Hampir satu pekan Dewi Sulaksmi tidak sadarkan diri dan berada di rumah seorang tabib. Saat ia sadar, yang pertama ia lakukan adalah menangisi nasibnya. Ia berteriak dan meraung bahkan berusaha untuk melakukan bunuh diri. Gadis itu merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Kedua orangtuanya sudah tidak ada dan kesuciannya sebagai seorang wanita juga sudah terenggut begitu saja.
Namun tabib Kawuni, tabib wanita yang mengobati Dewi Sulaksmi berhasil menenangkan gadis cantik itu. Dewi Sulaksmi tak lagi berusaha melakukan aksi bunuh diri, tetapi gadis itu selalu ketakutan jika bertemu dengan lelaki, baik tua mau pun muda. Dewi Sulaksmi akan lari bersembunyi di sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Ia juga akan berteriak histeris jika ada yang memaksa untuk mendekatinya, padahal ia sudah hampir satu bulan berada di rumah tabib Kawuni.
Gadis itu juga hanya mau bicara dengan tabib Kawuni. Pun bicaranya hanya sepatah dua patah kata saja. Tampak bahwa jiwanya sangat terguncang.
Hueeek! Hueeek!
Tabib Kawuni yang sedang memasak terkejut saat Dewi Sulaksmi tiba-tiba muntah pagi itu.
"Cah ayu, kau kenapa?" tanya tabib Kawuni. Ia yakin sesuatu yang tidak seharusnya terjadi sudah terjadi.
"Saya tidak tau,mbah."
"Sudah seminggu ini saya merasa mual-mual."
Tabib Kawuni memapah Dewi Sulaksmi untuk masuk kembali ke kamarnya. Perlahan, ia memeriksa kondisi gadis cantik itu. Tabib wanita berusia lima puluh tahun itu hanya mengerutkan dahinya saat memeriksa Sulaksmi. Apa yang ia takutkan ternyata terjadi juga. Tak salah lagi, saat ini Dewi Sulaksmi tengah mengandung. Tabib Kawuni merasa sangat kebingungan, ia tidak mungkin memberi kabar ini kepada Dewi Sulaksmi, gadis itu pasti akan kembali mengamuk dan histeris.
Tabib Kawuni hanya tersenyum dan membelai rambut Sulaksmi perlahan.
"Kamu hanya kelelahan dan kurang makan, cah ayu. Makanya, makan yang banyak jangan banyak pikiran," ujar tabib Kawuni pada Dewi Sulaksmi.
"Iya, Mbah."
"Ya sudah, Mbah mau pergi ke hutan dulu untuk mencari bahan obat, kau beristirahat saja. Kunci pintu, jika bukan aku yang memanggil jangan dibuka pintunya," ujar tabib Kawuni.
"Iya,Mbah."
Tabib Kawuni mengambil keranjang bambu dan segera berangkat ke hutan. Ia sangat cemas dan merasa khawatir.
"Seandainya saja anakku raden Seta ada di sini," gumam tabib Kawuni. Tiba-tiba saja tabib tua itu tersenyum, ia bergegas mencari daun-daun untuk bahan obat dan dengan wajah ceria ia segera pulang. Ia sudah menemukan cara untuk menyelamatkan Dewi Sulaksmi.
Sebelum pulang, tabib Kawuni mampir ke rumah Renggo, dia adalah pemuda desa yang sering ia mintai bantuan jika hendak pergi ke ibukota.
"Renggo!" panggil tabib Kawuni. Tak lama kemudian, seorang pemuda berperawakan tinggi kurus muncul dari balik pintu. Pemuda itu cukup tampan dengan senyum yang manis.
"Nyai ... Ada apa, Nyai? Mau ke Mataram lagi?" tanyanya dengan sopan.
Tabib Kawuni menganggukkan kepalanya.
"Kau temui putraku Seta Palwa , suruh dia pulang. Katakan aku ada keperluan yang mendesak dan dia harus pulang. Katakan juga kepadanya bahwa Mpu Badingga sudah meninggal dunia."
"Siang ini juga saya berangkat, Nyai."
"Baik, ini untuk bekalmu di jalan," kata tabib Kawuni sambil menyerahkan beberapa keping uang perak kepada Renggo sebagai bekal di perjalanannya.
Setelah berbicara sebentar, tabib Kawuni pun segera pulang. Seta Palwa adalah anak tunggal tabib Kawuni. Dia bekerja sebagai pengawal istana di Mataram. Jika Kawuni perlu sesuatu, ia akan mengutus Renggo untuk datang ke Mataram dan menyampaikan pesan kepada putra tunggalnya itu.
Tabib Kawuni berniat untuk menikahkan Seta Palwa putranya dengan Dewi Sulaksmi. Sebagai sesama wanita, tabib Kawuni merasa tidak tega dengan apa yang dialami Dewi Sulaksmi. Bisa saja ia menggugurkan kandungan Dewi Sulaksmi, tetapi sebagai tabib yang juga menguasai ilmu kanuragan tinggi, tabib Kawuni tau, jika itu ia lakukan akan membahayakan nyawa Dewi Sulaksmi.
***
Di hari ke-7, Seta Palwa tiba di halaman rumah tabib Kawuni. Hal itu menyebabkan Dewi Sulaksmi yang tengah menyapu halaman menjerit dan berlari masuk ke dalam rumah. Tentu saja tabib Kawuni terkejut melihat Sulaksmi masuk dengan wajah ketakutan.
Wanita setengah baya itupun segera keluar dan saat melihat siapa yang datang ia pun tersenyum senang.
"Masuklah Seta, Ibu harus menenangkan dulu Dewi Sulaksmi," ujarnya.
Tabib Kawuni menghampiri Dewi Sulaksmi yang duduk di sudut kamarnya sambil membenturkan kepalanya.
"Cah ayu, jangan takut. Dia bukan orang jahat, kelak dia akan menjadi suamimu," ujar tabib Kawuni lirih.
"Su-suami? Ta- tapi ... aku ini kotor, Mbah. Aku sudah tidak suci, tidak! Tidak! Dia pasti jijik melihatku! Iblis itu sudah ... Arrghh!!"
Dewi Sulaksmi berontak, di luar kebiasaannya, gadis cantik itu malah berlari keluar kamar dan berusaha untuk menyakiti dirinya sendiri. Seta Palwa yang melihat hal itu tentu tidak tinggal diam. Pemuda tampan itu langsung memeluk Dewi Sulaksmi dengan erat. Dibiarkannya si gadis memukul dadanya dan berusaha berontak.
"Sulaksmi,lihat aku," ujarnya. Namun Dewi Sulaksmi masih memberontak, dengan cepat, Seta Palwa mencium bibir gadis itu dengan lembut dan memeluknya erat.
Mata indah Dewi Sulaksmi membulat kaget, namun perlahan mata itu terpejam dan menikmati ciuman Seta Palwa.
"Kamu tidak kotor, kamu gadis yang baik," ujar Seta Palwa lirih setelah melepaskan ciumannya.
Dewi Sulaksmi menatap kedua manik mata pemuda di hadapannya itu. Ia melihat sinar ketulusan yang terpancar dari mata pemuda tampan itu. Perlahan, Seta Palwa mengendong Dewi Sulaksmi dan membawa gadis itu ke kamarnya.
"Istirahatlah, ya. Aku akan bicara dengan ibuku dulu, kau tidurlah," kata Seta Palwa setelah membaringkan gadis itu di atas dipan. Pemuda itupun keluar dari kamar dan menghampiri ibunya yang tengah berdiri menatapnya.
"Renggo sudah menceritakan semuanya,Bu. Dia anak dari Paman Badingga, bukan?" tukas Seta Palwa. Tabib Kawuni mengangguk, ia melangkah menuju ke ruangan depan kemudian duduk di bale bambu yang ada di ruangan itu.
"Dia hamil, Seta ... Aku tidak bisa menggugurkan kandungannya atau memberi tahu keadaan yang sebenarnya. Aku tidak mau dia histeris kemudian berusaha bunuh diri."
Seta Palwa menghela napas, ia mengerti mengapa ibunya menyuruh untuk pulang. Pemuda itu tau apa yang dipikirkan oleh sang ibu.
"Ibu ingin aku menikahinya?" tanya Seta Palwa.
"Kau bersedia? Dia memang tidak perawan lagi, tapi, kau harus ingat jasa Mpu Badingga pada keluarga kita terutama kepada almarhum ayahmu, Seta. Apakah kau tega membiarkan putrinya seperti itu?"
Seta Palwa mengembuskan napas perlahan, Mpu Badingga adalah sahabat karib almarhum ayahnya dan juga orang yang banyak berjasa kepada keluarganya. Melihat Dewi Sulaksmi seperti itu, tentu hati Seta Palwa tidak tega.
"Nikahkan aku dengannya, Bu. Aku akan mencintainya dengan sepenuh hatiku," jawab Seta Palwa dengan mantap.
Pagi harinya, ramai orang sudah berkumpul di sebuah pemakaman.Orang-orang berbondong mengenakan pakaian serba berwarna hitam, seperti barisan semut yang mengular panjang untuk mengantarkan sang jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.Isak tangis terdengar di mana-mana, bebarengan dengan kidung doa yang dilantunkan merdu sepanjang perjalanan menuju ke makam. Inilah waktunya untuk orang baik hati itu pergi meninggalkan dunia fana ini, guna menuju alam yang lebih tinggi dan abadi.Gendis tak kuasa menahan tangisnya sebab kabar ini terlalu mendadak. Semalam dia diberitahu pihak berwajib bahwa suaminya meninggal dunia di atap sebuah apartemen mewah.Benar! Kini Buana telah benar-benar wafat, tepatnya ketika pertarungan puncak berakhir dan jiwa Mpu Supa pergi meninggalkan tubuh tersebut, tampaknya luka-luka yang diderita oleh Buana tidaklah sepele.Tercatat bahwa dadanya berlubang cukup besar, kepalanya pun terus meneteskan darah sebab terbentur
Tak ingin berbicara lebih lama lagi, sebab waktu yang dipunyai terbatas, maka Mpu Supa segera menyerang balik Sang Iblis menggunakan ajian putihnya.Dia terbang melesat mendekati Sang Iblis dengan kecepatan cahaya, dan ketika berada di depannya Mpu Supa langsung memegangi kepala Sang Iblis. Dia membenturkan wajahnya sendiri ke arah wajah Sang Iblis!Duakkk!!! Suara benturan tersebut terdengar sangat keras membelah hening malam.Sang Iblis terpental jauh ke belakang menerima benturan tersebut. Kakinya masih melayang di udara. Namun belum sampai kesadarannya pulih, Mpu Supa sudah melesat lagi menuju ke arahnya dan kali ini hantaman bertubi-tubilah yang dia terima.‘Bugh’‘Bugh’‘Bagh!!!’Dengan jurus seribu cahaya Mpu Supa menghajar Sang Iblis tanpa ampun! Dia menghantam kepala, badan, tangan, kaki, serta titik-titik persendian tertentu yang memang sudah diicarnya sebagai kelemahan dari Sang Iblis.
Di atap gedung, Sang Iblis terus mencekik seraya menyedot darah dari leher Giselle. Perempuan malang itu benar-benar sudah tidak bisa bangun lagi akibat Sang Iblis mengekang jiwanya.Bahkan muka Giselle kini sudah pucat pasi sebab kehilangan darah yang banyak. Setiap darah yang mengalir dari tubuh Giselle segera berpindah kepada Sang Iblis, dan darah tersebut mengandung kekuatan tertentu untuk Iblis. Makin banyak darah yang diambil maka makin banyak kekuatan yang didapat, serta Iblis berencana untuk menyedot semua darah perempuan tersebut.Namun di luar dugaan, saat sedang melakoni ritual tersebut tiba-tiba dua orang datang dengan cara terbang dan mengangumkan. Tentu itu membuat Sang Iblis terheran-heran, pasalnnya sekarang dia menyangka hanya dirinyalah yang mampu terbang seperti itu.“Hentikan perbuatanmu!” teriak Mpu Supa begitu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sang Iblis!“Jauhi perempuan itu sekarang juga!” Raden Kamandr
Sementara itu di saat bersamaan, di dalam apartemen, Buana dan Segara masih terkapar tidak bergerak. Denyut nadinya sudah menghilang, dan jantungnya pun berhenti bergerak.Secara medis memang keduanya sudah dinyatakan meninggalkan, sebab lambat-laun organ tubuh dan sel-sel di dalam badan perlahan berhenti bekerja. Namun, sebenarnya mereka itu belum mati, hanya saja ruh-nya berpindah ke alam yang lebih tinggi.“Bangunlah kalian!” ucap seorang tua berpakaian serba putih kepada ruh Buana dan Segara. Rambut orang tua tersebut juga menjulur panjang dan putih, sambil tersenyum dia pun kembali berkata, “Buana, Segara, bangunlah!”Mendapat panggilan tersebut ruh Buana dan Segara pun seketika bangun. Keduanya tercengang saat mendapati alam sekeliling yang berbeda dengan alam dunia, sebab di sini semuanya serba berwarna putih. “Apakah aku sudah mati?” ucap Buana dan Segera secara bersamaan.“Belum, sebab lebih tepatnya di s
Mendapati kakaknya sedang ditikam spontan saja Segara membantunya. Dia langsung memuul wajah Sang Iblis tepat di ppinya. Namun sayangnya Iblis tak bergeming dengan pukulan lema tersebut. Malahan dengan kejam dia berkata, “Lihatlah sekarang Kakakmu ini akan kubunuh di depan matamu! Hahahaa...”“Sial, lepaskan dia!” teriak Segara yang masih berusaha terus memukul. Namun Sang Iblis terlalu tangguh untuk menerima pukulan lemah tersebut. “Hentikan! Aku bilang hentikan!”Sang Iblis tak peduli! Dia terus menancapkan kukunya semakin dalam dan bahkan kini mengenai bagian jantung Buana, lalu merobeknya membuat seisi perut porak-poranda!Buana sudah lemas tidak bisa melawan lagi, wajahnya yang penuh dengan darah hanya menatap ke langit-langit, mengerjab satu kali, kemudian mati!“Hahahaa!! Lihatlah makhluk lemah ini. Hanya dengan begini saja dia sudah mati. Cih, siapa suruh mau melawanku!” ucap Sang Iblis dengan tawany
Genta terpental mendapat tiga tembakan tersebut. Tubuhnya ambruk menghantam meja kaca hingga pecah.Meski dengan tiga buah peluru yang bersarang di dada, namun Genta tidak mati. Dia hanya limbung sebentar kemudian bangkit lagi dan tertawa renyah.“Kamu pikir bisa membunuhku dengan pistol seperti itu?” ucapnya yang kini sudah terdengar bahwa itu bukanla suara Genta lagi. Suara itu terdengar berat dan serak, serta menggunakan logat seperti orang zaman kuno. Jelas sekali bahwa itu adalah suara Sang Iblis.Mendengar suara aneh tersebut Buana bersiap-siap untuk menembak kembali. Namun sayangnya Sang Iblis sudah terlebih dahulu bergerak cepat sekali, secepat cahaya, yang tiba-tiba dirinya sudah berada di samping persis Buana. “Enyahlah kamu! Dasar manusia makhluk lemah dan penganggu!”Brakkk!!! Dipukul-lah kepala Buana dengan telak hingga sampai tengkoraknya berbunyi.Buana terlempar cukup jauh hingga sampai menabrak dinding. Lalu
Mimik wajah genta berubah menjadi ketakutan saat tahu Buana tidak main-main. Wajar, siapa yang tidak takut dengan peristiwa seperti ini, ditodong pistol tepat di hadapan keningnya? Jelas saja semua orang akan takut. Namun sebenarnya yang dilakukan Buana hanyalah sedang ingin memancing Sang Iblis agar keluar dari tubuh Genta. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemuculan makhluk laknat tersebut.“Akan kuhitung satu sampai tiga, jika kamu masih mengelak atas perbuatanmu, maka jangan salahkan aku jika kutarik pelatuk ini!” ucap Buana semakin menekan moncong pistol ke kening iparnya.“Satu...”Tubuh Genta mulai gemetar. Terlihat jelas dia ketakutan dan tidak ingin mati. Sepertinya jiwanya sekarang sedang ingin melawan Sang Iblis yang mengekang dalam dirinya.“Dua...” Buana terus menghitung mundur tanpa ampun. Jarinya telah bersiap untuk menarik pelatuk!“Tiga!!!”“Oke, oke, stop! Aku
Tidak heran jika ini disebut apartemen elite karena berada di tengah kawasan tempat tinggal para orang konglomerat. Bagi Genta tentu saja uang bukanlah masalah sebab dia merupakan putra seorang yang sangat berada, sehingga bahkan uang sakunya sangat cukup jika harus membeli apartemen di sini.Bangunan ini terdiri dari 15 lantai, sedangkan lantai paling atas digunakan untuk tempat pendaratan helikopter. Sebab tidak jarang para penghuni apartemen di sini kerap menyewa helikopter untuk kepentingan sehari-hari atau sekadar untuk cari sensasi. Begitulah.Setelah menganalisis dengan saksama lingkungan sekitar apartemen, Buana dan Segara langsung naik menuju lantai sembilan. Kepada security di depan Buana menunjukkan lencananya sebagai perwira polisi dan berkata dia ingin melakukan investigasi dengan salah satu penghuni di sini.Tentu saja si security langsung memberikan izin tanpa banyak bertanya. Malahan dia menawarkan jasa informasi mengenai apartemen jika memang di
Memang begitulah yang terjadi. Setelah bertemu dengan Mpu Badingga, seolah kehidupan Buana dan Segara selalu diikuti oleh sosok ruh yang tidak kasat mata.Semua ini terlau sulit untuk dijelaskan oleh keduanya, tetapi mereka benar-benar merasakan kehadirannya, sosok Mpu Supa dan Raden Kamandraka.Seperti halnya ketika Buana sedang tidur, dia akan didatangi oleh sosok laki-laki tua berambut serba putih yang menjulur panjang. Memang di dalam mimpi tersebut sosok Kakek tua tidak terlihat begitu jelas, namun yang pasti Buana bisa memastikan melalui instingnya bahwa itu adalah sosok Mpu Supa.Saat mendatangi Buana di alam mimpi Mpu Supa tidak bericara banyak hal. Beliau hanya suka duduk di samping Buana, dan saat itu adalah malam hari dengan taburan bintang-bintang.Buana pun tidak mencoba untuk bertanya hal apa pun dengan sosok Mpu Supa di dalam mimpinya, melainkan Buana hanya membiarkan beliau tersenyum memandangi wajahnya, sambil sesekali mengusap-usap kepal