Home / All / REUNI / Selamat Ulang Tahun

Share

REUNI
REUNI
Author: Yuli F. Riyadi

Selamat Ulang Tahun

last update Last Updated: 2022-10-27 20:05:03

Selamat membaca, dan jangan lupa kasih dukungan. Untuk kekurangan dalam novel ini, aku mohon maaf sebesar-besarnya.

💖💖💖

Aku tidak tahu apakah aku harus bersyukur atau malah nelangsa karena lagi-lagi ulang tahunku hanya ditemani  dua sohibku yang ganteng-ganteng ini. Padahal aku sangat berharap tahun ini ada seseorang yang mengajakku makan malam romantis dengan musik klasik sebagai pengiring kegiatan makanku. Namun, lagi-lagi aku harus puas makan malam di kafe dengan mereka. Si playboy dan si Kulkas yang sudah dari sejak sekolah menengah atas selalu saja mengikuti ke mana-mana.

Aku meringis. Itu terlalu berlebihan. Mereka tidak mengikutiku. Hanya kebetulan saja lanjut kuliah di tempat yang sama setelahnya. Nyatanya ketika kami lulus kuliah, hanya si Kulkas alias Danar yang bertahan satu kerjaan denganku. Sama-sama satu divisi pula. Dan, si Giko playboy yang sok tampan itu begitu lulus kuliah langsung cabut ke Washington untuk lanjut S2.

Namun, seolah Tuhan memang menakdirkan kami untuk selalu bersama, Giko pun akhirnya bergabung di perusahaan tempatku dan Danar bekerja. Di antara puluhan  perusahaan ayahnya, Giko malah nyangkut di perusahan ini. Yap! Perusahaan tempat kami bekerja itu milik ayah Giko. Jadi, kamu tahu kan kenapa dia sangat berdedikasi menjadi penyelamat wanita jomlo ini? Menyebalkan.

Dia selalu bangga dengan ke-playboy-annya karena dia menganggap sudah mengentaskan kaum jomlowati di muka bumi ini. Astaga, aku juga jomlo tapi sori-sori to say kalau harus menyerahkan diri padanya.

"Tiup lilinnya dong, Beb. Kan umur lo nambah lagi," ujar Giko dengan senyum mengejek. Dia tampak puas melihat lilin angka 28 yang menancap kokoh di atas keik yang dia bawa.

Aku mendorong keik itu ke tengah meja. "Gue bukan anak kecil lagi yang harus tiup lilin untuk merayakan kesialan gue karena jatah umur gue berkurang satu tahun di muka bumi."

"Astaga, Win. Lo tuh harusnya bersyukur lo masih hidup di usia lo yang sekarang ini. Bukannya malah menganggap sial."

Ya Tuhan, ampuni aku. "Ya habisnya lo sengaja banget naruh angka di keik itu. Maksudnya apa coba? Lo mau bilang ke semua orang kalau umur gue nyaris menginjak angka kritis sebagai seorang perempuan?"

Giko menggeleng-geleng. "Wanita dengan prasangkanya." Dia menoleh kepada Danar di sebelahnya. "Lo tau nggak kenapa gue nggak pernah bertahan lama pacaran sama cewek?"

Danar hanya mengedikkan bahu. Dia selalu tidak mau ikut ambil bagian kalau aku dan Giko terlibat perdebatan.

"Mungkin karena lo bertahan lamanya kalau pacaran sama cowok," ujarku asal.

"Sembarangan! Cewek itu ribet dan prasangkanya ngalahin langit tujuh lapis. Nyebelin banget, padahal gue cuma geser ke toilet bentar udah dituduh macam-macam." Giko menyandarkan punggung ke sofa.

"Ya, kalau cowoknya macam lo emang patut curiga sih, Ko. Apa lo lupa cewek terakhir lo itu ketemu di mana?" Aku mengingatkan. Di mana pun Giko berada lelaki itu selalu tebar pesona. Di toilet sekali pun.

"Ya itu kan namanya takdir. Emang gue pernah nyangka bakal ketemu calon pacar gue pertama kali di mana?" Giko mengembangkan tangan. Memang susah ngomong sama playboy kawak macam dia.

"Ngeles aja lo." Aku melirik sebal tidak berharap obrolan ini dilanjutkan.

"Jadi tiup lilin enggak nih?" tanya Danar kalem. Dia tampak jengah mendengar aku dan Giko adu mulut. Pemandangan yang selalu dia lihat saat kami berkumpul.

"Jadi dong. Kan lilinnya udah gue siapin spesial." Giko menyahut jail.

Sumpah, ya, aku ingin sekali menyingkirkan angka 28 itu yang seolah-olah sedang mengejekku.

"Gue nggak mau tiup lilin. Cukup potong kue aja. Jangan rusak acara gue dengan angka-angka itu." Aku bersidekap tangan mengeluarkan jurus andalan. Ngambek.

"Ahelah, gitu aja sensi. Nggak bisa dibecandain lo, kayak cewek," cibir Giko.

Aku mendelik sebal. Danar-lah yang akhirnya menyingkirkan lilin angka itu dari atas keik.

"Sudah, potong kuenya," katanya memberiku pisau kue.

Aku menurut dan memotong kue itu. Karena di depanku cuma ada mereka, otomatis potongan pertama aku kasih ke salah satu dari mereka. Dan pilihanku jatuh ke Danar karena dia tidak rese seperti Giko.

"Lo ya, padahal yang beli keik ini gue. Kenapa lo kasih potongan pertama ke Danar? Giko protes tak terima.

"Kalau lo nggak ngeselin, gue kasih ke elo."

Giko mendengus. Namun, tidak lama kemudian sifat usilnya kumat lagi. Dia mencolek krim pada keik itu dan menempelkannya ke hidungku. Tawanya lantas pecah. Tidak mau kalah aku juga melakukan hal yang sama padanya.

"Astaga, kalian stop dong bercandanya. Kayaknya cuma meja kita aja deh uang rame, yang lain mah enggak," untuk pertama kalinya sejak kedatangan kami ke kafe ini Danar mengomel. Aku dan Giko kontan menoleh ke sekitar kami. Memang ada yang sempat curi pandang ke arah kami sih, tetapi Giko malah mengedikkan bahu.

"Biarin aja, sih. Selamat ulang tahun, Win!" Giko tersenyum lebar seraya mengulurkan tangannya. Dia lantas menarikku ke dalam pelukannya. Oh, bukan. Bukan pelukan selayaknya orang normal, melainkan yang dia peluk itu leherku. Aku rasa dia memang berniat membunuhku di hari ulang tahunku. Kampret memang. Aku menepuk-nepuk keras lengannya agar lepas.

"Geblek lo! Seneng lo ya kalau gue mati?!" omelku begitu Giko melepas pelukannya.

Lelaki sableng itu malah tertawa keras. "Sori, Win. Abis lo gemesin banget kan jadi pengin bunuh."

Dasar sinting! "Arwah gue bakal ngintilin lo seumur hidup kalau itu terjadi," semburku jengkel.

Danar mengulurkan tangan tidak menghiraukan Giko yang masih terus tertawa ngakak.

"Selamat ulang tahun, Win semoga impian lo tercapai," ucap cowok berkulit macho itu. Isi doanya masih sama seperti tahun lalu. Ya, aku paham kalau Danar itu tidak kreatif. Jadi, aku maklum. Aminkan saja.

"Terima kasih, ya, Nar."

Danar itu manusia normal, jadi tentu saja memelukku juga dengan gaya manusia normal pada umumnya.

"Aku nggak bisa kasih apa-apa. Cuma ini aja. Moga kamu suka." Danar menyerahkan sebuah kotak kecil yang terbungkus kertas kado bergambar hati.

"Kok pakai acara kasih kado segala sih? kan biasanya juga enggak." Nyaris tak pernah, selain makan malam dan potong kue.

"Makasih dong, Win. Udah dikasih kado. Itung-itung hiburan lo, karena doa tahun kemaren belum terkabul sama Tuhan." Giko lagi-lagi tersenyum meledek.

Mulut Giko memang isinya racun. Entah ada koslet apa di dalam kepalaku sampai-sampai masih bertahan jadi temannya.

Aku tak menghiraukan ocehannya, dan kembali fokus kepada Danar. "Thanks  ya, Nar."

Giko meletakkan sesuatu ke atas meja. Sebuah kotak juga. Ukurannya lebih besar sedikit dibanding kotak dari Danar. "Gue juga punya kado buat lo."

"Kalian pasti udah merencanakan ini."

"Ya iyalah, Win. Kan tadi gue bilang kami mau hibur lo, karena—"

Aku mengangkat tangan. "Stop! Jangan dilanjutkan." Karena aku tahu ujungnya pasti tidak enak didengar.

Giko nyengir. "Buka gih kado dari kami."

Aku tersenyum. Sebenarnya tanpa kado pun aku sudah senang karena mereka ingat ulang tahunku. Bohong kalau aku tidak suka perayaan seperti ini. Aku malah cukup terharu. Karena siapa sih yang tidak terharu mendapatkan perhatian dari mereka? Sahabat-sahabat terbaik yang walaupun terkadang menyebalkan, tapi sering aku butuhkan juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
dianrahmat
awal cerita yg seru. smg seru tetus sampai akhir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status