Home / All / REUNI / Mantan Giko

Share

Mantan Giko

last update Last Updated: 2022-10-27 20:41:08

Aku memutar di depan cermin. Setengah berlenggok dan menelengkan kepala untuk memperhatikan pantulan diri sendiri yang tampak beda dengan balutan gaun yang memeluk erat tubuhku itu.  Dulu aku memiliki tubuh mungil. Namun, berkat olahraga renang yang aku ikuti semasa remaja, tubuhku menjadi lebih tinggi. Aku merasa puas dengan keadaan diriku sekarang. Meski nggak cantik-cantik banget, aku terbilang manis sebagai seorang wanita. Eits, ini bukan aku loh yang bilang. Yoga mantan pacarku yang pernah dibuat bonyok oleh Giko yang bilang.

Tone kulitku tidak terlalu putih, tapi juga tidak bisa disebut cokelat. Entah ini jenis warna kulit apa, kuning? Ya, orang bilang kuning langsat.

"Wuidih! Tuan Putri kayaknya udah siap datang ke acara reuni nih."

Aku menoleh ketika suara Giko terdengar. Sontak aku memamerkan diri dan berputar di hadapannya. "Cocok enggak, sih gue pake warna putih? Gue nggak pede sama warna kulit," tanyakuku melirik lenganku yang terbuka.

"Cocok, kok. Lo kan emang selalu cocok pake apa pun. Lo aja yang nggak terlalu pede. Gue jadi pasangan lo aja kali, ya buat datang ke reuni nanti."

"Enggak!" Aku kembali menghadap cermin. Datang sebagai pasangan playboy artinya mematikan pasaran diri sendiri.

"Kenapa?" tanya Giko dengan alis tertaut. "Gue ganteng, nggak bakal  malu-maluin lo," ujarnya mendekat lalu berdiri di belakangku sembari melihat ke cermin. Telunjuknya menunjuk pantulan kami di dalam cermin. "Lihat, cocok banget, kan?"

"Mana ada. Nggak usah ngadi-ngadi. Bawa aja Bu Rina." Aku menyikut perutnya.

Alasanku datang itu Tama. Apa kata dia kalau aku datang membawa gandengan? Apalagi yang jadi gandenganku Giko. Oh, aku nggak suka dijadiin bahan olok-olok nanti.

Giko mendesah. "Gue nggak mau bawa teman kencan. Pasti ribet. Mending bawa lo."

Manusia paling aneh sejagat ini benar-benar nggak mau dirugikan. "Bilang aja lo mau caper dan cari mangsa baru di reuni nanti, kan?"

"Kagak. Paling juga yang single cuma lo doang. Ngapain gue caper sama lo?"

"Sialan. Ada banyak kok yang masih single. Lo ngomong seolah-olah gue jomblo paling ngenes sedunia sampe-sampe rela jadi gandengan playboy cap ayam jago kayak lo. Idih, sori ya." Aku melengos lalu kembali fokus pada penampilanku.

"Gue, kan bermaksud buat nyelametin lo dari kejulidan kaum nyinyir nanti. Udah suuzon aja sih, huh!" Tangannya yang jail itu mengacak rambutku.

"Giko! Ih! Gue baru creambath!" teriakku kesal, tanpa peduli tatapan pengunjung lain. Dasar tangan nggak punya adab.

Danar akhir-akhir ini sibuk. Jarang sekali pulang sore. Yang masih gemar pulang sore cuma si playboy itu. Jadi, terpaksa aku mengajaknya. Ini juga sebenarnya ajaib. Biasanya Giko paling tidak suka menemaniku belanja. Mungkin dia sudah mulai bosan sama Bu Rina makanya saat aku iseng mengajaknya ke butik dia oke-oke saja.

Selesai dari butik, kami makan es krim yang didapat dari salah satu outlet. Kami makan es krim sembari berhaha-hihi di salah satu bangku panjang mal. Saat itulah tanpa sengaja mataku menangkap sosok familier dari arah berlawanan.

"Gi, itu Siska kan mantan lo?" tanyaku menepuk-nepuk lengan Giko sembari terus memelototi salah satu mantan Giko yang kebetulan berada di mal ini.

Giko yang sedang menjilati es krimnya menoleh, dan mengikuti arah pandangku. "Mana?"

"Tuh! Dia sama temannya kayaknya, deh. Lo nggak samperin?"

"Ogah, males," sahut Giko santai sembari terus menjilati pucuk es krim.

"Dia masih cantik banget, Gi. Lo yakin nggak nyesel putus dari dia?"

"Kenapa gue yang nyesel? Kan dia yang mutusin gue."

Aku melihat Siska naik ke eskalator berniat turun ke bawah. Dan tepat saat itu dia juga melihatku. Aku yakin dia melihat Giko di sebelahku juga karena untuk beberapa saat ada raut terkejut yang nampak dari wajahnya.

Aku melempar senyum padanya. Namun, dia tidak membalas. Bahkan melengos seolah tidak sudi menerima senyumanku. Buset.

"Dendam banget kayaknya sama gue dia," ujarku begitu Siska tidak nampak lagi.

"Kenapa harus dendam sama lo?" tanya Giko. Kulihat es krimnya tinggal separo.

"Ya, kan kalian putus karena dia salah paham sama gue."

Giko mendesah lalu menyaplok es krimnya dalam ukuran besar. "Itu bukan salah lo. Dia aja yang nggak mau denger penjelasan gue main putus-putus aja. Pasti nyesel dia."

"Apa dia nggak makin berpikir kita ada apa-apa setelah tadi liat kita?"

"Bodo amat!" Giko kembali menyaplok es krimnya kali ini sekalian  cone kerupuknya. Bunyi 'kriuk' terdengar saat dia mengunyah.

Sepertinya Giko masih sakit hati. Saat putus dari Siska, aku sangat tahu dia lagi sayang banget sama wanita itu. Wajar kalau dia akhirnya tidak peduli. Setahu aku, dia tidak pernah secuek ini sama mantan-mantannya. Terkhusus sama Siska saja dia begini. Mungkin sakitnya sudah terlanjur dalam.

"Dah ah, yuk. Lo laper nggak?" Giko berdiri setelah mengelap mulutnya dengan tisu.

"Gue kalau abis makan es krim lapernya ilang. Balik aja deh."

"Bener nih nggak mau makan? Awas ya kalau lo ngadu sama Danar bilang nggak dikasih makan sama gue."

Aku tertawa saja. Giko tipe royal, jadi ketika aku bilang dia pelit pasti mencak-mencak.

"Nggak. Ntar kalau laper gue bisa turun ke bawah nyari somay."

"Ya udah, yuk balik." Tangan jailnya langsung menggaet leherku dari samping. Kebiasaan buruk banget. Memangnya aku kambing?

Giko sangat berbeda dengan Danar. Si playboy ini nggak pernah canggung untuk melakukan skinship seperti ini. Setiap kali aku jalan sama lelaki itu, sebelah tangannya selalu merangkul pundakku. Atau kalau tidak, aku yang menggaet lengannya. Tapi, ya hanya sekadar itu.

Orang mungkin melihatnya kami seperti sepasang kekasih. Dan setiap kami bilang hubungan kami hanya sebatas sahabatan pasti tidak akan ada yang percaya. Sahabat antara laki-laki dan perempuan itu bullshit.

Whatever, sih, toh nyatanya kami memang sahabatan dari jamannya baru masuk  SMA. Tiga belas tahun kami bersama dan selama itu tidak terjadi apa-apa. Danar dan Giko tetap menjadi sahabat yang baik. Tidak pernah keluar dari zona itu.

Telepon dari Danar masuk tepat ketika Giko menurunkan aku di depan gedung apartemen. Aku melirik ponsel sebentar, lalu melambaikan tangan saat Giko mulai putar balik.

"Lo jadi ke butik tadi?" tanya Danar di sana ketika aku menerima panggilannya. Aku celingukan melihat kanan-kiri jalan berniat menyeberang.

"Ini baru balik. Lo masih di kantor?"

"Masih. Ini baru selesai. Pusing banget kepala gue."

Setelah memastikan tidak ada pengendara mobil atau pun motor yang lewat, aku bergegas menyeberang.

"Tumben banget orang gila kerja kayak lo ngeluh pusing. Paling juga–Aaargh!"

Lampu mobil yang menyorot tajam membuatku memejamkan mata saking ngerinya. Aku tidak sempat menghindar dan sontak berjongkok seraya menggenggam erat ponsel.

Aku tidak tahu mobil itu datang dari mana. Sebelum menyeberang tadi aku sudah memastikan tidak ada satu kendaraan yang lewat. Sempat aku mendengar suara Danar memanggil di ujung telepon, tapi teredam oleh kerasnya suara jeritanku dan derum mobil yang begitu terasa dekat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ubaid Akmaludin Akbar
suka ceritanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status