Christian menatap para kru yang terlihat kacau, beberapa dari staf pembantu berlarian ke sana kemari. Pria itu langsung berjalan cepat menuju Liam yang tengah mengarahkan beberapa model untuk memasuki tenda.
"Liam," panggil Christian yang langsung membuat Liam membalikkan tubuhnya.
"Tuan?"
"Ada apa?" tanya Christian tanpa basa-basi. "Maaf tuan, ada kecelakaan kecil"
"Apa?"
"Nona Fio, ia terluka."
"Apa?!"
"Ia menginjak kerang yang tajam, Tuan. Dan darahnya lumayan banyak."
Tanpa menjawab ucapan Liam, Christian langsung bergegas menuju kerumunan orang yang ada di tepi pantai. Pria itu langsung menerobos kerumunan orang itu dan menatap Fiorella yang tengah meringis kesakitan. Christian langsung menjongkokkan tubuhnya menatap Fiorella dari bawah. "Bagaimana bisa terjadi?"
"Sst, tak apa. Aku baik," jawab Fiorella pelan.
"Baik katamu? Lihatlah, darahmu tak berhenti!"
Fiorella menatap wajah pias Christian, entahlah. Melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Christian justru membuatnya semakin tenang. "Aku tak apa, Tian," ucapan Fiorella disertai dengan panggilan itu, membuat Christian memberhentikan kegiatannya sejenak, ia menatap Fiorella dengan tatapan tajamnya.
Tanpa kata Christian langsung membuka jasnya cepat, ia lalu membuka kaos putih yang melekat di tubuhnya serta menyobeknya kasar. Christian langsung membelitkan kaos itu di kaki Fiorella yang terluka, ia sedikit menekannya hingga membuat Fiorella meringis menahan sakit.
Semua orang di sana hanya mematung, mereka cukup terkejut dengan perlakuan Christian yang tanpa pikir panjang menyobek kaosnya sendiri hanya untuk model baru seperti Fiorella "Bagaimana?"
"Masih perih." Fiorella ikut menatap kakinya yang sudah dibalut kaos Christian. Pria itu langsung membawa tubuh Fiorella dalam gendongannya. Ia membawa tubuh mungil gadis itu keluar dari kerumunan orang. Liam mengikuti langkah kaki Tuannya.
Christian memasukkan tubuh Fiorella ke dalam mobil Merchandise putih yang terparkir apik di area pantai. Mobil itu bergerak menjauhi pantai dan mengarah ke rumah sakit terdekat. Setelah sampai di rumah sakit, Fiorella masih tetap digendong oleh Christian, sedangkan Liam berusaha menekan luka Fiorella pelan.
Christian membaringkan tubuh Fiorella ke atas brangkar, tak lama dokter datang. Dokter memeriksa Fiorella dengan telaten, ia pun membersihkan luka di kaki Fiorella. Sementara Christian dan Liam berdiri di samping brangkar. "Tuan?" Christian menengokkan kepalanya ke arah Liam, asistennya itu memberikan turtleneck biru laut padanya.
"Pakailah, Tuan," ucap Liam pelan.
Christian yang memang hanya bertelanjang dada pun langsung meraih turtleneck yang diberikan Liam. Ia memakainya kilat dan kembali memandang wajah Fiorella yang terlihat sekali menahan sakit. "Bagaimana?" tanya Christian cepat setelah dokter selesai memeriksa Fiorella.
"Dia baik, untung saja anda cepat membawanya kemari. Mungkin jika anda terlambat tadi, bisa saja pasien kekurangan darah," jelas sang dokter seraya memandang Fiorella.
"Baiklah." Dokter itu keluar menyisakan Fiorella, Christian dan Liam yang masih terus bungkam. "Terimakasih, Boss."
"Jangan pikirkan."
Christian menarik kursi dan langsung ia duduki. Pria itu mengusap kepala Fiorella lembut, ia lalu membelai sisi pipi kanan Fiorella. "Sekarang bagaimana?" Tanya Christian penuh perhatian.
"Aku lebih baik, dan itu karena mu."
"Ya, tak masalah."
"Aku, aku benar-benar berterimakasih padamu, Boss."
"Jangan pernah berterimakasih lagi, itu sudah kewajiban ku untuk menjagamu."
"Apa? Em, Maksudmu?" Christian menatap Liam sekilas, ia lalu memberi isyarat agar asistennya itu keluar dari ruangan. Liam menuruti isyarat dari bossnya, pria asia itu langsung keluar dari dalam ruangan.
"Kau tau, melihatmu seperti itu membuatku rasanya sangat sesak. Aku takut, aku takut melihatmu seperti itu," ujar Christian serius.
"Boss_"
"Tolong panggil aku dengan nama, Fio."
"Tapi, kau bossku."
"Fio."
"Baiklah, baiklah. Tian."
"Astaga, jantungku," ucap Christian dengan menekan dada bidangnya. Fiorella terkekeh geli, ia merona sekarang. Christian meraih tangan kanan Fiorella dan ia langsung membawanya ke arah dada kanannya.
"Tolong panggil lagi," pinta Christian dengan tatapan permohonannya.
"Tian."
"Sekali lagi."
"Astaga, Tian." Jantung Christian yang berdegub kencang mampu membuat kedua bola mata Fiorella serasa akan keluar dari sarangnya. "K-kau?"
"Aku gugup di sampingmu Fio, apalagi saat mendengar namaku disebut di bibir mu," jawab Christian dengan suara rendahnya.
"Astaga, apa kau berusaha menggodaku?"
"Salah?" Fiorella kembali terkekeh, ia menggelengkan kepalanya pelan. "Tian."
"Iya?"
"Aku ingin izin padamu."
"Izin?"
"Besok, kakakku akan menikah. Aku ingin ke sana malam ini. Apa aku diperbolehkan mengambil cuti? Tak lama, mungkin dua sampai tiga hari."
"Kakak mu? Leonardo?"
"Ya, ia akan menikah."
"Hm, baiklah kau bisa mengambil cutimu."
"Terimakasih."
"Apa kau butuh teman ke sana? Em. maksudku, aku_"
"Aku akan datang dengan temanku."
"Siapa?"
"Reoxane, dia sahabatku. Tapi lebih tepatnya sudah kuanggap sebagai kakak ku."
"Oh, baiklah."
"Maaf."
"Apa kau akan pergi dengan pesawat biasa."
"Ya."
"Kenapa Daddy mu_"
"Tidak menjemputku?"
"Ya."
"Karena aku yang menolak."
"Baiklah, kau rupanya berusaha mandiri?"
"Ya, maka dari itu."
"Baiklah, persiapkan dirimu." Fiorella mengangguk paham, tak lama Christian menatap kaki Fiorella tajam. "Kakimu baru saja terluka, bagaimana kau akan ke sana?"
"Em, aku mungkin akan meminta pertolongan pada Charlotte untuk mengantarkan ku ke bandara."
"Biar aku yang mengantarmu."
"Tidak Tian, aku bisa sendiri."
"Bisa sendiri? Kau bahkan tak bisa berdiri dengan kedua kakimu sendiri." Fiorella menatap wajah keras Christian, sedangkan Christian hanya menatap dingin ke arah Fiorella.
"Kau tau, selama aku hidup. Aku tak pernah merasakan selemah ini dihadapan seorang wanita, tapi entah mengapa dihadapanmu, aku lemah," ujar Christian dengan menundukkan kepalanya.
"Tian, aku ... Maksudku, apa kau tak ada seseorang di dalam hidupmu. Karena ya, kau seakan mendekatiku dengan cepat, apa kau memiliki wanita lain?"
"Tentu saja tidak, dengar Fio. Walaupun kenyataannya hidupku memang dikelilingi wanita, tapi tak ada satupun diantara mereka yang bisa mencuri perhatianku."
"Tian, apa kau berusaha merayuku lagi?"
"Ya, jika memang artinya begitu."
"Tian, kau tau siapa aku. Maksudku, aku adalah_"
"Putri Arthur De Lavega?"
"Ya, kau tau kan keluargaku begitu posesif. Mereka bisa saja mengintrogasi mu nanti jika kau tetap dengan pendirianmu."
"Aku siap. Aku siap jika aku memang harus bertemu mereka. Kalau kau mau aku bisa meminta restu pada kedua orang tuamu saat ini juga."
"Jangan gila, mereka pasti akan mengujimu."
"Dan aku tak perduli. Dengar Fio, cincin itu adalah tanda bahwa aku sudah mengklaim mu sebagai milikku."
"Bagaimana bisa seperti itu?" tanya Fiorella dengan mengernyitkan dahinya.
"Tentu saja bisa, asal kau tau. Aku ini memiliki sifat arogan, dan aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan termasuk dirimu. Tapi kau tak perlu takut, aku tak akan memaksamu."
"Tapi dari kata-kata mu tadi, entah mengapa justru mengandung arti pemaksaan untukku."
"Jangan takut Fio, aku berjanji aku akan membuatmu mencintaiku, percayalah."
Fiorella hanya diam, ia menyelami manik Christian. Ada sebuah kesungguhan di sana, dan entah mengapa Fiorella justru yakin pada pria yang baru dua hari yang lalu ia kenali. "Fio!" teriak seorang wanita diambang pintu. Fiorella lantas melarikan pandangannya pada gadis dengan setelan jas kedokteran yang diam di pintu. "Charlotte, kau disini?"
"Ya, tentu saja aku disini. Aku bekerja disini. Dan kau, kau terluka?" ucap Charlotte dengan menjalankan kakinya mendekati brangkar Fiorella.
"Ya, kakiku sedikit sakit. Tapi sudah lebih baik."
"Astaga bagaimana bisa seperti ini?"
"Biasa, aku suka ceroboh." Charlotte menatap sosok pria yang duduk tepat di samping kanan brangkar Fiorella. "Fio dia ..."
"Ah iya, Charlotte kenalkan dia Christian bossku." Charlotte tersenyum seraya mengulurkan tangannya dibalas ramah oleh pria itu.
"Christian Xander."
"Charlotte Collins."
"Nice to meet you Ms. Collins."
"Nice to meet you again, Mr. Xander."
Charlotte melepaskan uluran tangannya, ia menatap Christian dan Fiorella saling berganti. "Apa aku mengganggu?" tanya Charlotte dengan ringisan kecilnya.
"Tidak, kami hanya berbincang," jawab Fiorella cepat.
"Terimakasih sudah mengantarkan sahabatku, Mr. Xander."
"Jangan pikirkan, dia adalah salah satu modelku, jadi aku turut mengurusi hal ini."
"Ya, sekali lagi terimakasih."
Christian mengangguk, pria itu pun mendirikan tubuhnya menyilahkan Charlotte untuk duduk dikursi samping brangkar. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Charlotte dengan mengusap lengan atas Fiorella.
"Baik, aku sudah sangat baik."
"Kakimu luka, apa kau tetap akan datang ke pernikahan kakak mu?"
"Pasti, dan itu wajib. Aku akan datang walaupun aku tak menyukai mempelai wanitanya."
"Jangan berkata seperti itu, Fio. Bagaimanapun ia akan menjadi kakakmu juga."
"Menjengkelkan!"
"Sudahlah."
Fiorella berusaha duduk dibantu oleh Christian dan Charlotte. "Apa kau akan ikut?" tanya Fiorella pelan. Charlotte menggeleng pelan. "Maafkan aku, tapi besok ada rapat dokter penting dari seluruh rumah sakit di Seattle."
"Kau harus datang?"
"Ya, aku harus datang. Ini acara tahunan, dan Daddy ku juga ada di sana."
"Jika Uncle Ryan di sana, lalu yang menghadiri pernikahan kakak?"
"Mommy, itu juga mungkin saat resepsi saja."
"Huft, baiklah."
"Aku yang akan mengantarmu sampai New York," ucap Christian tiba-tiba.
"Tidak, aku tak ingin kedua orang tuaku mencurigaimu."
"Memangnya kenapa? Aku tak ada salah dengan mereka. Aku tak perlu takut."
"Aku perlu waktu Tian."
"Baiklah, aku hanya akan mengantarmu sampai New York. Aku mungkin akan menginap disalah satu hotel dan kembali bersamamu ke Seattle setelah kau selesai dengan acara kakakmu."
"Tian, itu tak perlu."
"Perlu, karena kau adalah gadisku."
"APA?!" Sontak saja Charlotte teriak dengan membolakan matanya. Ia menatap Christian dan Fiorella bergantian. "Kalian, kalian sudah_"
"Tidak!" sela Fiorella cepat.
"Astaga, untung saja."
Hampir saja Charlotte jantungan mendengar kabar ini, ia bukannya tak suka apabila Christian dan Fiorella menjalin hubungan. Hanya saja ia sudah diwanti-wanti oleh Arthur untuk menjaga putri De Lavega itu dengan baik. Sedangkan Charlotte baru bertemu Christian hari ini. Ia belum memastikan Christian baik atau tidak untuk Fiorella, sahabatnya. "Kenapa?"
"Ah, tidak apa-apa Fio. Aku hanya terkejut saja tadi," jawab Charlotte dengan senyum manisnnya.
"Kau yakin?" tanya Christian pelan.
"Ya, aku yakin."
Charlotte menekan earphone yang terpasang di telinganya. "Baiklah, aku ke sana." Charlotte menatap Fiorella. "Maaf, aku tak bisa pulang bersamamu. Ada kecelakaan tadi, dan aku harus memeriksa korbannya. Kau akan diantarkan oleh supirku saja."
"Tidak, aku yang akan mengantarkannya."
"Tapi, Mr. Xander?"
"Tak apa, Dokter. Kau bisa lanjutkan pekerjaanmu."
"Em, baiklah."
Charlotte berdiri dan menatap Fiorella. "Hati-hati dijalan, dan sampaikan salamku untuk kakakmu," ucap Charlotte dengan mencium kepala Fiorella. Setelah kepergian Charlotte, dokter yang tadi memeriksa Fiorella kembali dengan membawa obat yang diperlukan oleh Fiorella.
"Nona, ini obatmu. Dan kau bisa pulang saat ini."
"Terimakasih dokter."
Dokter itu mengangguk, Fiorella menatap Christian yang nampak tengah berbicara di earphone yang terpasang di telinganya. Tak lama setelah Christian selesai bicara pintu terbuka menampilkan Liam yang datang dengan membawa kursi roda. "Pesananmu, Tuan," ujar Liam setelah menyerahkan kursi roda itu pada Christian.
"Baiklah, siapkan mobil Liam."
"Baik tuan." Liam pergi dan Christian pun menjalankan kakinya mendekati brangkar Fiorella. "Kau siap pulang?" Fiorella mengangguk, dan dalam hitungan detik tubuhnya sudah terangkat di dalam gendongan Christian. Pria itu membawanya serta mendudukkan tubuhnya di kursi roda yang tadi di bawa Liam.
Christian mendorong kursi roda Fiorella menuju lobby rumah sakit, dan saat tepat berada di samping mobilnya pria itu langsung membawa tubuh Fiorella lagi memasuki mobilnya. Sedangkan di dalam mobil Liam sudah siap di kursi kemudi. "Jalan!"
Setelah perintah Christian, mobil itu perlahan bergerak menjauhi rumah sakit. "Malam ini kau akan segera ke New York."
"Baiklah."
"Aku akan menjemputmu malam ini, bersiaplah."
"Em, terimakasih boss."
"Tian, Fio. Hanya Tian, tak ada lagi boss yang keluar dari bibirmu."
"Em, baiklah, Tian."
Mobil mulai menepi ke area apartemen milik Charlotte, pria itu kembali menggendong Fiorella hingga tepat di depan pintu apartemen. Fiorella menekan kodenya setelah itu pintu terbuka. Fiorella masih tetap di dalam gendongan Christian kala pria itu menjalankan kakinya memasuki apartemen. "Dimana kamarmu?"
"Apa?"
"Kamarmu, Fio," ucap Christian dengan menundukkan penglihatannya hingga kini mereka bersitatap. Fiorella langsung menunjukkan kamarnya ia menatap wajah Christian yang mengangguk paham.
Pria itu lantas menjalankan kakinya memasuki kamar yang Fiorella tunjukkan. Pria itu merebahkan tubuh mungil Fiorella di atas ranjang. "Kau sudah makan?" Tanya Christian setelah menurunkan tubuh Fiorella.
"Belum."
"Tunggu disini."
Christian tanpa mendapat jawaban segera bergegas keluar dari kamar. Pria itu berjalan memasuki pantry, ia mulai berkutat dengan berbagai bahan masakan. Hingga kemudian pria itu kembali dengan membawa Ratatouille dengan sebotol wine.
"Maaf, aku hanya bisa memasak ini. Maafkan aku jika makanannya kurang enak," ujar Christian seraya duduk tepat di tepi ranjang.
Fiorella mendudukkan tubuhnya ia menatap Christian. "Bagaimana aku tak jatuh pada pesonamu, kau saja bersikap seperti ini terhadapku."
"Karena memang itu tujuanku."
"Kau_"
"Sudah, makanlah dulu."
Fiorella mengangguk, namun saat ia ingin meraih piring yang ada di tangan Christian, pria itu menahannya. "Diam, biar aku yang menyuapimu."
"Ha? Apa?"
"Buka mulutmu." Fiorella menuruti saja perintah Christian, pria itu pun mulai menyuapi Fiorella dengan perlahan.
"Minum?" Fiorella memgangguk, dan Christian pun meraih sebotol wine, ia buka dengan mulutnya, lalu ia tuangkan isinya kedalam gelas kemudian ia serahkan pada Fiorella. Fiorella menerimanya, ia pun meminumnya. "Terimakasih."
"Untuk?" tanya Christian dengan mengangkat satu alisnya.
"Hari ini."
"Jangan pikirkan." Fiorella tersenyum manis. Jika memang pria ini dikirim Tuhan untuknya maka Fiorella hanya meminta satu hal.
'Semoga Christian adalah pria yang baiknya seperti Daddy nya, Arthur. Yang perhatiannya sama seperti Leonardo, dan yang ceria seperti Reoxane. Intinya Fiorella hanya ingin pria ini menjadi pangeran berkuda putih seperti yang selalu diceritakan Mommy nya setiap hendak tidur.
♣♣♣
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
One years leter..."Jadi Christian, apa yang akan kau lakukan sekarang? Semua sudah berlalu setahun yang lalu dan percayalah kami sudah memaafkanmu," ujar Arthur dengan menepuk bahu Christian. Pria itu mengangguk lalu membalas tatapan mata ayah mertuanya, sudah satu tahun semenjak kejadian itu kini Christian terlihat sangat berbeda ia menjadi pria yang hangat dan tak ada lagi kekejaman di matanya, ia melupakan dunia hitamnya dan mengikuti langkah yang diambil oleh Arthur yaitu keluar dari dunia mafia dan berbalik memeluk keluarganya seakan tak pernah terlibat dalam masalah kejahatan dan sebagainya, ia mengangguk lalu tersenyum manis. "Seperti yang kau tau Dad, aku tak akan kembali ke dunia itu lagi, sudah cukup aku dimanfaatkan sedemikian rupa demi keberhasilan orang lain dan justru merugikanku," kata Christian dengan senyum tipisnya membuat Arthur mengangguk penuh bangga."Kau tau, aku selalu berpikir aku salah dengan menjerumuskan Leonardo di dalam kubangan itu tapi putraku itu te