Rashva berlari dan berlari.
Cahaya itu terasa jauh sekali.
Rashva teringat lagi akan kehidupannya sendiri.
Semenjak dahulu, yang ia temukan hanyalah kekecewaan. Impiannya tidak ada yang menjadi kenyataan. Harapan selalu tinggal harapan.
Mulai dari ditinggal pergi ayahnya yang hilang di medan perang. Lalu kekecewaan saat kuliah di jurusan yang tidak diminatinya, karena ternyata ia tidak diterima di jurusan yang diharapkannya. Teman-teman akrabnya yang hanya sedikit sekali dan kini mereka sudah berada di lain kota. Kehidupan di dunia maya yang penuh kepalsuan yang membuatnya bosan. Belum lagi percintaan yang selalu gagal.
Akhirnya bermain game adalah satu-satunya pilihannya untuk lari dari kekecewaan ini. Di dunia game, setidaknya ia bisa memenangkan sesuatu. Menyelesaikan tugas atau melawan musuh yang kuat. Dia suka dengan game strategi di mana ia harus mengatur siasat dan taktik dalam menghadapi lawan. Juga suka game fighting di mana ia harus menemukan jurus dan cara untuk mengatasi lawan. Semuanya itu membawa sedikit kebahagiaan padanya.
Tetapi hidupnya masih terasa hampa.
Kini, di hadapannya ada cahaya yang harus diraihnya. Rashva merasa ini adalah harapan terakhirnya. Inilah satu-satunya jalan di mana ia bisa menjadi seseorang di masa depan nanti. Membuat ibunya bangga, dan memperlihatkan kepada semua orang yang meremehkannya bahwa ia bukanlah pecundang.
Karena itu Rashva berlari dengan sekuat tenaga. Seluruh harapannya, kekuatannya, kesedihannya, kekecewaannya bercampur menjadi satu dan berubah menjadi sebuah kekuatan yang tak pernah ia sangka.
Entah berapa jauh ia berlari. Nafasnya sudah tersenga-sengal. Dadanya terasa panas mau meledak. Jantung seakan dapat berhenti kapan saja. Matanya sudah mulai kabur. Tetapi Rashva tidak mau berhenti. Meski cahaya itu terlihat masih jauh, bagi Rashva cahaya itu sangat lah dekat.
“Sedikit lagi…..sedikit lagi…., aku akan dapat mengubah semuanya…..,” bisiknya dalam hati. Tangannya menggapai ke depan mencoba meraih cahaya itu.
Airmatanya mengalir. Airmata pengharapan.
Ya Tuhan, kali ini saja. Kabulkanlah…..
Di saat seseorang telah mencapai keputusasaan yang paling dalam, yang tertinggal di hatinya hanyalah doa.
Sedikit lagi….,
Sedikit lagi….,
Lagi….,
Dan lagi….,
Lalu Rashva terjatuh.
Tubuhnya tidak kuat lagi. Nafasnya terasa seperti terputus. Dadanya terbakar. Kakinya lumpuh.
Rashva memandang cahaya itu. Matanya terpejam. Airmata itu akhirnya terjatuh.
Ia menghela nafas.
“Sepertinya aku memang tidak ditakdirkan untuk kejayaan.”
Cahaya itu menghilang. Dunia terasa begitu gelap.
Ingin rasanya ia menangis sekeras-kerasnya. Tetapi entah kenapa, ada perasaan lega di hatinya. Mungkin karena ia telah sekian lama kecewa. Telah sekian lama berharap ada perubahan berarti di dalam hidupnya. Namun selalu gagal dan gagal lagi.
“Tak apalah,” senyum Rashva.
Apabila orang lain melihat senyum ini, mereka akan menangis untuknya.
Tetapi Rashva tetap tersenyum, meskipun airmata deras membasahi pipinya.
“Sudah terlalu sering kecewa, kecewa satu kali lagi tidak apa-apa,” tawanya.
“Setidaknya aku sudah berusaha.”
Sejak dahulu ia memang selalu telah berusaha. Dan usaha itu selalu gagal. Selalu zonk.
Apakah Tuhan memang menciptakan sebagian orang untuk selalu kecewa?
“Tidak apa-apa. Ya Tuhan, saya tidak marah. Tidak kecewa. Saya ikhlas. Saya terima semua ini, Ya Tuhan. Terima kasih untuk nafas dan kehidupan yang telah Engkau berikan.”
Ia berbisik lirih dalam hati.
Tiba-tiba cahaya yang tadi menghilang itu muncul kembali dengan terang benderang!
Blaaaaaaaaaammmmmmm!
Terdengar suara Fenrir,
“Membuka Mata Ketiga memang tidak dapat dilakukan dengan hasrat, dengan keinginan. Mata Ketiga hanya dapat terbuka apabila seseorang sudah ikhlas menerima keadaan dirinya.”
Seketika Rashva paham.
Tak ada seorang pun yang mampu mengejar cahaya itu. Ujian terakhir adalah bahwa ketika kita gagal meraih sesuatu, kita mampu ikhlas dan berterima kasih ke Sang Pencipta atas segala yang telah ia berikan.
Lalu cahaya yang menyilaukan tadi menyelimuti tubuh Rashva.
Anak muda itu merasakan kehangatan aneh yang sama sekali tidak pernah dirasakannya.
Kehangatan itu berubah menjadi rasa panas yang sangat dahsyat!
Herannya, Rashva entah bagaimana dapat menahan rasa panas yang meledak-ledak itu.
Tubuhnya seperti mengeluarkan cahaya putih kemerahan.
Blllaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrr!
Seolah ledakan energi nuklir yang pecah keluar dari dalam tubuhnya.
“Mata Ketiiga telah terbuka!” terdengar suara Fenrir.
“Badanku terasa segar sekali, Fenrir. Seolah aku tidak pernah sakit. Aku merasa ada energi yang begitu membara berputar-putar mengikuti aliran darahku.”
“Itulah yang dinamakan Chi. Semua orang memilikinya, tetapi hanya mereka yang Mata Ketiganya telah terbuka yang mampu mengendalikan dan memanfaatkannya,” jelas Fenrir.
“Ya, aku pernah membaca tentang Chi di dalam novel-novel online. Tak kusangka ternyata kini aku mampu mengendalikannya,” kata Rashva.
“Dengan Mata Ketiga yang terbuka, kau akan mampu mengendalikan Chi, memiliki refleks yang sangat cepat, intuisi yang sangat tajam, serta mata batin yang mampu menembus rahasia alam semesta. Kau hanya perlu melatihnya setiap hari agar semakin terasah,” kata Fenrir.
“Baik. Apa yang harus aku pelajari pertama kali?”
“Aku akan mengajarimu jurus Langkah Lingbo Weibu,” kata Fenrir
“Apa? Lingbo Weibu itu kan jurus langkah milik pendekar Duan Yu yang ada di novel ‘Demi Gods and Semi Devils’ karya Jin Yong!” seru Rashva.
“Di dunia Mirrorverse ini, apapun yang manusia khayalkan di dunia nyata, dapat menjadi nyata di sini,” jelas Fenrir.
“Baiklah. Aku ingat bahwa Lingbo Weibu adalah sejenis ilmu meringankan tubuh di dalam novelnya.”
“Jurus langkah Lingbo Weibu adalah ilmu meringankan tubuh. Arti dari kata Lingbo Weibu adalah "Langkah Kecil Menapak Samudra'. Dengan ilmu ini gerakanmu akan menjadi sangat cepat, footwork mu dalam bertarung akan menjadi tak tertebak dan tidak bisa diduga, sehingga kau akan bisa menciptakan serangan yang sangat berbahaya hanya dengan mengendalkan langkah kaki dan positioning-mu saja,” kata Fenrir.
“OH? Keren sekali! Aku mau belajar jurus itu!”
“Mari kita tinggalkan dunia Roh menuju ke Mirrorverse,” kata Fenrir.
“Yuks!”
Pagi belum lagi tiba.Rashva mimpi itu lagi.Naga menelan matahari. Lama-lama ia menjadi sangat terbiasa. Karena malas untuk kembali tidur, Rashva memutuskan untuk pergi ke dapur saja untuk memasak. Selama beberapa hari ini Rikka yang selalu memasak untuk mereka. Kasihan juga jika ia selalu berkutat di dapur saja setiap hari.Saat menyusuri lorong, dilihatnya kamar Rikka ternyata masih terbuka. Ada terang cahaya lilin yang menyinari kamar itu. Ia berdiri di depan pintu kamar dan melihat gadis itu sedang menjahit sesuatu.“Rikka belum tidur? Sedang menjahit apa?”“Rikka membuatkan pakaian untuk Tuan,” jawabnya dengan pandangan yang aneh.“Untuk apa kau membuatkan pakaian untukku? Aku masih punya banyak,” tawa Rashva.“Kemarin Tuan membawa satu peti besar penuh dengan pakaian, perhiasan, dan berbagai macam benda lainnya. Tetapi Rikka lihat tak ada satu pun barang yang Tuan beli untuk Tuan sendiri.”Rashva tersenyum pahit. Katanya, “Aku memang tidak perlu banyak barang. Bagiku yang ada s
“Dalam ilmu peperangan, yang paling penting adalah data dan informasi mengenai lawan. Saya tahu saat ini kita masih buta dengan kekuatan lawan. Di mana benteng mereka, dan logistik apa yang mereka punya. Oleh karena itu saya mengajukan diri untuk mencari informasi. Kami para Kitsune mempunyai jaringan sendiri dan bisa saling berkomunikasi.”Lanjut Kitsune itu, “Nanti jika kita sudah mendapatkan informasi yang lengkap, baru kita mengirim Bhiksu Ben untuk menginfiltrasi benteng mereka melalui alam rohnya. Untuk saat ini saya perlu beristirahat satu hari penuh, dan besok sudah mulai bisa bergerak. Itu pun jika diijinkan Rashva-sama.”“Tentu saja kuijinkan, Miku. Malah aku dan teman-teman semua sangat berterima kasih atas bantuanmu,” kata Rashva.Akhirnya mereka memutuskan satu hari itu untuk “libur”. Sama sekali tidak melakukan apa-apa. Tetapi Rashva memilih berlatih di Ruang Latihan. Fenrir dan Icara duduk di samping dan hanya memperhatikan majikan mereka berlatih.“Apakah gerakanku sud
Mereka pulang.Rashva membawa satu kontainer besar yang berisi pakaian dan macam-macam keperluan mereka. Mulai dari bahan makanan, bahan bangunan, dan perobatan. Ada juga berbagai macam kain dan benang yang mahal.Rikka memilih-milih barang dengan senang. Ia sangat suka menata rumah dan juga menjahit. Itu adalah ketrampilan yang sudah dipelajarinya sejak kecil.Bhiksu Ben tidak banyak memilih barang. Ia hanya mengambil satu karpet dan sebuah sepatu kulit.Miku ternyata sudah kuat berjalan-jalan dan ia memilih-milih barang juga untuk kamar barunya yang sedang dipersiapkan Rikka. Saat ditunjukkan Kimono untuknya, matanya terbelalak.“Hikizuri ini mahal sekali!”Hikizuri adalah sejenis kimono yang biasa dipakai oleh para Geisha. Ava memperhatikan dulu saat pertama kali bertemu Miku, Siluman Rubah itu memang mengenakan Kimono jenis ini.Ada bermacam-macam kimono untuk Miku. Hampir semuanya berwarna merah. Ia memang suka warna merah. Hatinya trenyuh sekali mendapatkan semua kebaikan ini. I
“Selamat pagi Bhiksu Ben. Bagaimana hasil penyelidikan semalam?” tanya Rashva.“Masih belum mendapatkan hasil. Siang nanti saya akan pergi menyelidiki lagi.”“Baik. Kalau begitu silahkan sarapan dulu. Sambil dengarkan kami bercerita.”Rashva kemudian menceritakan tentang kejadian dengan Miku dan keadaan yang sekarang terjadi di Teranthe. Bhiksu itu mendengar dengan seksama.Setelah sarapan selesai Rashva berkata, “Ava, kau ikutlah aku pergi berbelanja ke Shangrilla. Kita juga bisa memantau perkembangan kabar saat di sana.”Gadis itu mengangguk dan mereka segera berangkat.Begitu sampai di Shangrilla, Rashva mengajak ke pusat perbelanjaan dan meminta Ava memilihkan baju untuk Miku.“Nona Miku kan selalu mengenakan Kimono. Mari kita ke tempat yang berjualan Kimono. Aku tahu tokonya,” kata Ava.Tempat yang dituju mereka ternyata sangat besar dan megah. Terdiri dari 7 lantai. Namanya Hakka, menjual segala jenis pakaian. Rashva terpesona juga saat memasuki tempat itu. Segala macam jenis pa
Matahari perlahan muncul dari balik gelap malam.Rashva tersenyum. Hari baru adalah harapan yang baru. Kesempatan yang baru. Selama ada matahari pagi, selama itu juga seluruh makhluk hidup memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik.Begitu ia menoleh kembali ke arah pembaringan, dilihatnya Nona Hayami Miku telah kembali ke wujud manusianya.Untung sebelumnya Rashva sudah menutupi tubuhnya denganselimut, tetapi tetap saja bagian-bagian tubuh nona itu sedikit terlihat.Dalam sekilas pandang itu saja, Rashva secara tidak sengaja telah melihat seluruh tubuh Nona itu. Kulitnya begitu terang seperti warna susu. Badannya montok dengan lekuk-lekuk yang begitu indah. Rambutnya kuning pirang panjang sampai ke punggung.Segera Rashva membuang muka dan bertanya, “Nona sudah pulih?”“Berkat bantuan Rashva-sama dan Rikka-chan, hamba sudah pulih 70 persen,” jawab Nona itu. Suaranya masih lemah, namun terdengar sangat merdu.“Baik. Harap Nona tunggu di sini saya akan mencarikan pakaian untuk Nona,”
Rashva terbangun karena kaget.Ia menceritakan mimpinya kepada Fenrir dan Icara.“Bagaimana bentuk jurang itu, Tuan?” tanya Icara.Rashva menjelaskannya dengan sangat detail. Karena mimpi itu terasa begitu nyata olehnya.“Saya tahu tempat itu. Jurang itu adalah salah satu tempat pelarian bagi Raja jika terjadi sesuatu. Hanya saya dan Hayami-san yang mengetahui tempat itu.” jawab Icara.“Aku tidak yakin ini hanya mimpi,” kata Rashva.“Hayami-san memang memiliki kemampuan untuk memasuki mimpi orang,” kata Icara.“Oh, ya. Aku pernah baca memang katanya Siluman Rubah ekor 9 bisa masuk ke dalam mimpi manusia.”Fenrir dan Icara sudah paham maksud tuan mereka.“Kita harus pergi ke jurang itu. Hanya sekedar memastikan bahwa mimpi itu benar atau tidak.”“Baik,” kata kedua Daimon itu bersamaan.Rashva segera mengganti baju dan berteleportasi ke tempat yang diketahui Icara itu.Benar saja.Di dalam jurang itu, terdapat sebuah gubuk kecil yang sudah reot. Tidak ada lampu yang menyala di sana teta