Raina, Luna, dan Risa berjalan memasuki kantin. Mereka memilih duduk di bangku yang kosong yang berada di pojok kanan kantin, tepatnya di samping meja Rian, Liam, dan Andi.
Sebenarnya Raina tidak mau duduk di sana, mengingat ada Rian di sana. Ia tidak mau melihat wajah Rian. Jujur, ia masih kesal dengan cowok itu karena Rian sudah membuang nasi gorengnya ke tempat sampah. Bahkan cowok itu juga tidak meminta maaf padanya. Seolah ia tidak merasa bersalah.
"Lo berdua mau beli apa biar gue yang beliin," ucap Luna.
"Gue temenin lo aja deh," ujar Risa.
"Lo mau beli apa, Rain?" tanya Luna lagi.
"Gue mi goreng sama es teh." Raina menyerahkan uang sepuluh ribu pada Luna yang langsung diterima oleh cewek itu.
"Oke. Tunggu bentar, ya, Rain."
Sembari menunggu kedua temannya membeli makanan, Raina memilih membuka ponselnya.
"Hai Rain," sapa Andi. Cowok itu duduk di hadapan Raina.
Raina yang sibuk dengan ponselnya pun mengangkat wajahnya lalu tersenyum ke arah Andi.
"Sendiri aja? Teman-teman lo mana?" tanya Andi.
"Ada. Mereka lagi beli makan."
"Oh gitu. Em, gimana kalau lo gabung aja sama kita."
"Hah? Ga... gabung sama Rian?"
"Iya lah. Biar lebih ramai. Lagian lo kan ceweknya Rian, lo gak mau gitu duduk bareng sama dia?"
"Enggak deh. Gue sama teman-teman gue aja. Gue gak mau jadi pusat perhatian."
Raina memang tidak begitu suka diperhatikan banyak orang. Menjadi pacar Rian saja sudah membuat Raina seperti artis di sekolahnya.
Banyak cewek yang mendekati Raina hanya untuk menanyakan bagaimana cara Raina memikat hati seorang Rian yang terkenal galak itu."Lo punya mata gak? Lo pikir gue apaan seenaknya lo nabrak gue." Suara Rian tampak memenuhi kantin.
Murid-murid yang awalnya sedang melahap makanannya, kini beralih menatap Rian dan seorang cowok yang tengah dimarahi oleh Rian.
"Woi, ngomong. Bisu lo?" Rian mendorong bahu cowok berkacamata itu.
"Sorry, gue gak sengaja," ucap cowok itu dengan kepala tertunduk. Cowok itu tampak ketakutan menghadapi Rian. Siapapun pasti akan takut jika berurusan dengan Rian.
"Lo pikir kata sorry aja bisa buat baju gue bersih kayak semula?"
"Te... terus gue harus ngelakuin apa?"
Rian mengambil alih es teh yang dipegang cowok itu, lalu ia menyiram minuman es teh tersebut ke wajah cowok itu.
Semua yang ada di kantin terkejut tak terkecuali Raina. Tidak menyangka Rian akan melakukan hal seperti itu, tapi tidak ada yang berani menegurnya. Mereka juga takut. Kalau mereka mencampuri urusan Rian, bisa-bisa mereka juga akan diperlakukan yang sama oleh Rian.
"Itu belum cukup. Nanti kalau soto ayam gue datang, gue bakal siram lagi ke baju lo biar kita impas."
Cowok itu semakin menundukkan kepalanya.
Raina yang berusaha untuk tidak mencampuri urusan Rian mendadak berdiri saat melihat Liam yang membawakan soto ayam untuk Rian.
Raina segera mengambil alih soto ayam yang dipegang Liam saat cowok itu ingin memberikannya pada Rian.
"Itu soto ayam gue. Balikin!" ucap Rian dingin.
"Gak! Gue bakal balikin kalau lo janji gak bakal siram soto ayam ini ke dia," ucap Raina.
Rian tertawa sinis. "Lo itu cuma pacar gue, lo gak berhak ikut campur urusan gue," ucap Rian.
"Gue emang gak berhak ikut campur urusan lo, tapi gue gak akan biarin orang kayak lo nindas orang lemah kayak dia. Dia itu gak sengaja tumpahin minumannya ke baju lo. Apa salahnya lo maafin dia aja? Lagian lo juga udah balas dia, kan? Apa belum cukup?"
"Mau jadi sok pahlawan? Oke. Kalau gitu lo aja yang gantiin dia." Raina melotot begitu mendengar ucapan Rian.
Apa Rian akan menyiram soto ayam itu ke Raina? Kalau sampai cowok itu melakukannya, Raina akan sangat membenci Rian."Gue suruh lo berhenti. Kenapa lo jadi mau siram gue? Emang salah gue apa?"
"Salah lo karena udah ikut campur masalah yang jelas-jelas bukan masalah lo."
"Rian udah. Lo gak usah cari masalah. Apa kata anak-anak kalau lo berantem sama Raina? Lo kan sama dia pacaran. Jaga sikap lo," bisik Liam tepat di telinga Rian.
Sebagai orang yang bisa mengendalikan Rian, ia harus menghentikan Rian.
Bagaimanapun, Rian tidak boleh bersikap tidak baik pada perempuan. Apalagi pacar cowok itu sendiri."Lo boleh pergi," ucap Rian pada cowok berkacamata itu.
Cowok itu kembali meminta maaf pada Rian lalu pergi dari sana.
"Lo duduk sama gue," ucap Rian pada Raina membuat cewek itu sedikit terkejut.
"Hah?"
"Perlu gue ulangi?"
"Enggak." Raina menurut lalu duduk di samping Rian.
Raina menaruh mangkuk berisi soto ayam yang sempat diambilnya dari tangan Liam di hadapan Rian.
"Selamat makan," ucap Raina sembari tersenyum.
Rian sendiri tidak membalas ucapan Raina. Cowok itu melahap soto ayamnya dalam diam.
"Loh, Rain, kok lo duduk sama Rian?" tanya Luna saat ia kembali dengan Risa membawa nampan berisi satu porsi mi goreng dan dua mangkuk bakso.
"Em, iya. Gue disuruh sama dia. Lo berdua duduk di meja yang tadi aja. Andi juga duduk di situ kok."
"Ya udah ini mie goreng sama es teh lo."
"Makasih, Lun, Sa."
Rian melirik mi goreng yang ada di hadapan Raina. Lalu tanpa meminta izin terlebih dahulu, cowok itu langsung mengambil seporsi mi goreng tersebut lalu melahapnya. Hal itu membuat Raina terkejut sekaligus kesal.
"Rian! Itu kan mi goreng punya gue. Kok lo makan sih?" Raina tidak terima.
"Sejak kapan punya lo? Emang ada bukti kalau ini punya lo?"
"Gak ada sih. Tapi kan itu punya gue. Gue yang nitip sama Luna buat beliin. Itu juga pakai uang gue."
"Gue gak peduli. Intinya gue mau makan mi goreng ini."
"Ya elah, Yan, kalau emang lo mau makan mi goreng, kenapa tadi lo nyuruh gue beli soto ayam?"
"Tadinya pengin makan soto ayam, tapi liat mi goreng gue jadi pengin."
Rian menatap Raina yang tampaknya masih tidak terima karena makanannya direbut begitu saja oleh Rian.
"Makan aja soto punya gue. Gue udah gak minat makan sotonya."
Raina mendengus. Ia sama sekali tidak berniat untuk menyantap soto ayam itu. Karena sekarang yang ia inginkan adalah mi goreng. Benar-benar menyebalkan.
*****
"Kak Rian," panggil seorang adik kelas perempuan.
Rian yang baru saja keluar dari kelas bersama Liam dan Andi pun menoleh pada cewek itu.
"Ini aku punya coklat buat Kak Rian." Cewek itu memberikan sebatang coklat yang berhiaskan pita berwarna merah muda di tengahnya.
"Gue pikir setelah lo udah jadian sama Raina fans cewek lo bakal hilang, padahal masih ada aja," kekeh Andi.
"Terima Yan, kasihan dia udah siapin buat lo," suruh Andi.
Rian menerima coklat tersebut membuat cewek itu tersenyum. Namun, senyumnya itu tidak bertahan lama, karena Rian membuang coklat itu ke lantai lalu menginjak-injaknya sampai hancur.
"Dengar ya, ini terakhir kalinya lo kasih gue coklat. Kalau lo kasih gue coklat lagi, gue pastiin lo bakal dijauhin sama teman-teman lo. Ngerti?"
Cewek itu menangis lalu pergi dari hadapan mereka.
"Yan, lo kenapa sih? Jangan gitu lah sama cewek. Kasihan dia," ucap Andi.
"Gak peduli."
"Rian!" Raina berlari kecil mendekati Rian yang menatapnya datar.
"Apa?"
"Kenapa sih lo tega banget sama adek kelas itu? Kalau lo terganggu sama dia ya lo ngomong baik-baik sama dia. Bukannya lo perlakuin dia kayak gitu."
"Gak usah ikut campur urusan gue!"
"Pokoknya kalau lo masih bersikap kasar sama orang-orang, gue bakal ikut campur, Yan. Gue gak akan biarin lo semena-mena sama orang lain."
Rian tersenyum miring. "Gak usah sok pahlawan. Semakin lo ikut campur, kebebasan lo semakin berkurang."
Rian melempar buku tulisnya yang langsung ditangkap oleh Raina.
"Kerjain tugas gue sampai selesai."
"Dasar manusia gak punya hati. Gue sumpahin lo cepat mati."
***************************Rian menatap bingung Liam dan Andi yang berada di depan rumahnya. Kedua cowok itu datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu. "Ngapain lo berdua ke sini?" tanya Rian. "Dia yang ngajak gue ke sini," ucap Liam menunjuk Andi. Andi yang diberikan tatapan datar oleh Rian langsung membuka mulutnya untuk menjelaskan. "Em, gue bosan di rumah makanya gue ke sini. Gue ngajak Liam biar lo bisa ijinin gue buat masuk. Kalau gue sendiri kan lo gak bakal mau gue masuk rumah lo," ucap Andi. "Gimana dia mau ijinin lo masuk kalau lo aja berisik mulu." Andi hanya cengengesan mendengar ucapan Liam. Memang benar, jika Andi datang sendiri ke rumah Rian, pasti cowok itu tidak akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena jika Andi sudah masuk ke dalam rumahnya, maka Andi pasti akan berbuat aneh-aneh. Dan Rian tidak menyukainya.Kecuali jika Andi datang bersama Liam, barulah Rian akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena Liam a
Raina berjalan menyusuri koridor sekolah dengan wajah bantalnya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena semalam ia tidak tidur nyenyak. Dan itu semua karena Rian. Semalam cowok itu mengganggunya. Rian terus meneleponnya dan memarahinya karena Raina membuang martabak di depan rumahnya."Woi." Rian menarik lengan Raina membuat langkah cewek itu terhenti."Apa? Mau marahin gue lagi? Kan semalam gue udah minta maaf. Belum cukup lo ngomel-ngomelnya?""Mana buku PR gue?" tanya Rian sembari menjulurkan tangannya di depan Raina.Dengan malas, Raina membuka tasnya lalu memberikan buku milik Rian pada cowok itu.Saat Raina hendak melanjutkan langkahnya, lagi-lagi Rian menarik lengannya membuat Raina berdecak."Apalagi sih, Yan? Gak usah ganggu gue deh.""Urusan kita belum selesai. Lo pikir dengan minta maaf aja bakal cukup?""Terus lo mau gue ngelakuin apa?"*****"Sapu yang benar. Kalau gak bersih gue suruh ulang, ya," ucap
Rian menyandarkan tubuhnya di tembok depan kelas Raina. Cowok itu menunggu Raina keluar dari kelasnya.Tak lama kemudian, Raina pun keluar dari kelasnya bersama Luna dan Risa."Na, lo jadi temenin gue ke mall, kan?" tanya Luna."Ja---""Raina sama gue," potong Rian membuat ketiganya langsung menoleh pada cowok itu."Enak aja lo. Gue duluan yang udah janjian sama Raina. Iya kan Rain?"Raina melirik Rian yang tampaknya tidak ingin dibantah."Sorry, Lun, bukannya gue gak mau nemenin lo, tapi gue gak bisa. Soalnya Rian udah duluan ngajak gue pergi."Wajah Luna tampak kecewa. "Terus gue pergi sama siapa dong?""Sama Risa aja. Sa, mau temenin Luna, kan?"Risa menggeleng cepat. "Gak. Malas gue ke mall. Mendingan gue tidur di rumah.""Sa, jangan gitu lah sama Luna. Sekali-kali temenin Luna. Lagian kalau gue bisa aja pasti gue udah temenin Luna.""Ya udah oke. Gue mau." Raina dan Luna tersenyum lebar karena R
Raina menatap pantulan wajahnya di cermin. Memastikan penampilannya sudah baik atau belum. Setelah dirasanya sudah baik, ia pun mengambil tas selempangnya lalu memakainya.Sesuai janjinya pada Rian, malam ini ia akan menemani Rian ke rumah tante cowok itu.Raina turun ke lantai bawah. Ternyata Rian sudah menunggunya di bawah. Cowok itu sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya."Jadi kamu mau ngajakin Raina keluar?" tanya Seno."Iya Om. Boleh kan, Om?""Boleh aja. Asal sebelum jam sepuluh kamu udah antarin Raina pulang.""Siap Om.""Em, Pa, Ma, aku pergi sama Rian dulu, ya." Raina mendekati Seno dan Dian lalu mencium tangan keduanya diikuti Rian."Hati-hati, ya."Mereka berdua berjalan keluar dari rumah. Pandangan Rian tidak terlepas dari Raina. Ia cukup kagum karena malam ini Raina terlihat cantik."Kenapa liatin gue kayak gitu? Gue jelek, ya?" Pertanyaan Raina sukses membuat Rian tersadar. Buru-buru cowok
Raina berjalan mendekati Rian yang sedang duduk di tepi lapangan. Cowok itu berkeringat karena baru saja selesai berlari mengelilingi lapangan. Tadi, ia datang terlambat, sehingga ia dihukum."Nih, minumnya." Raina memberikan sebotol air mineral yang ia beli tadi di kantin. Sebenarnya, ia datang ke sini bukan karena ia mau, melainkan karena disuruh oleh Rian.Rian menerima botol minum tersebut lalu meneguknya hingga setengah.o"Mau ke mana?" tanya Rian saat Raina hendak pergi."Ke kantin.""Emangnya gue udah bolehin lo pergi?""Emangnya gue harus butuh izin lo dulu baru gue boleh pergi?""Selama lo jadi cewek gue, lo harus nurutin apa kata gue.""Ngatur banget, ya, lo."Rian kembali meminum airnya tanpa membalas ucapan Raina."Hai Rian. Aduh pasti lo capek banget ya, habis dihukum. Sini gue lap keringat lo." Seorang cewek dengan seragam ketatnya tiba-tiba menghampiri Rian dan Raina. Cewek itu menarik tisu dari bun
Rian duduk di pinggir kolam renangnya sambil termenung. Mengingat kembali Raina yang tadi terlihat begitu akrab dengan Arka membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Entah kenapa, ia tidak suka Raina didekati oleh cowok lain."Woi." Rian terkejut saat Andi yang menepuk pundaknya cukup keras."Ngapain lo di sini?" Suara Rian terdengar sangat dingin. Bahkan wajahnya tampak datar."Gue mau bersantai di rumah lo. Gak ngerepotin, kan?""Kalau gue bilang ngerepotin lo bakal pergi?""Enggak sih."Rian memutar bola matanya malas. Ia bangkit berdiri membuat Andi menatapnya."Yan," panggilnya."Apa?""Tadi, gue liat Raina sama Arka.""Gak peduli.""Mereka tadi makan berdua di pinggir jalan. Mereka keliatan mesra kayak orang pacaran. Gue jadi iri sama mereka.""Raina cewek gue," ucap Rian dingin.Andi terkekeh pelan. "Iya gue tahu. Gue bukan bilang mereka pacaran, gue kan cuma bilang mereka mesra ka
Rian turun dari motornya. Cowok itu baru saja tiba di sekolah. Seperti biasa, ia selalu menjadi pusat perhatian para cewek di SMA Bina Bangsa. Namun, Rian sama sekali tidak pernah peduli dengan cewek-cewek yang mendekatinya. Ia bahkan mengacuhkan mereka, makanya para cewek tidak berani mendekatinya kecuali Wanda. Itu karena cewek itu terlalu terobsesi dengan Rian."Pagi Rian. Nih, gue ada bekal buat lo. Gue dengar kemarin Raina bawain lo bekal tapi lo buang ke tempat sampah karena gak enak, ya? Emang sih Raina itu benar-benar gak cocok sama lo. Mendingan juga gue ke mana-mana. Udah cantik, seksi, primadona sekolah, bisa masak. Pokoknya lo itu cocok kalau sama gue.""Eh, Rian jangan pergi dulu dong. Terima dulu kotak makannya." Wanda menahan lengan Rian, lalu menyodorkan kotak makan berwarna putih tersebut.Rian melepas tangan Wanda dari lengannya lalu mengambil kotak makan dari tangan Wanda membuat cewek itu tersenyum. Namun, senyumnya itu tidak bertahan lama, k
"RAINA!" teriak Luna membuat seisi kelas menatapnya tajam. Namun, cewek itu tidak peduli. Ia segera berlari mendekati Raina yang sedang mengobrol dengan Risa."Rain, gawat." Wajah Luna tampak panik."Kenapa sih? Teriak-teriak mulu lo," ujar Risa."Apanya yang gawat, Lun?" tanya Raina penasaran."Itu si Rian lagi berantem sama Arka.""Hah? Kenapa bisa berantem?""Gak tahu. Mendingan sekarang lo samperin aja. Mereka sekarang lagi di halaman belakang sekolah."Tanpa menunggu lama, Raina pun segera pergi ke halaman belakang sekolah.Sesampainya di sana, ia cukup terkejut karena banyak murid yang menonton pertengkaran mereka. Yang membuat Raina kesal adalah kenapa mereka tidak ada yang melerai mereka berdua?"Stop! Berhenti!" Raina menyerobot masuk ke dalam kerumunan tersebut untuk menghentikan perkelahian keduanya.Rian yang hendak memukul wajah Arka pun menoleh pada Raina ketika mendengar teriakan cewek itu."