Share

PADEPOKAN SEGARA GENI

     Jenazah Dewi Sekar Arimbi dibawa ke Kahuripan dan segera dikremasikan. 

"Semoga Dewa memberkati Dewi Sekar dan kelak bisa reinkarnasi di kehidupan yang lebih baik," kata Prabu Bratanaya.

      Hari ketiga setelah upacara kremasi Raden Kamandraka dan beberapa prajurit pilihan juga Patih Benggala berangkat ke kaki gunung Ciremai. Tujuan mereka adalah padepokan Segara Geni. Melalui telepati, Empu Supa meminta agar Raden Ayu Putri Gayatri dibawa ke Padepokan. 

"Maafkan murid yang lalai,Eyang guru," ujar Kamandraka saat menghadap Empu Supa Mandrageni.

"Tidak ada yang bisa menolak takdir, cucuku," ujar Empu Supa.

"Putri Gayatri akan aku sembunyikan di tempat yang paling aman," kata Empu Supa.

"Di mana,Eyang Guru?" tanya Patih Benggala.

      Padepokan milik Empu Supa bukanlah padepokan yang besar dan memiliki banyak murid. Empu Supa tidak sembarangan menerima seseorang untuk menjadi muridnya. Hanya mereka yang berjodoh saja dengan beliau yang bisa menerima ilmu dari lelaki tua yang masih mampu berdiri tegak dan berkelahi itu.

      "Suruh semua prajuritmu keluar, Patih Benggala!" perintah Empu Supa. 

"Jika ada yang berani mengintip kalian akan tau akibatnya," kata Empu Supa dengan tegas.

Para Prajurit pun segera keluar dari ruangan dan meninggalkan Empu Supa, Raden Kamandraka, Patih Benggala dan Putri Gayatri di dalam ruangan itu. 

     Empu Supa lalu bangkit berdiri dan mengambil sebuah guci berwarna keramik dan menaruhnya di atas meja. Kemudian ia menggambar lingkaran mengelilingi guci itu. Sekilas, lingkaran itu tampak seperti lingkaran biasa. Namun, jika ada yang bisa melihat dengan mata batin lingkaran itu adalah api yang menyala dan bisa membakar makhluk gaib yang nekad untuk mendekat.

      "Berdirilah di hadapan saya, paduka," kata Empi Supa pada Putri Gayatri. Putri Gayatri pun segera bangkit dan berdiri di hadapan Empu Supa. 

     Perlahan lelaki tua itu mengeluarkan sebilah keris dari dalam tubuhnya, kemudian ia berdiri sehingga posisinya dan posisi Putri Gayatri saling berhadapan.

"Pejamkan matamu!"

Putri Gayatri pun segera menuruti perintah Empu Supa untuk memejamkan matanya. Empu Supa mengucapkan mantra dengan lirih, dan keris yang ada di tangan kanannya tiba-tiba saja melesat terbang dan masuk ke dalam tubuh putri Gayatri. Dan, tiba-tiba tubuh Putri Gayatri menyusut menjadi kecil. Ukuran tubuh putri Gayatri bahkan bisa di genggam oleh telapak tangan orang dewasa. 

"Bukalah matamu sekarang Putri Gayatri."

    

      Putri Gayatri tersentak kaget mendengar suara Empu Supa yang menggelegar, dan ia sadar bahwa saat ini tubuhnya menjadi kecil mungil.

"Eyang guru, apa yang terjadi sebenarnya pada saya?" tanya Gayatri. 

"Tenang saja, sekarang tuan putri naik ke atas tangan saya," perintah Empu Supa. 

      Empu Supa pun memasukkan Putri Gayatri ke dalam guci keramik yang ada di atas meja. "Apakah tidak apa-apa jika Tuan Putri dimasukkan ke dalam guci seperti itu,Eyang? Apakah di dalam sana tidak gelap? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada putri Gayatri?" tanya Patih Benggala.

"Kalian tenang saja. Selama berada di dalam sana Putri Gayatri tidak akan apa-apa. Satu hari di sini, hanya satu jam saja di dalam guci itu. Dan lagi, di dalam sana Putri Gayatri juga tinggal di sebuah rumah yang nyaman dan halaman yang penuh dengan tanaman buah-buahan yang tinggal dipetik saja jika putri Gayatri merasa lapar," tukas Empu Supa.

      Patih Benggala menarik napas panjang dan lega.

"Hanya aku atau Raden Kamadraka yang bisa mengambil guci itu dari dalam lingkaran yang aku buat. Atau tuan putri Gayatri sendiri yang keluar dari dalam sana," kata Empu Supa.

"Bagaimana caranya Putri Gayatri bisa keluar sendiri dari dalam guci itu?" tanya Raden Kamandraka.

"Jika ia menepuk dadanya sebanyak tiga kali keris yang aku masukkan ke dalam tubuhnya akan keluar dengan sendirinya. Dan, tubuh Putri Gayatri akan kembali membesar dan guci itu tentu saja akan pecah."

"Ingatlah baik-baik,tuan Putri. Aku atau Raden Kamadraka yang asli tidak akan pernah memintamu keluar dari dalam guci ini karena kami bisa mengambil guci ini keluar."

"Baik Eyang Guru." Jawaban Putri Gayatri terdengar dari dalam guci. 

"Kamadraka, kau berjaga-jagalah selalu. Jangan tidur menjelang tengah malam sampai sepertiga malam. Suruh prajurit-prajurit pilihan itu menjaga ruangan ini secara bergantian. Tapi,ingat tidak ada yang boleh masuk ke dalam sana," kata Empu Supa dengan tegaas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status