Share

2. Permulaan

***

"Assalamualaikum," teriak Rasen saat memasuki rumahnya. Dia akhirnya sampai.

"Waalaikumussalam, kenapa sih pake teriak-teriak segala? Eh Kak, mukanya kok jelek gitu? Kamu lagi ada masalah ya?" tanya Arsha usil karena melihat raut wajah Rasen seperti habis melihat setan. Arshavina Rahayu Shakeel adalah adik perempuan satu-satunya Rasen, umur Arsha terpaut lima tahun dibawah Rasen. Dia masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama.

"Apaan sih Dek, biasa aja." Rasen berlalu ke dapur meninggalkan Arsha begitu saja. Rasen mencari keberadaan anak-anak bulunya sekalian mengambil minuman dingin di kulkas.

"Dih gak jelas banget," ujar Arsha melanjutkan aktivitas yang tadi sempat terhenti, memakan cemilan sambil menonton drama korea kesukaannya. Tapi Arsha merasakan hawa yang sedikit aneh, sepertinya kakaknya itu membawa sesuatu dari luar.

***

Rasen merasa dirinya sedikit tidak enak badan apalagi dibagian punggungnya terasa berat dan perasaannya tidak nyaman, anak bulunya, kucing, yang berwana putih dengan corak berwarna coklat di kepalanya itu pun sedikit terlihat risih dan tidak betah berada di gendongan Rasen. Rasen turun dari tangga menuju adiknya yang masih saja anteng menonton drama koreanya padahal sudah lewat waktu magrib. Kucing yang berada di gendongan Rasen pun turun dan berlari ke arah Arsha.

"Dek, Papa mana kok belum pulang? Punggung Kakak gak enak banget nih," ujar Rasen seraya duduk di sebelah adiknya yang masih setia menonton drama kesayangannya.

"Papa lagi di rumah Kakek kayanya. Eh Kak, kamu bawa sesuatu dari luar, ya? Aku tadi kan ke kamar mandi, pas ngelewatin jendela kayak ada perempuan gitu di luar. Cuma pas aku liat lagi buat mastiin, udah gak ada." Arsha menatap serius ke arah Rasen dan melupakan drama yang ditontonnya itu masih berjalan. Arsha memang lumayan peka juga terhadap makhluk tak kasat mata, mereka berdua punya indra ke enam karena keturunan dari kakeknya yang menurun ke ayahnya dan saat ini menurun juga kepada mereka.

"Duh, Dek sebenernya tadi tuh ada kejadian di kampus. Cuma kalau aku ceritain takut datang hantunya. Makanya aku nunggu Papa biar sekalian di bersihin," jelas Rasen sembari memeluk kucing kesayangannya yang berada di tengah-tengah mereka berdua, sedikit takut kalau-kalau gadis menyeramkan itu muncul lagi.

"Ah kamu mah ada-ada aja! Ih gimana atuh? Aku takut ah. Telepon Papa coba suruh cepet pulang," pinta Arsha menarik-narik lengan Rasen hingga Miu, nama kucingnya Rasen pun sedikit terganggu.

"Ya makanya gak aku ceritain takut kamu juga ikut takut," jawab Rasen sambil mengambil telepon genggam yang berada disakunya. Dia mencari kontak papanya lalu meneleponnya dan memintanya untuk segera pulang. Kucingnya pun turun dari sofa dan berjalan menuju tempat di mana ia bisa menemukan makanan. Dapur, Rasen menyediakan tempat makan dan minum kucing-kucingnya itu di dapur. Di sana juga sudah ada dua kucing lainnya yang sedang bermain-main di kolong meja makan.

***

"Ada apa sih? Papa lagi ngerumpi juga sama Kakek," ucap papa Rasen dengan tenang sambil mengelus-elus Miu yang saat ini berada digendongan Arsha. Dua kucingnya yang lain, Inces dan Boni tidur di sebelah Rasen memenuhi sofa yang kosong.

"Ini Pah, si Kak Abim bawa-bawa jurig kayanya dari luar," ujar Arsha mengadu yang langsung dipelototi Rasen.

"Haha, hantu cewek ya? Suka kali sama kamu, Bim," respon papanya santai. Abim adalah nama panggilan keluarga Rasen kepadanya, diambil dari nama tengahnya yaitu Abimanyu. Kesal, Rasen langsung saja menceritakan kejadian tadi sore di kampus.

Respon pertama kali yang di dapat dari papahnya adalah tertawa, Arsha merasa ingin ikut menertawakan juga karena bisa-bisanya kakaknya itu tertipu oleh sosok hantu, tapi ia juga takut bila hantu itu ikut ke rumah yang ia tinggali sekarang, jadi hanya tertawa kecil tertahan yang Arsha keluarkan sembari melirik-lirik sekitar.

"Ih, jadi gimana, Pah?" tanya geram Rasen karena hanya ditertawakan oleh papanya.

"Ya udah sini dibersihin sambil istighfar juga kamunya, udah itu kamu langsung mandi ya." Papanya mulai melafalkan doa-doa sambil menyentuh punggung Rasen.

Tenang. Itu yang Rasen rasakan sekarang. Setidaknya sudah dibersihkan, Rasen berharap sosok tadi benar-benar pergi dan tak pernah menampakkan wujudnya lagi. Tapi tidak semudah itu. Sosok itu sudah menandai Rasen. Sosok itu tidak akan semudah itu untuk bisa diusir.

***

"Tolong ...." Rasen yang masih memejamkan matanya samar-samar mendengar suara lirih sesosok perempuan.

"Tolong aku .... Aku tau kamu bisa tolong." Lagi, Rasen mendengar suara perempuan yang sangat lirih dan parau.

"Tolong!" Rasen terbangun dari tidurnya karena ketika diakhir si sosok perempuan tiba-tiba berteriak sangat keras dan terdengar marah. Rasen menormalkan pernapasannya, jantungnya masih berdegup dengan kencang dan tangannya gemetar. Takut. Rasen takut yang dia dengar bukanlah mimpi. Karena sangat terdengar nyata saat sosok perempuan tersebut berteriak dengan marah.

Rasen menenangkan diri dengan beristighfar sebanyak mungkin dalam hatinya. Apa itu sosok perempuan yang sama yang ia temui di kampus tadi? Pikirnya.

Rasen memperhatikan sekitar kamarnya,  Miu tidak ada di kamarnya. Biasanya Miu selalu tidur di kasurnya walaupun Rasen sudah menyiapkan tempat untuknya dan kedua temannya. Rasen takut dan bingung kemana Miu, Rasen segera beranjak. Ia berlari ke kamar adiknya, Arsha.

Rasen langsung membuka pintu kamar adiknya tanpa mengetuk, dilihatnya adiknya itu sudah tidur. Rasen sedikit menggeser adiknya agar bisa tidur disebelahnya. Sudah biasa hal seperti itu terjadi, terkadang adiknya yang tiba-tiba berlari dan tidur di kamar Rasen bahkan sampai mengganggu tidur Rasen.

***

"Pah, masa aku bangun-bangun nemuin Kak Abim tidur sama aku. Parah banget ih," ujar Arsha mengadu saat sedang sarapan bersama Papa dan Kakaknya.

"Halah, kayak kamu gak suka gitu aja sih," jawab papanya dengan enteng. "Emang ada apa lagi sampai kamu tidur sama adek kamu, Bim?" tanya papanya sedikit penasaran.

"Abim denger suara perempuan minta tolong Pah, mana si Miu gak ada di kamar Abim," jelas Rasen.

"Kayanya perempuan kemarin deh, Pah." Arsha berkata sembari mengunyah nasi goreng spesial buatannya. Karena mereka tidak memperkerjakan ART jadi semua dikerjakan sendiri. Agar mandiri juga kata papanya.

Kemana mamanya? Mama mereka yang juga istri dari papanya Rasen itu sudah meninggal saat Rasen baru saja lulus SD dan Arsha saat itu baru mau naik ke kelas 2 SD. Mama keduanya itu sakit keras sehingga mau tidak mau almarhum harus meninggalkan kedua anaknya yang masih lumayan kecil.

Papanya pun tidak menikah lagi, ia pikir lebih baik fokus mengurus dan mendidik Rasen dan Arsha. Karena mereka berdua sudah dititipkan oleh almarhum istri tercintanya untuk ia jaga dan didik sebaik mungkin.

Rasen mendelik, "Iya kayanya, pengen jadi temen kamu, Dek." Rasen beranjak mengambil tas selempang nya. "Abim berangkat dulu ya, Pah. Abim mau ketemu Rizki," pamit Rasen sembari menyalami punggung tangan papahnya dan mengacak rambut adiknya lalu pergi begitu saja tanpa mendengar ocehan adiknya yang kesal.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
nanana
wah aq suka bgt tipe laki-laki kaya Rasen
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status