Keanehan demi keanehan terjadi setelah Seta Palwa menikahi Dewi Sulaksmi. Kehamilan yang seharusnya hanya sembilan bulan saja, bahkan memasuki bulan ke sebelas, bayi yang dikandung oleh Dewi Sulaksmi belum juga lahir.
Tetapi, Seta Palwa tidak ingin mengatakan keanehan itu kepada istrinya. Ia hanya menyimpan dalam hati, karena bagi Dewi Sulaksmi ia memang baru mengandung saat ia sudah menikah dengan Seta Palwa.
"Saya bingung sekali, eyang guru. Kenapa ketika saya menikahi istri saya, saat malam pertama kami, saya mendapati keadaannya yang masih perawan.Padahal jelas-jelas ibu saya mengatakan bahwa dia sudah dinodai dan tengah mengandung. Dan yang kedua, usia kandungannya hampir sebelas bulan ...."
"Tetapi, di mata orang banyak , kandungan istrimu memang baru menginjak sembilan bulan, Palwa," sanggah Argalepa guru Seta Palwa.
Lelaki tua yang sudah berusia lanjut itu menghela napas panjang.
Buana dan Yongseng saling pandang, mereka hanya bisa menghela napas panjang. "Aku jadi tertarik menyelidiki tentang kasus ini, ini kasus yang benar-benar luar biasa." "Apa yang membuatmu tertarik?" Buana menghela napas panjang, "Setahun terakhir ini, aku sering sekali bermimpi. Mimpi yang sama, tempat yang sama, orang yang sama. Anehnya, dalam mimpi itu aku seperti tengah berada di masa lalu." Yongseng mengerutkan dahinya, "Kau serius?" "Iya." "Sepertinya memang kita ditakdirkan untuk menangani kasus ini, asal kau tau aku sering bermimpi yang sama juga akhir-akhir ini. Sekarang, ceritakan isi mimpimu kepadaku," tukas Yongseng. Buana menarik napas panjang, untuk sejenak ia memejamkan matanya."Aku seperti menjadi orang lain dalam mimpiku itu, menjadi orang yang berbeda. Aku memakai pakaian seperti bangsawan di ker
Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono. Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya."Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu. Lelaki itu menoleh ke arah Buana."Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra. &
"Maksudmu, kita mengunjungi rumah keluarga Genta?" tanya AKBP Bayu. Buana menganggukkan kepalanya, "Bukan sebagai polisi, kita manfaatkan Takeda yang tidak bisa berbahasa Indonesia untuk berakting." Mendengar Buana yang menyebutkan namanya, Takeda yang sedari awal hanya menyimak tanpa mengerti sedikit pun apa yang dibicarakan langsung mengerutkan dahi."Me? What happen?" Yongseng seolah tersadar akan kehadiran Takeda di tengah mereka. Ia pun tertawa, "Maafkan aku. Makanya, belajar bahasa Indonesia, supaya kau bisa mengerti apa yang kami bicarakan," ujar Yongseng dalam bahasa Inggris kepada Takeda. Pemuda keturunan Jepang itu hanya mengerucutkan bibirnya persis seperti wanita yang sedang marah pada kekasihnya hingga membuat Buana mengulum senyuman."Dia tidak bisa bahasa Indonesia?" tanya AKBP Bayu pada Buana. Buana langsung m
Buana hanya menghela napas mendengar perkataan Yongseng. Ia tau betul bahwa sepupunya ini memang amat sangat kehilangan sang ayah. Ayah Yongseng orang yang sangat baik dan juga jujur. Sifat itu yang menurun kepada sepupunya ini. "Genta ... Maksudku keluarganya tinggal di mana?" tanya Yongseng mengalihkan pembicaraan."Di Bandung. Keluarganya tinggal di Bandung yang aku tau. Perusahaan mereka memang sangat banyak, tetapi alih-alih tinggal di Jakarta mereka memilih untuk tinggal di Bandung. Seingatku dulu ayahnya Genta yang memegang perusahaan, tetapi sekarang urusan bisnis di luar negeri memang lebih banyak ditangani oleh Genta.""Oh, aku penasaran seperti apa keluarganya. Atasanmu mengatakan bahwa ayah Genta dulu ad
Maharani terbelalak saat Gendis pulang bersama seorang pemuda. Ia langsung menarik tangan putri sulungnya itu."Itu siapa?" tanya Maharani sedikit berbisik."Dia pacarku, Ma.""Hah?! Anak mana? Kerja di mana? Orangtuanya? itu ada perempuan? Aduh, kamu jangan main-main!""Ma, itu pacarku. Nino namanya dan yang perempuan itu adik Nino, namanya Nindia. Udah, aku mau ajak mereka masuk." Maharani hanya bisa mengelus dada melihat tingkah putri sulungnya itu. Ia sebenarnya bahagia jika memang benar dia adalah kekasih Gendis, tapi .... Maharani pun berusaha untuk mengesampingkan dulu urusan Gendis, ia langsung menyambut beberapa anggota keluarga mereka yang sudah datang. Sementara itu, Nino menatap rumah di hadapannya tanpa kedip. Ia tau jika Gendis adalah anak orang berada
"Genta, kamu mau antar Giselle pulang, kan? Bisa kakak minta tolong antar Mas Nino dan Nindia? Kakak harus antar Oma," kata Gendis pada Genta. Malam sudah larut, tidak mungkin Gendis membiarkan Nino dan Nindia pulang sendiri. Jarak dari Lembang ke Suci itu lumayan jauh. Genta tersenyum dan langsung mengedipkan sebelah matanya, "Iya, kak. Biar aku yang antar Mas Nino sama Nindia pulang," jawab Genta."Nggak apa-apa, kan, Mas?" tanya Gendis pada Nino. Pemuda itu menepuk bahu Gendis perlahan, "Nggak apa- apa, sayang." Gendis pun melambaikan tangan saat Nino dan Nindia masuk ke dalam mobil Genta. Tanpa ia sadari jika ia sudah membuat Nindia dalam bahaya. Sementara itu Gendis sendiri dengan sigap mengantarkan Omanya pulang. Oma Gendis tinggal di Cimahi, Bandung. Jadi, memang tidak searah dengan tempat kos Nino dan Nindia.&
Tak lama kemudian, setelah operasi terhadap Genta selesai, dokter pun keluar dan menemui Galih."Operasinya berhasil, kita tunggu sampai pasien siuman.""Apakah ada efek dari operasi ini, dok?" tanya Galih cemas."Anak Bapak dan Ibu mengalami benturan yang keras di bagian kepala bahkan sampai terjadi pendarahan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hasilnya tetap harus menunggu sampai pasien sadar, sabar ya, Pak, Bu." Galih dan Maharani hanya bisa bersabar dan berpasrah. Mereka berharap putra mereka akan baik-baik saja."Mama tidak mau pulang, Pa. Mama mau menjaga Genta di sini," ujar Maharani."Biar papa saja yang di sini. Mama pulang saja bersama Mbak, Ibu dan Gendis pasti khawatir di rumah," ujar Galih. Namun, Maharani menggelengkan kepalanya."Ibu bisa menjaga Gendis,Pa. Mama mau di sini saja menjaga Genta," jawab Maharani bersikeras. Galih hanya bisa menuruti kei
Malam semakin larut namun pasukan kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Senopati Sangkar belum juga menemukan jejak dari pembunuh yang sudah membunuh Dewi Anggini."Manusia atau setan yang sudah membunuh para gadis itu?! Kalau manusia tidak mungkin mengisap darah manusia sampai kering begitu," kata Senopati Sangkar dengan geram."Bisa jadi dia adalah pemuja setan, paduka Senopati," ujar salah seorang prajurit."Maksudmu?""Ampun, paduka, ada beberapa tempat untuk pemujaan terhadap ilmu hitam. Bisa jadi pelakunya manusia tapi, dia sedang memuja ilmu hitam agar bertambah kuat dan juga menjadi kebal misalnya," jawab prajurit itu. Senopati Sangkar terdiam, perkataan prajuritnya memang masuk akal."Kita istirahat saja dulu, kasian prajurit yang lain," ujar Senopati Sangkar. Ia pun menjauh dari prajurit -prajuritnya, lelaki tampan bertubuh tinggi tegap itu melangkah menuju sebuah