dengan dirinya. "Maaf tuan muda, bukan maksud lancang atau apa, tapi untuk apa?" tanya ibu Puspita yang khawatir. Bagaimanapun anak mereka masih terlalu muda, terlebih Nicky tak ada status apapun dengan putrinya. "Hanya berjalan-jalan, aku akan kembali kuliah bibi, jadi aku ingin menghabiskan waktu dengan anak itu," balas Nicky yang membuat kedua orang terdiam. "Tapi Tuan muda, bagaimana Puspita masih kecil saya takut terjadi sesuatu pada anak saya." "Aku tau ke khawatiran paman, tapi aku yakin bisa menjaganya," balas Nicky. Ini pukul 7 malam, sedangkan Puspita izin pergi ke rumah Tiara untuk mengerjakan tugas kelompok, tapi sampai sekarang tak ada tanda-tanda anak itu akan pulang. "Maaf tuan muda, tapi kami--""Mah, besok beli singkong!" ucap Puspita yang datang-datang langsung memerintahkan sang ibunda, alangkah kagetnya ia melihat kedua orang juga Nicky yang sedang duduk seperti sedang memb
Matanya terbelalak kala melihat baju Nicky yang mulai terbuka, tapi ia mulai sadar kalau saat ini bukan saatnya untuk terpesona. Puspita menghadap kebelakang, menetralkan debaran jantungnya juga rasa panas pada pipinya, yang benar saja pria tua satu itu. Nicky tertawa kecil, padahal baru tiga kancing yang ia buka, masih ada beberapa lagi. Entah kenapa melihat gadis itu malu, dia malah semakin ingin mengerjainya. Pria darah Luffblend mengalir pada tubuhnya mendekat kearah Puspita, kancingnya masih terbuka hingga membuat Puspita yang merasa ada pergerakan menoleh ke sampingnya. Matanya kembali terbelalak melihat. "Om, ma-mau apa?" Bibir Nicky mendekat ke kuping Puspita, tentu saja hal itu membuat tubuhnya meremang. "Ayo berangkat!" Bisikan itu membuat Nicky menghindar sambil tertawa geli, ia merapihkan lagi pakaian dan menatap Puspita dengan wajah puas. Sedangkan Puspita yang seperti akan meledak, terhenti oleh yang sangat tidak memuaskan. Dia pun menatap pria yang dia sebut om i
"Gak ada, emang ada yang mau ikut selain kamu? Teman kamu mungkin?" tanya Nicky yang membuat Puspita menggeleng. Ibu Puspita yang heran dengan anaknya itu memukul lengan puspita cukup kencang. "Kamu ini mau ikut enggak sebenarnya? Jangan bikin Tuan muda nungguin kamu!" Sebenarnya ibu Puspita tak mau kalau anaknya itu pergi, apalagi berduaan dengan Nicky, walau anak itu terlihat baik tapi tetap saja atasan bisa melakukan apapun. Ya walau begitu ia tak mau terjadi sesuatu pada keluarganya, jadi ia berusaha sebisa mungkin tersenyum ramah anak majikannya itu. Puspita dengan mengangguk pelan. "Iya." Tak lama Nicky membuka pintu mobil. "Masuk!" Mata Puspita menatap sang Ibunda. "Mah pita pamit ya, mama jaga kesehatan!" "Iya, kamu juga hati-hati, nih jangan lupa bawa!" ujarnya sambil memberikan satu kresek jajan itu pada anaknya, tentu saja tangan Puspita yang kecil menerimanya dengan kedua tangan. Nicky yang melihat itu hanya tertawa kecil, puspita meliriknya sebentar lalu kembali
"Kau datang sendiri?" tanya wanita itu, tak lama Nicky tersenyum."Tidak aku bersama--- puspita?" tanya Nicky kala akan memperkenalkan gadis itu, sedangkan dipandangnya tak ada siapapun di dekat bibir pantai itu. Wajah mendadak panik. "Puspita, kemana gadis itu?""Kau bersama siapa memang? Puspita itu siapa? kekasihmu?" tanya wanita itu yang heran, tapi Nicky take jawab dia malah berlari ketempat gadis itu tadi tersenyum senang bermain air. "Puspita! Pita!" teriak Nicky sambil memutarkan tubuh berharap menemukan gadis itu dipandangnya, senior wanita itu mendekat kearah Nicky dengan mimik sama paniknya. "Nicky, siapa Puspita?" "Adikku, PUSPITA!" "Tapi yang aku tau, kau belum memiliki adik?" "Kakak senior, biasakan kita berhenti melakukan tanya jawab ini? Aku harus menemukan gadis itu! PUSPITA, KAMU DIMANA?" Nicky berjalan ke arah kiri sambil berlari kecil. Pria itu tak perduli kalau orang-orang Melihatnya, yang terpenting gadis itu harus ada di depan matanya. "Puspita! Jangan me
Api yang berkobar-kobar membakar kayu yang membentuk membundar, agar apinya tak padam dan tetap awet, tak lupa juga tenda yang lumayan besar dengan beberapa peralatan di dalamnya. Puspita menatap menatap api itu, hawa panas tak membuat hatinya yang dingin mencair malah semakin membeku, membuat gadis itu semakin memeluk lututnya. Tak lama Nicky keluar membawa beberapa makan yang bisa dibakar, mereka beruntung karena terlihat hamparan bintang di langit, membuat suasana yang gelap itu terlihat sangat indah dari atas. Sedangkan Puspita melihatnya hanya cahaya kecil yang tak tergapai, seperti hatinya yang mengharap pria itu. "Puspita!" panggil Nicky yang membuat gadis itu menoleh kebelakang."Om?" ucap Puspita yang kembali melihat api unggun yang pria itu buat, tak lama Nicky duduk di sampingnya sambil memberikan jagung mentah yang di tusuk menggunakan kayu yang panjang. "Nih! Jangan ngelamun aja nanti kesambet!" Puspita mengambil jagung itu dan membakarnya, tapi tetap saja hatinya m
Matanya terbuka lebar, kala merasakan bibir Nicky mulai bergerak perlahan. Tangan menyentuh pipi Puspita menyapu beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Hingga pergerakan itu berhenti di gantikan Nicky yang jatuh tak sadarkan diri, detak jantung Puspita tak beraturan dia masih terdiam melihat pria yang sudah mengobrak-abrik isi hatinya. Matanya kini melihat banyak kaleng yang pria itu minum, entah dari mana asalnya bir itu hingga membuat Nicky seperti ini. Walau terlihat tak sadarkan diri matanya sesekali bergerak, merasakan teriknya matahari yang mulai menyoroti wajahnya. Pada akhirnya Puspita memapah tubuh Nicky hingga ke tenda. Saat keluar ia hanya bisa menghela nafas, detakan masih terasa jelas dan begitu kencang kala mengingat hal tadi. Setahunya kalau orang mabuk itu biasanya tak sadar atas apa yang ia lakukan, jadi bisa jadi Nicky juga begitu. Tapi orang mabuk itu jujur biasanya, membuat mata Puspita kembali terbuka, dia menutup wajahnya menghentikan bahagia yang ia