Bandung, 17 Juli 2018
Sore itu Rasen baru saja mengurusi sisa-sisa registrasi pendaftaran dirinya di salah satu universitas swasta di kota tempat ia tinggal. Rasendriya Abimanyu Sakheel. Dia baru saja keluar dari gedung dan berniat langsung pergi ke parkiran untuk segera pulang kembali ke rumah bertemu anak-anak bulu kesayangannya. Beberapa saat yang lalu, dia sudah mengelilingi kampus barunya itu.
Sesampainya di parkiran dia segera memakai helmnya sambil melihat-lihat ke arah gedung kampus itu. Dia teringat akan janji yang pernah ia buat dengan sahabat masa kecilnya, bahwa kelak saat besar nanti mereka akan berkuliah di universitas ini bersama seperti ayah sahabat kecilnya itu. Entahlah, Rasen hanya ingin mengikuti kemanapun sahabatnya itu pergi.
Sayangnya, sahabatnya itu pindah ke luar kota saat mereka masih kelas 4 SD. Dan mereka berjanji untuk bertemu lagi di kampus ini saat besar nanti.
Rasen tidak sengaja memandang ke arah rooftop gedung tersebut dan dia melihat seorang gadis berdiri di pinggir pembatas membelakanginya. Rasen terkejut, ia langsung berpikir sepertinya gadis itu mau bunuh diri. Dia melihat sekitar dan hanya melihat beberapa orang di sekitarnya yang tidak menyadari ada seorang gadis yang sepertinya mau bunuh diri.
Tanpa banyak berpikir, Rasen segera melepas helmnya lagi dan dengan panik segera berlari masuk lagi ke gedung itu untuk menghentikan gadis yang ia lihat.
Orang-orang yang ada disekitarnya sedikit heran dan tertarik melihat Rasen berlari dengan panik.Karena sepertinya tidak memungkinkan menunggu lift turun, Rasen berinisiatif melewati tangga darurat. Rasen berlari sesegera mungkin takut-takut gadis yang ia lihat itu sudah lompat sebelum ia sampai.
Rasen tidak berfikir mengapa orang-orang di kampus itu tidak ada yang menyadari apa yang ia lihat, semua tampak tenang dan hanya sedikit heran melihat Rasen yang begitu panik berlari melewati mereka dan berlalu menaiki tangga darurat.
Tidak disadari Rasen sudah sampai di lantai delapan, satu lantai lagi ia sampai di rooftop. Ia sedikit terengah, dan akhirnya sampai di lantai sembilan. Matanya menatap sekeliling mencari sosok yang tadi ia lihat sebelumnya.
"Tidak ada," batin Rasen dalam hati.
Rasen berlari ke pinggir pembatas, melihat ke arah bawah takut gadis itu sudah terjun sebelum ia datang tapi nihil, gadis itu benar-benar tidak ada. Sedikit bingung dan kesal, Rasen berbalik berniat turun.
"Itu dia," batinnya. Rasen melihat gadis itu membelakanginya, dia berjalan ke arah tangga sepertinya akan turun. "Hei tunggu!" Rasen sedikit geram, ia mendatangi gadis yang ia lihat tadi. Gadis itu hendak turun lewat tangga tapi Rasen mencekal pergelangan tangan kanannya. "Dingin," batin Rasen.
Gadis itu menoleh, Rasen sangat terkejut sampai ia mundur kebelakang kala melihat wajah gadis itu. Genggaman tangannya pun segera ia lepas. Wajahnya putih pucat, banyak goresan luka di wajahnya, menatap Rasen dengan bola mata yang putih. Rasen melihat itu dengan sangat jelas.
Memang pada dasarnya sudah biasa Rasen melihat hal seperti ini. Tapi di sore itu Rasen benar-benar tidak menyangka kalau dia akan bertemu sosok yang berbeda dengannya. Hantu. Ya, dari kecil Rasen memang peka terhadap makhluk-makhluk seperti itu.
"Kamu bisa lihat aku?" tanya sosok itu sama terkejutnya dengan Rasen. Rasen yang masih sedikit terkejut ia bergeming lalu mundur lagi beberapa langkah.
"Tolong ...," lirih sosok itu mulai mendekati Rasen.
"Jangan mendekat, cepat pergi!" usir Rasen sedikit gemetar. Rasen ingin segera turun dari sana dan segera pulang. Tapi jalannya terhalang oleh sosok hantu gadis itu. Rasen memejamkan matanya lalu melafalkan ayat-ayat suci di dalam hati dengan sedikit rasa takut yang masih tersisa.
Beberapa saat Rasen berdoa, ia mencoba membuka matanya dan melihat ternyata sosok itu sudah hilang. Rasen lebih tenang sekarang, dia lalu segera turun melewati lift karena ia masih gemetar bila harus lewat tangga lagi.
"Sial, niat mau nolongin orang malah ketemu setan," batin Rasen. Ia menyandarkan kepalanya ke belakang, mencoba tenang tapi tidak bisa. Ia harus segera pergi dari sini. Pintu lift terbuka menandakan ia sudah sampai di lantai bawah, Rasen buru-buru keluar dari lift dan tidak sengaja langsung saja dia menabrak seseorang yang kebetulan sedang lewat di depan lift.
"Awwww," pekik nyaring dari seseorang yang baru saja Rasen tabrak. Seorang gadis, dia hampir saja terjatuh karena tabrakan Rasen yang sangat keras.
"Maaf-maaf, saya gak liat," ujar Rasen salah tingkah.
"Lagian ngapain sih rusuh amat, kaya abis liat setan aja!" seru si gadis berambut sebahu tersebut.
"Ya emang," batin Rasen. Rasen hanya memperhatikan gadis itu mengambil beberapa berkas miliknya yang terjatuh tanpa ada niat membantunya.
"Untung ganteng," ujar gadis itu terang-terangan sambil berlalu meninggalkan Rasen yang bingung, langkah yang benar seharusnya tadi ia membantu gadis itu. Rasen bingung apa yang harus dilakukan. Rasen pun pergi dari sana tanpa menyadari masih ada sosok gadis dengan berdarah-darah, wajah penuh sayatan yang mengikutinya di belakang.
Eleena tidak bisa menahan degup jantungnya setelah ditabrak oleh seorang pria tampan nan jangkung yang dia temui tadi di depan lift. Eleena Lavanya Zavier nama gadis cantik itu, dengan tubuh tinggi, kulit putih mulus, hidung yang tidak terlalu mancung tetapi membuat kesan manis dan rambut sebahunya tanpa poni. Sepertinya Eleena akan menjadi salah satu primadona di kampus itu.
Eleena baru saja menyelesaikan registrasi pendaftarannya yang sangat terlambat. Untung saja ada orang dalam yang membantunya masuk. Saat ini ia sedang terduduk di bangku taman karena merasa sangat excited setelah ditabrak pria tadi.
"Chaa gila! Tadi gue ketemu laki-laki ganteng banget. Lo pasti bakal sepemikiran sama gue. Kayanya gue jatuh cinta pada pandangan pertama deh!" Eleena terus mengoceh sembari menatap selembar foto yang dia pegang.
Itu adalah foto bersama almarhum sahabatnya, mereka sudah bersahabat lama sejak SMP sampai sekarang dia masuk ke perguruan tinggi. Tapi sayang sahabatnya itu baru saja meninggal beberapa bulan yang lalu. Di foto itu tentu saja selain ada Eleena, terdapat juga seorang gadis berambut hitam panjang dan berponi dengan senyum cerah menatap kamera.
"Achaa, gue kangen deh .... Kalau aja lo masih ada," ucapnya sambil tersenyum getir mengingat masa-masa menyenangkan dengan sahabatnya. Tapi dia tersadar lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak, dia tidak boleh seperti itu terus-menerus. Dia harus benar-benar ikhlas menerima kenyataannya. Kenyataan bahwa satu-satunya sahabat terbaiknya itu pergi meninggalkannya tanpa bisa kembali.
"Gue belum bisa nyusul lo Cha, maaf ya gue belum bisa nemenin lo di sana. Gue di sini cuma bisa berusaha yang terbaik buat hidup gue kedepannya walaupun tanpa lo. Dan yang pasti gue cuma bisa doain yang terbaik buat lo di sana. Lo orang baik Cha, lo pasti dapet tempat terbaik di sisi-Nya. Lo tau 'kan gue sayang banget sama lo. Maafin gue juga karena belum bisa nemuin pergelangan tangan lo yan hilang, gue sendiri bingung harus cari kemana. Tapi gue bakal lebih berusaha buat lo."
Tanpa gadis itu ketahui sahabatnya tidak sebaik yang ia kira.
Mata gadis itu berkaca-kaca, ingin sekali menangis. Tapi ia tidak boleh lemah lagi karena sejak sahabatnya ditemukan meninggal, dia tidak punya lagi penguat. Dia harus kuat walaupun sekarang dia hanya sendirian.
"Cha, gue udah daftar ke kampus yang lo pengen banget masuk karena ayah lo alumni kampus sini. Gue baru selesain beberapa urusannya tadi. Gue ijin kuliah di sini ya." Eleena berdiri dari duduknya, dia beranjak pergi dari sana. Dia harus segera pulang sebelum matahari tenggelam dan digantikan oleh bulan.
*** "Assalamualaikum," teriak Rasen saat memasuki rumahnya. Dia akhirnya sampai. "Waalaikumussalam, kenapa sih pake teriak-teriak segala? Eh Kak, mukanya kok jelek gitu? Kamu lagi ada masalah ya?" tanya Arsha usil karena melihat raut wajah Rasen seperti habis melihat setan. Arshavina Rahayu Shakeel adalah adik perempuan satu-satunya Rasen, umur Arsha terpaut lima tahun dibawah Rasen. Dia masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama. "Apaan sih Dek, biasa aja." Rasen berlalu ke dapur meninggalkan Arsha begitu saja. Rasen mencari keberadaan anak-anak bulunya sekalian mengambil minuman dingin di kulkas. "Dih gak jelas banget," ujar Arsha melanjutkan aktivitas yang tadi sempat terhenti, memakan cemilan sambil menonton drama korea kesukaannya. Tapi Arsha merasakan hawa yang sedikit aneh, sepertinya kakaknya itu membawa sesuatu dari luar. *** Rasen merasa dirinya sedikit tidak enak badan apalagi dibagian punggungnya terasa berat dan perasaannya tidak nyaman, anak bulunya, kucing, ya
Rasen sedang berada di mall besar di kotanya, tepatnya di toko alat musik dan sedang bersama Rizki. Mereka sedang mencari gitar baru untuk Rizki beli. Anggara Rizki Purnama, sahabat Rasen dari SMA sampai sekarang. Sayangnya tempat kuliah mereka harus terpisah sekarang. Rasen kekeuh ingin masuk ke kampus yang ia janjikan dengan sahabat masa kecilnya dulu, Universitas Dwirasa. Padahal Rasen mampu masuk universitas negeri yang lebih baik. Rizki sedikit menyayangkan keputusan Rasen, tapi apa boleh buat? Rasen sudah memutuskannya sedari dulu. Rasen dan Rizki memang memiliki hobi yang sama yaitu bermain alat musik dan bernyanyi. Saat mereka SMA, duo mereka dikenal dengan Double R. Posisi Rasen dan Rizki sama-sama memainkan gitar dan menjadi vokalis. Keduanya sering muncul di acara pentas musik di sekolahnya dulu dan selalu mengikuti lomba-lomba di dalam maupun di luar sekolah. Tak heran mereka berdua agak terkenal karena duet mereka yang sangat bagus dan wajah mereka yang tampan. "Sen, ki
"Nama lo siapa?" tanya gadis berambut sebahu itu. Gadis itu melihat Rasen hanya bergeming seperti sedang berpikir, entah memikirkan apa."Kita satu kampus 'kan? Jadi ga ada salahnya kalau kita kenalan, hehe," lanjut gadis itu tersenyum mencoba menghilangkan rasa sebalnya, berharap Rasen mau berkenalan dan berteman dengannya."Emang penting?" Rasen balik bertanya dengan wajah yang tidak dapat diartikan lalu ia menaiki motornya dan segera meninggalkan gadis tersebut. Eleena.Eleena bersumpah ia tidak merasa sakit hati atau tersinggung, Eleena hanya merasa agak kesal. Kenapa ada laki-laki dingin seperti itu? Apa Eleena salah bila hanya ingin mengajak ia ngobrol dan berkenalan?"Parah banget sih, orang ngajak kenalan doang juga malah ditinggal. Untung ya, untung lo ganteng. Kalau ngga, awas aja." Untung saja di sana sudah tidak ada orang lain lagi selain dirinya, sepasang kekasih yang tadi pun sepertinya sudah pergi, bila masih ada mungkin mereka yang melihat Eleena mengira gadis itu agak
"Dek?" panggil Rasen pelan. Sedikit hati-hati, Rasen mendekati Arsha. Tidak, itu bukan Arsha. Saat menyadari itu, Arsha tiba-tiba tertawa sangat kencang membuat Rasen menutup kedua telinganya. Papanya datang dan langsung memegangi Arsha. Di usap punggungnya ke atas lalu ke leher dan ke kepalanya sembari melafalkan ayat-ayat suci yang membuat Arsha terus berteriak seperti kepanasan. Rasen mencoba untuk membantu, ia memegangi Arsha dan menenangkannya. "Dek, dek tahan dek. Istighfar, keluarin dek!" titah Rasen sambil mengusap-usap lengan Arsha. Arsha mulai tersadar dan langsung terbatuk-batuk karena di mulutnya masih ada busa bekas tadi ia menyikat gigi. Rasen dan Papanya membantu nya berdiri membiarkan Arsha berkumur-kumur dan mencuci muka. Rasen menenangkannya. "Kaget, masa tadi aku lagi cuci muka tiba-tiba barang-barang aku jatuh. Terus aku ambil 'kan. Pas aku liat ke atas ada Miss K, melototin aku," terang Arsha tanpa ditanya. Miss K yang dimaksud Arsha adalah Kuntilanak. Sosok y
Eleena dan kedua teman barunya sudah berada di kantin. Ini pertama kalinya Eleena menginjakkan kakinya di kantin kampusnya. Tidak terlalu penuh hanya terisi sebagian saja. Saat Eleena datang, entah kenapa ia menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa disana. Mungkin karena kecantikannya, hal itu pun disadari oleh Laras dan Bintang. Mereka saling berbisik di belakang Eleena. "Lo liat? Rata-rata mahasiswa di sini merhatiin kita, eh ngga. Lebih tepatnya merhatiin si Eleena." Laras berbisik sangat pelan kepada Bintang seraya mengikuti Eleena yang berjalan santai di depannya. Bintang mengangguk setuju. "Gue udah tau, liat dari mukanya dia yang cantik banget, ini cewek pasti bakal jadi primadona kampus. Dan terbukti 'kan sekarang? Baru masuk kantin aja banyak yang merhatiin dia, dari maba sampai kating. Pokoknya kita harus bisa jadi temen terdekat dia biar kita juga dilirik sama mahasiswa lain," bisik Laras lagi sambil tertawa dengan sangat pelan yang diikuti juga oleh anggukan Bintang sa
Rasen sedang berjalan-jalan sendiri di lorong kampusnya. Ia belum begitu mengenal lingkungan ini jadi dia berinisiatif melihat-lihat untuk lebih mengenal lingkungan barunya. Tidak begitu sepi, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Ada juga mahasiswi yang sedang mengobrol di kursi lorong dan ketika Rasen lewat, Rasen mendengar samar-samar bahwa Rasen menjadi bahan obrolan mereka setelahnya. Rasen tidak peduli. Tapi Rasen terkejut saat ia melewati lab bahasa. Ia melihat sosok hitam, tinggi, besar dengan penuh bulu disana, Rasen berpaling. Tidak mau sosok itu tahu bahwa ia bisa melihatnya. Rasen lanjut berjalan, terlihat lebih sepi di daerah sini. Entahlah, Rasen sendiri tidak tahu dia dimana. Sebut saja Rasen sedang tersasar di kampusnya sendiri. Rasen berjalan lurus sampai ke ujung, sepertinya itu area belakang kampus ini. Terlihat dari arah Rasen berjalan, ada rumput-rumput yang lumayan tinggi di ujung sana. Rasen penasaran dan terus berjalan sehingga dia sadar
Rasen terbangun dari tidurnya ketika mimpi yang ia alami benar-benar terasa seperti nyata.Badannya berkeringat, jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya bergetar. Sebelumnya ia tidak pernah mimpi seperti itu.Rasen ingat persis mimpinya, itu kejadian saat Rasen masih SD bersama sahabat kecilnya dulu. Dan juga Rasen ingat dulu mereka benar-benar pergi membeli es krim bukan seperti yang terjadi di mimpi Rasen tadi.Rasen melihat gadis kecil itu berubah menjadi lebih tinggi darinya, wajahnya tersayat-sayat dan mengeluarkan banyak darah, tatapan matanya yang menyeramkan, rambutnya yang sangat panjang, memakai dress berwarna kuning terang dengan bercak darah yang sangat banyak di bagian dadanya dan di akhir sosok tersebut berteriak sangat keras hingga membuat Rasen akhirnya terbangun dari tidurnya.Rasen merinding, sangat menyeramkan. Bila diingat-ingat sosok tadi hampir mirip dengan sosok hantu yang ia temui akhir-akhir ini. Sosok hantu gadis rooftop. Rasen melihat jam di dinding
Rasen dan Rafa sedang asik bermain game mobile di taman depan kampusnya. Suasana di sana benar-benar sejuk, pohon-pohon pun terlihat rindang menghalangi sinar matahari yang ingin menyinari mereka secara langsung."Kalian gue cariin di kantin gak ada, ternyata lagi asik ngadem di sini," ujar Eleena yang tiba-tiba duduk di kursi kosong bersebrangan dengan Rasen. Rasen dan Rafa melirik sekilas ke arah Eleena lalu kembali fokus ke game yang mereka mainkan."Eh, Len, bentar ya gue lagi fokus ngegame dulu nih. Sen! Sen, lord nya itu dikit lagi sampah aja," cetus Rafa tanpa menatap Eleena di sebelahnya.Eleena cemberut dan memakan cemilan yang ia bawa tadi dari kantin. Ada satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya.Laras :Eleena lo dimana? Gak makan bareng gue sama Bintang?Eleena:Sorry, gue udah makan. Lo makan aja sama Bintang, oke.Eleena mengembuskan napasnya. Sedikit bosan, ia lanjut melihat-lihat postingan teman-temannya di media sosial."Sorry, Len, nih kita udah selesai mainnya."Ele