Bab 2
Pov Daniella Arnetta Vernandi'Sebelum kutukan ini datang. Aku seperti bidadari yang dikagumi. Namun, setelah penyakit ini menggerogoti. Mereka menyebutku Kuntilanak pohon jambu'------------------"Sudah aku bilang, Papa! Aku nggak gil*! Aku nggak mau ke Rumah Sakit Jiwa!" Aku terus berteriak dan memberang, saat dua orang laki-laki suruhan Papaku mencoba membawaku paksa keluar dari rumah ini. Tega sekali Papa membawa anaknya ke RSJ.Kepada siapa lagi aku harus percaya. Sedang Papaku sendiri saja sudah tak mau mengerti diriku lagi, dan merasa menyerah dengan penyakitku ini.Si Mbok terus menangisiku dan mencoba mencegah kedua pria itu, yang hampir mencengkeram paksa tanganku yang terus kuguncangkan."Pak! Saya mohon, Pak! Jangan bawa Non ke rumah sakit jiwa! Saya masih sanggup ngerawat Non Daniella! Non Daniella sudah seperti anak saya sendiri!" Si Mbok berlutut di hadapan Papa, dan kedua suruhannya menghentikan penjemputan paksa ini. Air mata tulus itu melukiskan betapa cintanya dia padaku. Kini, hanya dia lah satu-satunya orang yang mau menerima keadaanku yang mengerikan ini."Saya mohon, Pak! Non Daniella itu sejak kecil sudah Mbok yang rawat! Mbok disuruh pulang ke kampung sama non siap, Pak! Nanti di sana, Mbok akan ikhtiar nyari pengobatan buat Non!"Papa memberi isyarat pada kedua suruhannya agar melepas tangannya dariku. Akhirnya aku bisa bernapas lega. Biar pun aku tak lagi tinggal di istana ini, setidaknya aku masih bisa tinggal dengan orang yang masih menyayangiku."Mbok, apa Mbok siap dengan segala konsekuensi dan kemungkinan kalau anak saya kambuh, Mbok!? Apa Mbok nggak ngerasa kerepotan? Kalau iya, saya akan urus semuanya, urus semua kenyamanan tempat tinggal mbok di sana, berikut biaya hidup Mbok sama Daniella di sana. Nanti akan saya urus, Mbok."Si Mbok lantas memelukku dan mengusap lembut kepala ini."Non, ndak papa kan, tinggal di desa sama Mbok!"Aku hanya mengangguk pasrah mengiyai."Papa! Aku mau tinggal sama Mbok! Tapi fasilitasnya masih harus terpenuhi seperti di sini! Dan aku nggak mau kekurangan, atau hidup susah di sana!" pekikku saat berada di kamar. Si Mbok mulai mengemasi pakaianku, dan barang yang rencananya akan kubawa ke sana. Entah tempat macam apa yang nantinya akan kutinggali."Papa janji, Nak! Tapi, apa kamu janji. Nggak akan nyusahin Mbok di sana."Kenapa Papa jadi setega ini pada putrinya sendiri?! Ini semua pasti gara-gara Tante Liana yang sudah banyak mempengaruhi pola pikir Papa. Dulu Papa tidak seperti ini!***Aku Daniella Arnetta Vernandi, putra tunggal dari Tuan Vernandi, pengusaha restoran ayam siap saji, yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Terlahir hampir sempurna, mungkin demikian orang menyebutku. Gadis yang tak pernah kekurangan apapun sejak kecil. Ibuku mungkin telah tiada karena pendarahan hebat, sesaat setelah aku dilahirkan ke dunia. Sekali saja, aku tak dapat rengkuhan kasihnya.Namun, cinta kasih papaku, yang tak lekang oleh waktu, membuatnya tak ingin mencari pengganti ibuku. Ayah memilihkan seorang wanita tukang pomong yang sangat mengerti diriku. Memanjakanku, dan tak pernah menolak segala yang kumau. Kasih Papa, meski waktunya tak sepenuhnya ada, tapi Papa selalu ada di saat aku membutuhkannya. Segala fasilitas dalam hidupku terpenuhi tanpa ada halangan berarti. Hidupku selalu dikepung kemewahan, kemudahan, serta kenyamanan.Sejak kecil, di sekolah, aku selalu jadi primadona. Bahkan hingga di bangku Universitas pun, aku tetap jadi idola kampus karena parasku yang menawan, juga statusku putri seorang hartawan.Jika ada hal yang tak kucocoki, dan menghalangiku. Kuanggap saja itu batu kerikil kecil yang mudahnya disingkirkan. Kebahagiaanku lengkap sudah, tak pernah kurang satu barang apapun.Ditambah lagi dengan usiaku yang beranjak dewasa, aku mengenal seorang pemuda rupawan, teman kuliahku yang juga berprofesi sebagai model dan selebgram. Azaska Melvano, kekasihku yang senyumnya mampu membuat semua wanita tertawan hatinya.Dia hanya milikku. Kami telah ditakdirkan bersama. Kami begitu serasi saat melangkah bersama bagai raja dan ratu. Hidupku sungguh sempurna kala itu.Sebelum penyakit mengerikan ini menggerogoti tubuhku. Setelah penyakit aneh ini hadir.Jangankan manusia! Nyamuk saja enggan menyentuh tubuhku yang beraroma busuk ini. Yang lebih mengerikan lagi, di mata orang aku terlihat tiba-tiba berteriak histeris tanpa alasan, padahal tidak. Aku tengah melihat ada bayangan hitam yang seolah mengelilingiku.Terkadang aku melihat, hewan melata yang tiba-tiba hinggap di tubuhku.Saat malam, aku merasa ada seorang berjubah serba hitam dan wajahnya samar hampir mencekik leherku.Satu-persatu, orang-orang yang semula menyanjung, dan mengagumiku pergi menjauh. Tak terkecuali Azaska yang sebelumnya tiap malam dia tak bisa tidur sebelum mendengar suaraku.Aku terpaksa berhenti kuliah, dikurung terus di rumah, meminum obat-obatan berjumlah banyak, dan wara-wiri berobat hingga aku lelah. Baru beberapa bulan begini, rasanya aku tak sanggup lagi dan ingin mengakhiri hidup.Hal paling konyol yang kualami adalah saat ayah membawaku ke orang yang konon katanya 'orang pintar'. Namun, bukan pengobatan yang kudapat. Justru pelecehan seks*al yang kualami, katanya itu metode pengobatan. Menjij*kan sekali. Aku tak akan sudi datang lagi ke sana!Papa sudah mencoba berusaha meminta maaf pada Bakti, laki-laki yang pernah kusakiti perasaannya. Namun, setelah banyak mengorek info tentang pria itu, ternyata Bakti adalah seorang anak yatim piatu yang sudah cukup lama merantau. Kini, setelah terluka oleh hinaanku, Bakti memilih pergi ke luar negeri, dan menjadi tenaga kerja di sana.Penyakit ini datang, dan mengubah takdir hidupku menjadi 180 derajat berbalik dari sebelumnya. Kini, Daniella Arnetta bukanlah lagi primadona. Di mata orang-orang, aku hanyalah gadis dengan gangguan kejiwaan dengan segenap penyakit kulit yang menjij*kan, dan patut dijauhi.Karena penyakit yang menjangkit ini, penampilanku yang modis itu berubah. Demi kenyamananku, sekarang kukenakan daster oblong-oblong longgar berbahan katun tanpa motif. Warnanya pun dipilih gelap, karena saat kugarusk lukaku, akan membercak darah di pakaian yang tentu saja akan mudah mengotori pakaian ini.Tak hanya tubuhku yang gatal, bahkan rambutku juga, yang selalu acak-acakan karena setiap setelah disisir, akan kugaruk lagi saking gatalnya.Kapan aku terbebas dari penyakit ini. Saking menggelikan hidupku, hingga Papaku sendiri tak ingin melihatku lagi, dan ingin menyingkirkanku.Kampung halaman si Mbok, adalah pilihan terbaik. Aku masih dianggap normal olehnya dan bersedia merawatku. Dibanding aku harus berkumpul dengan orang gangguan jiwa. Bisa-bisa aku gila beneran.****"Nak! Papa janji, Papa akan tetap jamin fasilitas dan kenyamanan kamu selama di sana! Apapun yang kamu mau, pasti akan Papa turuti. Pasti akan Papa kirimkan!""Tapi Papa! Sampai kapan aku bakal tinggal di kampung halaman si Mbok yang pelosok itu?!""Setidaknya. Sampai kondisimu benar-benar stabil, Nak!" Papa melepas rengkuhannya.Dengan berat hati, dia melepas kepergainku. Kami pun masuk ke mobil. Papa dan Tante Liana melambaikan tangan.Di mata wanita itu, tak ada air mata menitik sedikitpun. Pasti dia bahagia sekali aku pergi dari rumah ini.Bersambung ...Part 3 ----Gadis angkuh bernama Daniella, harus terisolasi dari ingar-bingar kemewahan orang tuanya, sebab penyakit misterius yang menjangkit fisik, dan mentalnya. Dia terpaksa harus tinggal di desa terpencil hingga warga menyebutnya kuntilanak. Sampai suatu ketika, pertemuannya dengan Ustaz muda bernama Ashrafil Ambiya' dapat mengubah pandangan hidupnya. -----PoV Ashrafil Ambiya----"Ati-ati ada kuntilanak, Pak Ustadz! Pak Ustadz jangan nyari pakan kambing di sana! Di pohon jambu itu ada kuntilanaknya!" Begitulah kata orang-orang yang sering memperingatkanku. Mereka melarangku untuk tidak mencari rumput di semak nan rimbun dekat pohon jambu itu. Aku orang baru di sini, bukan tak ingin mengindahkan peringatan mereka. Hanya saja, apa mungkin ada makhluk halus yang terang-terangan menganggu banyak warga seperti itu?Bukankah manusia dengan mereka beda dimensi!?Ataukah itu hanya rumor mistis saja agar warga tetap waspada, dan cara paling efektif untuk menakut-nakuti anak-anak supa
Rumah Si Mbok PoV Daniella Arnetta Vernandi----"Tempat macam apa ini, Mbok?! Serius, kita mau tinggal di tempat seperti ini?" Aku celingak-celinguk menatap seksama baangunan rumah yang akan kutinggali ini. Mataku terus memindai, apa Papa bercanda mau menyuruhku tinggal di tempat pelosok yang amat sangat tidak nyaman ini?"Iya, Non! Ini rumah Mbok! Memang agak jauh dari pemukiman, tapi nyaman kok, Non! Bapak juga sudah nyiapin semua barang perkakas Non, biar Non nyaman di sini!" Wanita berdaster abu-abu itu, menepuk-nepuk punggungku. Meyakinkan. "Mbok, lihat datarannya! Rumah ini seperti mau roboh! Trus jarak antara rumah ini sama tetangga lain, jauh banget Mbok! Kayak terisolasi gitu! Trus, pasti di sini susah sinyal!""Non! Si Mbok sebenarnya mau jelasin sejak awal sama Non. Tapi Non udah bersedia tinggal di sini, dibanding di rumah sakit, jadi Mbok merasa, Non lebih baik di sini, Non! Mbok janji bakal bikin Non betah dan nyaman di sini!""Betah apanya, Mbok?"Si Mbok, dan oran
Part 5(Semoga Papa Baik-baik Saja) Pov Daniella ----"Non, abis nangis?! Kok matanya sembab sama mulutnya mecucu gitu, Non?!" tanya Si Mbok begitu aku menjejakkan kaki menuju kamarku. Aku tak dapat lagi menyembunyikan rasa dongkol di hatiku. Setelah melihat kemesraan Azaska dengan gadis lain. Ditambah lagi, saat berjumpa laki-laki berlesung pipit tadi yang terus mengira aku kuntilanak. Rasanya aku benar-benar bukan seperti manusia. "Aku sedih, Mbok." Aku lekas merebahkan tubuhku di kasur. Si Mbok mendekat. Mengelus rambutku yang acak-acakan ini. "Non kenapa, cerita sama Mbok! Jangan pendem sendiri, Non!""Mbok! Azaska, Mbok! Azaska cepet banget move on dari aku, dan dia sekarang udah gandeng cewek lain!""Non! Laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma Den Zaska! Mbok yakin, nanti kalau Non udah sembuh seperti sedia kala, Den Zaska bangat nyesel udah ninggalin Non! Nanti juga banyak laki-laki yang ngantri buat deketin Non kayak dulu!" "Kapan aku sembuh, Mbok!? Lalu, Papa! Dua ja
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 6Meluruskan Prasangka Pov Ashrafil Ambiya'---"Tadi ... tadi rumputnya ketinggalan, Pakde! Sama sabitnya juga! Saya mau ambil sekarang!" kataku pada Pakde. "Ndak usah, Shraf! Ini udah malam. Ndak bakal hilang itu sabit sama rumput di karung. La iya, apa tadi kamu buru-buru pulang gara-gara ketemu kuntilanak jambu? Dasar demit, sering gangguin perjaka!""Bu ... bukan Pakde! Tadi aku ketemu sama perempuan! Tapi bukan kuntilanak! Dia manusia, Pakde!""Manusia?! Wong jelas-jelas suara tangisannya itu bukan kayak orang kok, Shraf! Kalau ada dia, pasti baunya busuk. Bikin merinding! Makanya ndak ada orang berani lewat sana! Sejak lama, tanah kosong itu udah angker, Shraf! Kamu jangan ngambil rumput di sana. Cari di tempat lain!""Tapi, Pakde?!""Tapi apa, Le?!""Dia bukan kuntilanak, Pakde! Wanita itu manusia!""Wes, Shraf! Sekarang mandi sana! Siap-siap ngimami sholat maghrib!"Gegas aku pun mandi, dan bersiap ke Langgar terdekat, tempatku mengaja
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 7 Kambuh Lagi Pov Daniella Arnetta Vernandi----"Mbok pagi ini aku mau nelpon Papa! Feelingku nggak enak, Mbok. Aku nggak pengen Papa kenapa-napa." Aku melangkah mendekati Mbok yang masih fokus menghadap kompor, membolak-balik roti tawar yang sudah diolesi margarin, di atas teflon.Sepertinya si Mbok hendak membuatkanku sandwich Sosis. "Pagi-pagi gini, Non?!" tanyanya keheranan. Sepasang alisnya terangkat sempurna. Kuanggukan kepala. Isyarat mengiyakan. "Nggak papa kan, Mbok?!" pintaku penuh harap. Si Mbok sebenarnya bimbang. Namun, dia tak bisa menolak keinginanku yang kukuh. "Tapi Non, Non pakai penutup kepala, sama masker ya Non. Biar orang-orang ndak neriaki Non kayak kemarin-kemarin.""Pakai topi, Mbok? Aku nggak bawa topi dari sana!""Ndak, Non! Bukan topi, tapi jilbab atau selendang biar Non ndak kelihatan welo-welo! Pakai masker juga Non. Biar wajah Non ndak kelihatan.""Ya udah deh, Mbok!"Seusai menyantap hidangan sarapan lezat
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 8 Mimpi Buruk Setiap Malam Pov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!" Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris. Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan. "Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" "Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat. Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya. "Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa. Si Mbok memb
Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny
"Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia