***
"Assalamualaikum," teriak Rasen saat memasuki rumahnya. Dia akhirnya sampai.
"Waalaikumussalam, kenapa sih pake teriak-teriak segala? Eh Kak, mukanya kok jelek gitu? Kamu lagi ada masalah ya?" tanya Arsha usil karena melihat raut wajah Rasen seperti habis melihat setan. Arshavina Rahayu Shakeel adalah adik perempuan satu-satunya Rasen, umur Arsha terpaut lima tahun dibawah Rasen. Dia masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama.
"Apaan sih Dek, biasa aja." Rasen berlalu ke dapur meninggalkan Arsha begitu saja. Rasen mencari keberadaan anak-anak bulunya sekalian mengambil minuman dingin di kulkas.
"Dih gak jelas banget," ujar Arsha melanjutkan aktivitas yang tadi sempat terhenti, memakan cemilan sambil menonton drama korea kesukaannya. Tapi Arsha merasakan hawa yang sedikit aneh, sepertinya kakaknya itu membawa sesuatu dari luar.
***
Rasen merasa dirinya sedikit tidak enak badan apalagi dibagian punggungnya terasa berat dan perasaannya tidak nyaman, anak bulunya, kucing, yang berwana putih dengan corak berwarna coklat di kepalanya itu pun sedikit terlihat risih dan tidak betah berada di gendongan Rasen. Rasen turun dari tangga menuju adiknya yang masih saja anteng menonton drama koreanya padahal sudah lewat waktu magrib. Kucing yang berada di gendongan Rasen pun turun dan berlari ke arah Arsha.
"Dek, Papa mana kok belum pulang? Punggung Kakak gak enak banget nih," ujar Rasen seraya duduk di sebelah adiknya yang masih setia menonton drama kesayangannya.
"Papa lagi di rumah Kakek kayanya. Eh Kak, kamu bawa sesuatu dari luar, ya? Aku tadi kan ke kamar mandi, pas ngelewatin jendela kayak ada perempuan gitu di luar. Cuma pas aku liat lagi buat mastiin, udah gak ada." Arsha menatap serius ke arah Rasen dan melupakan drama yang ditontonnya itu masih berjalan. Arsha memang lumayan peka juga terhadap makhluk tak kasat mata, mereka berdua punya indra ke enam karena keturunan dari kakeknya yang menurun ke ayahnya dan saat ini menurun juga kepada mereka.
"Duh, Dek sebenernya tadi tuh ada kejadian di kampus. Cuma kalau aku ceritain takut datang hantunya. Makanya aku nunggu Papa biar sekalian di bersihin," jelas Rasen sembari memeluk kucing kesayangannya yang berada di tengah-tengah mereka berdua, sedikit takut kalau-kalau gadis menyeramkan itu muncul lagi.
"Ah kamu mah ada-ada aja! Ih gimana atuh? Aku takut ah. Telepon Papa coba suruh cepet pulang," pinta Arsha menarik-narik lengan Rasen hingga Miu, nama kucingnya Rasen pun sedikit terganggu.
"Ya makanya gak aku ceritain takut kamu juga ikut takut," jawab Rasen sambil mengambil telepon genggam yang berada disakunya. Dia mencari kontak papanya lalu meneleponnya dan memintanya untuk segera pulang. Kucingnya pun turun dari sofa dan berjalan menuju tempat di mana ia bisa menemukan makanan. Dapur, Rasen menyediakan tempat makan dan minum kucing-kucingnya itu di dapur. Di sana juga sudah ada dua kucing lainnya yang sedang bermain-main di kolong meja makan.
"Ada apa sih? Papa lagi ngerumpi juga sama Kakek," ucap papa Rasen dengan tenang sambil mengelus-elus Miu yang saat ini berada digendongan Arsha. Dua kucingnya yang lain, Inces dan Boni tidur di sebelah Rasen memenuhi sofa yang kosong.
"Ini Pah, si Kak Abim bawa-bawa jurig kayanya dari luar," ujar Arsha mengadu yang langsung dipelototi Rasen.
"Haha, hantu cewek ya? Suka kali sama kamu, Bim," respon papanya santai. Abim adalah nama panggilan keluarga Rasen kepadanya, diambil dari nama tengahnya yaitu Abimanyu. Kesal, Rasen langsung saja menceritakan kejadian tadi sore di kampus.
Respon pertama kali yang di dapat dari papahnya adalah tertawa, Arsha merasa ingin ikut menertawakan juga karena bisa-bisanya kakaknya itu tertipu oleh sosok hantu, tapi ia juga takut bila hantu itu ikut ke rumah yang ia tinggali sekarang, jadi hanya tertawa kecil tertahan yang Arsha keluarkan sembari melirik-lirik sekitar.
"Ih, jadi gimana, Pah?" tanya geram Rasen karena hanya ditertawakan oleh papanya.
"Ya udah sini dibersihin sambil istighfar juga kamunya, udah itu kamu langsung mandi ya." Papanya mulai melafalkan doa-doa sambil menyentuh punggung Rasen.
Tenang. Itu yang Rasen rasakan sekarang. Setidaknya sudah dibersihkan, Rasen berharap sosok tadi benar-benar pergi dan tak pernah menampakkan wujudnya lagi. Tapi tidak semudah itu. Sosok itu sudah menandai Rasen. Sosok itu tidak akan semudah itu untuk bisa diusir.
"Tolong ...." Rasen yang masih memejamkan matanya samar-samar mendengar suara lirih sesosok perempuan.
"Tolong aku .... Aku tau kamu bisa tolong." Lagi, Rasen mendengar suara perempuan yang sangat lirih dan parau.
"Tolong!" Rasen terbangun dari tidurnya karena ketika diakhir si sosok perempuan tiba-tiba berteriak sangat keras dan terdengar marah. Rasen menormalkan pernapasannya, jantungnya masih berdegup dengan kencang dan tangannya gemetar. Takut. Rasen takut yang dia dengar bukanlah mimpi. Karena sangat terdengar nyata saat sosok perempuan tersebut berteriak dengan marah.
Rasen menenangkan diri dengan beristighfar sebanyak mungkin dalam hatinya. Apa itu sosok perempuan yang sama yang ia temui di kampus tadi? Pikirnya.
Rasen memperhatikan sekitar kamarnya, Miu tidak ada di kamarnya. Biasanya Miu selalu tidur di kasurnya walaupun Rasen sudah menyiapkan tempat untuknya dan kedua temannya. Rasen takut dan bingung kemana Miu, Rasen segera beranjak. Ia berlari ke kamar adiknya, Arsha.
Rasen langsung membuka pintu kamar adiknya tanpa mengetuk, dilihatnya adiknya itu sudah tidur. Rasen sedikit menggeser adiknya agar bisa tidur disebelahnya. Sudah biasa hal seperti itu terjadi, terkadang adiknya yang tiba-tiba berlari dan tidur di kamar Rasen bahkan sampai mengganggu tidur Rasen.
"Pah, masa aku bangun-bangun nemuin Kak Abim tidur sama aku. Parah banget ih," ujar Arsha mengadu saat sedang sarapan bersama Papa dan Kakaknya.
"Halah, kayak kamu gak suka gitu aja sih," jawab papanya dengan enteng. "Emang ada apa lagi sampai kamu tidur sama adek kamu, Bim?" tanya papanya sedikit penasaran.
"Abim denger suara perempuan minta tolong Pah, mana si Miu gak ada di kamar Abim," jelas Rasen.
"Kayanya perempuan kemarin deh, Pah." Arsha berkata sembari mengunyah nasi goreng spesial buatannya. Karena mereka tidak memperkerjakan ART jadi semua dikerjakan sendiri. Agar mandiri juga kata papanya.
Kemana mamanya? Mama mereka yang juga istri dari papanya Rasen itu sudah meninggal saat Rasen baru saja lulus SD dan Arsha saat itu baru mau naik ke kelas 2 SD. Mama keduanya itu sakit keras sehingga mau tidak mau almarhum harus meninggalkan kedua anaknya yang masih lumayan kecil.
Papanya pun tidak menikah lagi, ia pikir lebih baik fokus mengurus dan mendidik Rasen dan Arsha. Karena mereka berdua sudah dititipkan oleh almarhum istri tercintanya untuk ia jaga dan didik sebaik mungkin.
Rasen mendelik, "Iya kayanya, pengen jadi temen kamu, Dek." Rasen beranjak mengambil tas selempang nya. "Abim berangkat dulu ya, Pah. Abim mau ketemu Rizki," pamit Rasen sembari menyalami punggung tangan papahnya dan mengacak rambut adiknya lalu pergi begitu saja tanpa mendengar ocehan adiknya yang kesal.
Rasen sedang berada di mall besar di kotanya, tepatnya di toko alat musik dan sedang bersama Rizki. Mereka sedang mencari gitar baru untuk Rizki beli. Anggara Rizki Purnama, sahabat Rasen dari SMA sampai sekarang. Sayangnya tempat kuliah mereka harus terpisah sekarang. Rasen kekeuh ingin masuk ke kampus yang ia janjikan dengan sahabat masa kecilnya dulu, Universitas Dwirasa. Padahal Rasen mampu masuk universitas negeri yang lebih baik. Rizki sedikit menyayangkan keputusan Rasen, tapi apa boleh buat? Rasen sudah memutuskannya sedari dulu. Rasen dan Rizki memang memiliki hobi yang sama yaitu bermain alat musik dan bernyanyi. Saat mereka SMA, duo mereka dikenal dengan Double R. Posisi Rasen dan Rizki sama-sama memainkan gitar dan menjadi vokalis. Keduanya sering muncul di acara pentas musik di sekolahnya dulu dan selalu mengikuti lomba-lomba di dalam maupun di luar sekolah. Tak heran mereka berdua agak terkenal karena duet mereka yang sangat bagus dan wajah mereka yang tampan. "Sen, ki
"Nama lo siapa?" tanya gadis berambut sebahu itu. Gadis itu melihat Rasen hanya bergeming seperti sedang berpikir, entah memikirkan apa."Kita satu kampus 'kan? Jadi ga ada salahnya kalau kita kenalan, hehe," lanjut gadis itu tersenyum mencoba menghilangkan rasa sebalnya, berharap Rasen mau berkenalan dan berteman dengannya."Emang penting?" Rasen balik bertanya dengan wajah yang tidak dapat diartikan lalu ia menaiki motornya dan segera meninggalkan gadis tersebut. Eleena.Eleena bersumpah ia tidak merasa sakit hati atau tersinggung, Eleena hanya merasa agak kesal. Kenapa ada laki-laki dingin seperti itu? Apa Eleena salah bila hanya ingin mengajak ia ngobrol dan berkenalan?"Parah banget sih, orang ngajak kenalan doang juga malah ditinggal. Untung ya, untung lo ganteng. Kalau ngga, awas aja." Untung saja di sana sudah tidak ada orang lain lagi selain dirinya, sepasang kekasih yang tadi pun sepertinya sudah pergi, bila masih ada mungkin mereka yang melihat Eleena mengira gadis itu agak
"Dek?" panggil Rasen pelan. Sedikit hati-hati, Rasen mendekati Arsha. Tidak, itu bukan Arsha. Saat menyadari itu, Arsha tiba-tiba tertawa sangat kencang membuat Rasen menutup kedua telinganya. Papanya datang dan langsung memegangi Arsha. Di usap punggungnya ke atas lalu ke leher dan ke kepalanya sembari melafalkan ayat-ayat suci yang membuat Arsha terus berteriak seperti kepanasan. Rasen mencoba untuk membantu, ia memegangi Arsha dan menenangkannya. "Dek, dek tahan dek. Istighfar, keluarin dek!" titah Rasen sambil mengusap-usap lengan Arsha. Arsha mulai tersadar dan langsung terbatuk-batuk karena di mulutnya masih ada busa bekas tadi ia menyikat gigi. Rasen dan Papanya membantu nya berdiri membiarkan Arsha berkumur-kumur dan mencuci muka. Rasen menenangkannya. "Kaget, masa tadi aku lagi cuci muka tiba-tiba barang-barang aku jatuh. Terus aku ambil 'kan. Pas aku liat ke atas ada Miss K, melototin aku," terang Arsha tanpa ditanya. Miss K yang dimaksud Arsha adalah Kuntilanak. Sosok y
Eleena dan kedua teman barunya sudah berada di kantin. Ini pertama kalinya Eleena menginjakkan kakinya di kantin kampusnya. Tidak terlalu penuh hanya terisi sebagian saja. Saat Eleena datang, entah kenapa ia menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa disana. Mungkin karena kecantikannya, hal itu pun disadari oleh Laras dan Bintang. Mereka saling berbisik di belakang Eleena. "Lo liat? Rata-rata mahasiswa di sini merhatiin kita, eh ngga. Lebih tepatnya merhatiin si Eleena." Laras berbisik sangat pelan kepada Bintang seraya mengikuti Eleena yang berjalan santai di depannya. Bintang mengangguk setuju. "Gue udah tau, liat dari mukanya dia yang cantik banget, ini cewek pasti bakal jadi primadona kampus. Dan terbukti 'kan sekarang? Baru masuk kantin aja banyak yang merhatiin dia, dari maba sampai kating. Pokoknya kita harus bisa jadi temen terdekat dia biar kita juga dilirik sama mahasiswa lain," bisik Laras lagi sambil tertawa dengan sangat pelan yang diikuti juga oleh anggukan Bintang sa
Rasen sedang berjalan-jalan sendiri di lorong kampusnya. Ia belum begitu mengenal lingkungan ini jadi dia berinisiatif melihat-lihat untuk lebih mengenal lingkungan barunya. Tidak begitu sepi, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Ada juga mahasiswi yang sedang mengobrol di kursi lorong dan ketika Rasen lewat, Rasen mendengar samar-samar bahwa Rasen menjadi bahan obrolan mereka setelahnya. Rasen tidak peduli. Tapi Rasen terkejut saat ia melewati lab bahasa. Ia melihat sosok hitam, tinggi, besar dengan penuh bulu disana, Rasen berpaling. Tidak mau sosok itu tahu bahwa ia bisa melihatnya. Rasen lanjut berjalan, terlihat lebih sepi di daerah sini. Entahlah, Rasen sendiri tidak tahu dia dimana. Sebut saja Rasen sedang tersasar di kampusnya sendiri. Rasen berjalan lurus sampai ke ujung, sepertinya itu area belakang kampus ini. Terlihat dari arah Rasen berjalan, ada rumput-rumput yang lumayan tinggi di ujung sana. Rasen penasaran dan terus berjalan sehingga dia sadar
Rasen terbangun dari tidurnya ketika mimpi yang ia alami benar-benar terasa seperti nyata.Badannya berkeringat, jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya bergetar. Sebelumnya ia tidak pernah mimpi seperti itu.Rasen ingat persis mimpinya, itu kejadian saat Rasen masih SD bersama sahabat kecilnya dulu. Dan juga Rasen ingat dulu mereka benar-benar pergi membeli es krim bukan seperti yang terjadi di mimpi Rasen tadi.Rasen melihat gadis kecil itu berubah menjadi lebih tinggi darinya, wajahnya tersayat-sayat dan mengeluarkan banyak darah, tatapan matanya yang menyeramkan, rambutnya yang sangat panjang, memakai dress berwarna kuning terang dengan bercak darah yang sangat banyak di bagian dadanya dan di akhir sosok tersebut berteriak sangat keras hingga membuat Rasen akhirnya terbangun dari tidurnya.Rasen merinding, sangat menyeramkan. Bila diingat-ingat sosok tadi hampir mirip dengan sosok hantu yang ia temui akhir-akhir ini. Sosok hantu gadis rooftop. Rasen melihat jam di dinding
Rasen dan Rafa sedang asik bermain game mobile di taman depan kampusnya. Suasana di sana benar-benar sejuk, pohon-pohon pun terlihat rindang menghalangi sinar matahari yang ingin menyinari mereka secara langsung."Kalian gue cariin di kantin gak ada, ternyata lagi asik ngadem di sini," ujar Eleena yang tiba-tiba duduk di kursi kosong bersebrangan dengan Rasen. Rasen dan Rafa melirik sekilas ke arah Eleena lalu kembali fokus ke game yang mereka mainkan."Eh, Len, bentar ya gue lagi fokus ngegame dulu nih. Sen! Sen, lord nya itu dikit lagi sampah aja," cetus Rafa tanpa menatap Eleena di sebelahnya.Eleena cemberut dan memakan cemilan yang ia bawa tadi dari kantin. Ada satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya.Laras :Eleena lo dimana? Gak makan bareng gue sama Bintang?Eleena:Sorry, gue udah makan. Lo makan aja sama Bintang, oke.Eleena mengembuskan napasnya. Sedikit bosan, ia lanjut melihat-lihat postingan teman-temannya di media sosial."Sorry, Len, nih kita udah selesai mainnya."Ele
Hari ini hari di mana Double R mengikuti lomba pada siang hari nanti. Untung saja Rasen hari ini hanya ada kelas pagi. Pagi ini Rasen, Rafa dan Eleena sedang berada di dalam kelas menunggu dosen masuk. "Tumben lo bawa gitar, Sen," ujar Rafa menghadap belakang ke arah Rasen, Rafa duduk di depan Rasen dan Eleena di sebelah kiri Rasen. Rasen mengangguk, "Iya, mau ikut lomba abis kelas selesai." "Hari ini? Lomba dimana? Gue boleh liat ga?" tanya Eleena terlihat excited mengetahui Rasen sepertinya jago bermain gitar. "Di kampus temen saya," balas Rasen. "Wah, gue nonton boleh gak nih? Mumpung hari ini kita cuma ada kelas pagi doang," cetus Rafa, sebenarnya ia hanya ingin menemani Eleena untuk menonton Rasen. "Boleh kayanya, nanti saya tanya temen saya dulu." "Yeay, lo pasti jago banget main gitarnya. Pokoknya gue mau liat, ya,