Share

PART 5

Rian menatap bingung Liam dan Andi yang berada di depan rumahnya. Kedua cowok itu datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Ngapain lo berdua ke sini?" tanya Rian.

"Dia yang ngajak gue ke sini," ucap Liam menunjuk Andi.

Andi yang diberikan tatapan datar oleh Rian langsung membuka mulutnya untuk menjelaskan.

"Em, gue bosan di rumah makanya gue ke sini. Gue ngajak Liam biar lo bisa ijinin gue buat masuk. Kalau gue sendiri kan lo gak bakal mau gue masuk rumah lo," ucap Andi.

"Gimana dia mau ijinin lo masuk kalau lo aja berisik mulu."

Andi hanya cengengesan mendengar ucapan Liam.

Memang benar, jika Andi datang sendiri ke rumah Rian, pasti cowok itu tidak akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena jika Andi sudah masuk ke dalam rumahnya, maka Andi pasti akan berbuat aneh-aneh. Dan Rian tidak menyukainya.

Kecuali jika Andi datang bersama Liam, barulah Rian akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena Liam adalah orang yang bisa mengendalikan emosi Rian.

"Masuk." Liam dan Andi menurut lalu mengikuti Rian masuk ke dalam rumah.

"Yan, lo gak mau nawarin kita makan atau minum nih?" tanya Andi.

Rian yang sedang memainkan ponselnya mengangkat wajahnya lalu menatap Andi datar.

"Em, kalau lo gak mau nawarin juga gak papa kok."

"Kalau mau minum ambil sendiri di kulkas. Jangan suruh-suruh gue. Gue bukan pembantu lo," ucap Rian dingin.

"Makasih ya, Rian." Andi segera bangkit berdiri lalu berjalan ke arah dapur membuat Liam hanya geleng-geleng kepala.

"Yan," panggil Liam.

"Apa?"

"Tadi Safira telfon gue. Dia nanya lo."

Rian yang semula sibuk dengan ponselnya mendadak diam. Ekspresi wajahnya saat ini tidak bisa digambarkan.

"Blokir nomor dia kalau dia masih nanya-nanya tentang gue."

"Tapi Safira kan teman gue, Yan. Kalau gue blok dia nanti dia mikir apa ke gue?"

"Teman? Terus gue bukan teman lo?" Nada suara Rian mendadak meninggi.

"Lo teman gue, Yan, tapi Safira juga teman gue. Jangan karena masalah lo sama dia, gue juga harus ikut-ikutan benci dia. Gue juga punya hak buat berteman sama dia."

Rian tertawa sinis. "Kalau lo mau temenan sama dia silahkan. Gue gak bakal larang. Tapi lo harus ingat, gue gak akan pernah mau temenan sama orang yang masih berhubungan dengan cewek yang gue benci."

Setelah berucap demikian, Rian pun bangkit dari duduknya lalu pergi ke kamarnya.

"Eh, Yan. Mau ke mana?" tanya Andi yang baru saja kembali dari dapur. Cowok itu memegang beberapa camilan di tangannya.

"Liam, si Rian kenapa?" tanya Andi.

"Safira."

"Lo bahas apalagi tentang dia? Gue kan udah bilang jangan pernah ngomong dia lagi ke Rian."

"Lo tahu kan Rian itu kalau udah benci sama orang dia bakal selamanya benci sama orang itu. Dia juga gak mau dengar nama orang itu. Lo sendiri lebih tahu dia gimana, kan?"

*****

Raina menatap jam dindingnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Cewek itu baru saja selesai mandi. Ia mengambil pengering rambut untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

Saat ia sedang mengeringkan rambutnya, ponselnya berdering menandakan panggilan masuk.

Raina menatap malas ponselnya saat tahu Rian yang meneleponnya.

"Nih orang gak bisa apa biarin gue hidup tenang. Kerjaannya ganggu gue mulu."

Dengan malas, Raina menjawab panggilan tersebut.

'Lama banget sih angkat telfonnya. Ngapain aja lo? Selingkuh?' Raina segera menjauhkan ponsel dari telinganya begitu mendengar suara Rian yang menggelegar.

Bayangkan saja, hanya karena dirinya lambat menjawab telepon saja, ia sudah dimarahi seperti ini. Apalagi kalau tidak dijawab.

"Selamat malam, ada perlu apa, ya?" tanya Raina mencoba untuk bersabar.

'Beliin gue martabak coklat.'

"Hah? Gak salah lo? Ini udah malam kali. Gila aja lo nyuruh gue keluar buat beliin martabak doang."

'Waktu lo cuma tiga puluh menit dari sekarang.'

Belum sempat Raina protes, cowok itu sudah mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

"Nih cowok kenapa nyebelin banget sih?"

Dengan kesal, Raina pun mengganti pakaiannya lalu turun ke bawa.

"Loh, Rain, malam-malam begini mau ke mana? Kita bentar lagi mau makan malam, loh," ucap Dian.

"Ah, itu Ma aku mau ke rumah Luna. Mau ambil buku PR aku. Boleh kan, Ma?"

"Tapi ini kan udah malam. Gak bisa besok aja?"

"Gak bisa Ma. Soalnya besok PR-nya udah dikumpul."

"Ya udah kalau gitu tunggu Papa pulang aja baru minta Papa antarin kamu."

"Eh, gak usah, Ma. Biar aku pergi sendiri aja. Kasihan Papa juga, masa baru pulang kantor malah antarin aku."

"Terus kamu mau pergi naik apa?" tanya Dian.

"Aku naik taksi."

"Ya udah, boleh. Tapi langsung pulang, ya. Jangan lama-lama di sana."

"Siap Ma. Aku pergi dulu. Bye, Ma." Setelah berpamitan pada Dian, ia pun segera pergi.

*****

Rian berdecak beberapa kali. Cowok itu menatap jam di ponselnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Tadi, ia memberikan waktu pada Raina tiga puluh menit, harusnya setengah delapan tadi cewek itu sudah sampai, tapi sampai sekarang Raina belum juga datang.

"Dia ke mana sih? Apa jangan-jangan dia gak datang. Awas aja kalau sampai dia gak datang."

Tak lama kemudian, Rian mendengar suara pintu diketuk. Dengan cepat ia bangkit berdiri lalu berjalan mendekati pintu dan membukanya.

"Lo telat tiga puluh menit," ucap Rian saat melihat Raina yang baru saja tiba.

"Antriannya banyak banget tadi. Lagian lo kenapa sih nyuruh gue beli martabak di tempat yang ramai kayak gitu?"

"Karena cuma di situ yang martabaknya enak."

"Serah lo deh. Nih martabaknya." Raina memberikan kantung kresek berisi martabak tersebut pada Rian.

"Gak. Gue udah gak mau makan martabaknya lagi." Raina melotot mendengar ucapan Rian.

"What? Lo gila, ya? Gue udah capek-capek beli martabaknya terus lo gak mau?"

"Jam setengah delapan tadi gue emang pengin makan martabak, tapi sekarang udah jam delapan dan gue udah gak pengin makan martabaknya lagi. Jadi silahkan lo pulang," ucap Rian.

"Lo sengaja ya mau kerjain gue? Lo pikir gue gak ada kerjaan lain selain ngurusin lo?" Raina semakin kesal dengan Rian. Siapa yang tidak marah kalau sudah disuruh malam-malam membeli martabak lalu saat ingin memberikannya malah ditolak dengan alasan sudah tidak ingin makan.

"Itu salah lo sendiri. Gue tadi kasih lo waktu tiga puluh menit, tapi lo melebihi batas waktu yang gue kasih."

"Itu karena tempat jual martabaknya ramai. Lo pikir yang mau beli martabak cuma gue doang?"

"Pokoknya gue udah gak mau makan martabaknya lagi. Silahkan lo pulang." Rian kembali masuk ke dalam rumahnya lalu menutup pintu.

Raina menggeram kesal di tempatnya. Ia melempar martabak yang ia pegang ke pintu rumah Rian.

"Rian sialan! Lo bukan manusia tapi hewan!" teriak Raina dengan wajah memerah menahan amarah.

******************************

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
zara
astaga, ya itu salah cewenya. kenapa mau aja. so stupid
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status