Share

BAB 3

****

Iris terpaku mendengar tawaran Duke Adorien. Menikah? Menikah kontrak dengan pria ini? Bagaimana seharusnya reaksi Iris? Jika melihat situasi yang ada, posisi Iris sama sekali tidak memungkinkan hidup dengan aman sejak ia berada di kekaisaran Agrynnor dan sepertinya posisi Duke Adorien sangat kuat di kekaisaran. Jika tidak tak mungkin pria itu memiliki wilayah terluas di Agrynnor –Iris mempelajari tentang Agrynnor dari gurunya dan Adorien adalah wilayah terluas- istana yang megah dan memimpin langsung medan perang. Seorang Duke memiliki pengaruh yang kuat dan hanya setingkat di bawah kaisar. Hidup Iris sedang dipertaruhkan. Ia tak memiliki siapapun. Ayahnya telah terbunuh, negaranya hancur dan dia bukanlah seorang pewaris kerajaannya.

Pria yang telah merampas negaranya atas perintah kaisar kini menawarkan keamanan mutlak padanya. Apa yang sebaiknya Iris lakukan? Tidakkah pria ini mungkin saja kejam seperti ia di medan perang namun selama ia bersama sang Duke, sepasang mata merah itu tidak menatapnya dengan bengis melainkan lebih ke rasa penasaran.

Terdengar suara kursi di dorong dan Iris melihat Duke Adorien berdiri. Pria itu mendekati kursi Iris dan setengah membungkuk. “Anda bisa memikirkannya malam ini. Apakah berlebihan jika saya menunggu jawaban anda besok pagi ketika kita sarapan?” tangan Duke bergerak dan entah sejak kapan muncul seorang pria tua berpakaian rapi berwajah ramah.

“Ya Yang Mulia.”

Duke Adorien sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari Iris. “Ini Eliath. Dia adalah kepala pelayan di sini. Anda bisa memanggilnya kapan saja jika membutuhkan sesuatu dan besok pergilah bersama Gaia untuk berbelanja gaun di kota. Saya akan menyuruh para kesatria mendampingi anda dan menyediakan kereta kuda terbaik.”

Setelah mengatakan hal itu, Duke Adorien berbalik dan Iris menahan gerakannya dengan menarik bagian ujung vest sang Duke.

“Saya bahkan belum memberikan jawaban pada anda!” Iris berkata cepat. Tindakan Duke Adorien sangat jelas. Pria itu bersikap loyal padanya layaknya Iris adalah pasangannya.

Eras menyeringai. “Saya hanya ingin memanjakan calon istri saya. Saya terpaksa meninggalkan anda, Nona Iris. Ada beberapa dokumen yang harus saya setujui. Apakah anda tidak keberatan?”

Sontak wajah Iris memerah bahkan Eras mendengar suara batuk tertahan Eliath. Eras membungkuk dan mengecup punggung tangan Iris dan berjalan dengan langkah tenang. Iris segera memegang tangannya sendiri dan melirik sang kepala pelayan yang tampak pucat.

“Apakah ini pertanda buruk untukku?” Iris berbisik pelan pada Eliath.

Pria tua itu mengusap dahinya dan tertawa pada Iris. “Tidak Puteri. Ini pertanda baik. Duke jarang berlaku ramah pada siapapun. Ini pertama kalinya.” Eliath tidak menceritakan betapa menyeramkannya sang Duke saat kembali dengan puteri yang pingsan dan memerintahkan untuk segera memanggil dokter. Jika sang dokter tidak memberi jawaban memuaskan atas pingsannya sang puteri, Duke berkata akan menebas kepalanya.

Iris mengusap dadanya sambil bernapas lega. “Oh, syukurlah.” Lalu dia menatap kepala pelayan. “Anda Eliath bukan?”

“Ya Puteri.”

Iris mengulurkan tangannya ke seberang mejanya. “Duduklah temani saya minum teh. Masih ada satu cangkir yang tidak digunakan.”

Eliath menolak dengan cepat. “Saya tidak pantas…”

“Saya sudah kehilangan orangtua dan kampung halaman. Temani saya sejenak berbincang tentang tempat ini.” Sinar mata Iris bersinar memohon pada Eliath.

Tentu saja Eliath tahu prihal penyerbuan Duke terhadap negara Lovec. Namun itu adalah perintah kaisar. Duke Adorien hanya melaksanakan perintah. Ia membungkuk dan menuangkan teh ke dalam cangkir Iris.

“Baiklah puteri.”

“Stt…jangan panggil saya puteri, Eliath. Panggil saya nona saja seperti Duke tadi memanggil saya. Di sini tidak ada lagi gelar puteri yang akan saya sandang.” Iris tertawa dan menyeruput tehnya. Ia menatap Eliath dan berbisik lirih. “Apakah Duke memang membiarkan para pixie berada di taman bunganya?”

Eliath tersedak. “Nona…nona bisa melihat mereka?” bola mata Eliath membesar.

Iris terkikik geli. “Mungkin mereka yang sengaja menampakkan diri karena mencium aromaku. Aku bisa sihir.” Untuk membuktikannya, Iris menggerakkan telapak tangannya dan sinar biru tipis membentuk di telapak tangannya. “Aku bisa memanggil mahluk sejenis peri.” Kemudian sebelum Duke Adorien mengetahuinya, Iris segera menyimpan sihirnya. “Ini rahasia kita ya.”

Iris berkata demikian pada Eliath namun sesungguhnya Duke Adorien masih berada tak jauh dari taman dan melihat perbuatan Iris. Eras bersandar di salah satu pilar dan tersenyum kecil. “Itu bukan rahasia lagi jika kau menunjukkannya secara gamblang di depan Eliath dan para pixie, Iris.”

Setelah bergumam demikian, Eras menuju istana utama di mana tumpukan dokumennya sudah menanti. Terlebih ia harus segera melaporkan secara resmi kepada Kaisar atas keberhasilannya menaklukkan Lovec. Eras berencana akan membawa Iris ke hadapan kaisar dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya. Pernikahan kontrak tidak membutuhkan cinta. Bukankah demikian? Pikir Eras. Ia hanya ingin membiarkan Iris Odeya Laromannor hidup. Tentu saja dengan penuh rasa aman karena perlindungan yang diberikan Eras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status