Share

RIVAL 3

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 11:37:47

Part 3

Meida Hasya Rumaisa. Nama anak sulungku. Seorang gadis kecil yang sangat lincah dan multi talenta. Ia menguasai banyak hal. Dari menyanyi, bercerita, membaca puisi dan juga berpidato. Meski baru menginjak kelas dua SD, ia mampu melakukan itu karena sudah terbiasa mengikutiku saat melatih siswa-siswa yang akan ikut lomba.

Itu dulu, sebelum dia mendapat perundungan di sekolah. Semenjak ia bersikap murung, Meida seolah kehilangan kepercayaan dirinya.

Namaku Diah Setiyani. Nama yang cukup familiar dan mudah dihafal. Aku adalah seorang guru honorer berusia tiga puluh satu tahun. Namun, semangatku untuk mengukir prestasi pada anak didik boleh dikatakan sudah tidak diragukan lagi. Semua orang tahu akan hal itu. Berbagai piala berjejer di etalase sekolah, itu semua adalah hasil dari semangatku dalam melatih anak didik.

Orang mengatakan kalau aku ini cerdas. Akan tetapi, nasib baik belum juga menghampiri. Berkali-kali harus gagal mengikuti seleksi CPNS meski nilai sudah tinggi. Namun, pada saat seleksi selanjutnya aku selalu gagal. Sepertinya memang belum saatnya. Atau memang bukan jalanku menjadi seorang pegawai negeri?

Entahlah ….

Terakhir kali aku mengikuti tes tersebut harus kandas di saat seleksi kemampuan bidang. Aku kalah dari pesaing yang semula nilainya berada jauh di bawah.

Memilih sendiri sekolah yang berada di dekat rumah, nyatanya aku tetap mengalami kegagalan.

Adalah Bu Ambar, Kirana Ambarwati nama panjangnya, sosok yang bisa mengalahkan saat seleksi terakhir yang aku ikuti. Seorang wanita yang berasal dari provinsi lain yang pada akhirnya menjadi pemenang mendapatkan SK CPNS. Perempuan yang umurnya lebih muda tiga tahun dariku itu, kini tinggal di desaku karena tugas negara yang diembannya.

Aku tidak memiliki dendam apapun kepada pemilik tubuh tinggi semampai dengan kulit yang bersih itu. Aku berpikir kalau apa yang didapatkan adalah memang sudah ditakdirkan untuknya. Sekuat apapun mencoba meraih sesuatu hal, jika itu bukan digariskan untuk kita, maka tidak akan pernah bisa kita raih.

Terhadap Bu Ambar, aku selalu  menyapa lebih dulu. Bersikap seramah mungkin saat bertemu dengannya karena memang kami bukanlah musuh. Aku tetap menghormati dia meskipun seringkali bahasa yang diucapkan seringkali menyakiti hati ini.

“Aduh, ada telpon disuruh ke dinas aku,” kata Bu Ambar saat mengantar baju daster yang aku pesan. Beliau memang suka berdagang dan aku beberapa kali mengorder barang yang diiklankan melalui media sosial.

Aku tersenyum lalu bertanya, “acara apa, Bu?”

“Biasa, acara bendahara sekolah. Aku itu bingung, Bu Diah, kepala sekolah kok memilih aku sebagai bendahara ya? Padahal aku orang baru lho, Bu Diah. Rasanya kayak gimana ya, Bu, bangga tapi repot lah ya, aku ini masih statusnya CPNS masih menunggu penegerian kok sudah disuruh gitu-gitu. Untung saja otak ini sedikit encer, jadi bisa menghandle banyak tugas ….” Jawaban Bu Ambar terkesan membanggakan diri. Ia berbicara sambil terus menatap layar ponsel.

“Iya, Bu Ambar hebat memang. Padahal sudah punya gaji, tapi masih mau jualan seperti ini,” kataku memuji. Hati ini rasanya teriris saat berkata demikian. Kenapa bukan aku yang bernasib baik menjadi PNS?

“Aku itu hobi,  Bu Diah. Yang namanya hobi ya susah sekali ‘kan untuk dihilangkan? Kalau masalah uang sih, ya tidak kurang ya, karena sudah punya gaji tetap. Tapi, emang suka sekali dagang gitu lho, Bu ….” Kali ini, Bu Ambar memandangku sambil tersenyum sombong.

Seperti itulah yang terjadi saat kami bertemu. Bu Ambar selalu pamer tentang semua hal yang berkaitan dengan dunia kepegawaiannya.

Dia juga sering menyindir halus, ah tidak, lebih tepatnya hinaan halus pada aku yang tidak bias mengalahkannya di seleksi CPNS.

Sikapnya menjadi semakin sering menghina dan merendahkanku semenjak kasus yang kulihat di kantor tempo hari. Tidak, awal mulanya dia tidak bersikap seperti itu, bahkan terkesan baik sama aku dan ingin aku menjadi tempat untuknya bercerita dengan masalah perselingkuhan itu. Namun, dua bulan terakhir ini, ia benar-benar sering menghina dan merendahkanku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6B

    “Mbak Ambar sejak kapan datang?” tanya Sekar.“Tidak penting aku datang sejak kapan. Makanya, Mas, jangan menolak kebaikan orang lain. Istrimu itu lemah, setiap hari belum tentu bisa melakukan banyak hal.”“Ambar, tolong jangan buat suasana tidak nyaman! Aku tidak pernah menyuruh kamu kesini.” Dengan tegas Catur memberi ultimatum.“Aku mau menengok Ibu bagaimana keadaannya. Kasihan Ibu, jangan karena sedang tidak sadar terus tidak diurus dengan baik.”“Apa maksudnya tidak diurus dengan baik, Mbak?” Sekar langsung protes.“Lhah, pake nanya lagi. Kemarin itu aku mengelap tubuh Ibu, kasihan, tidak pernah diurus. Makanya, jangan melarang orang menjenguk dan merawat.”“Kemarin Mbak Ambar kesini, Mas?” tanya Sekar pada Catur sambil menatap tajam.“Mas Catur nggak bilang sama kamu?” Ambar balik bertanya. “Kemarin aku kesini sekaligus bawain Mas Catur makanan.”“Tapi aku tidak memakan sedikitpun makanan yang kamu bawa, Ambar. Jangan membuat masalah!” Catur menoleh memastikan tidak ada yang me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6A

    Part 6“Aku pasti punya celah untuk memisahkan kalian,” ucap Ambar sambil membanting bekal makanan yang isinya masih penuh.Wanita berpostur tinggi semampai itu lalu melepas jilbab dan mulai bersiap-siap untuk berangkat jualan.***Suasana tempat Ambar berjualan tidak terlalu ramai. Hujan yang mengguyur kota Jogja sejak sore hari sepertinya membuat warga malas untuk keluar. Hal itu membuatnya semakin emosi. Beberapa kali ia berkata yang tidak enak hati terhadap karyawan.Di rumah kontrakannya, Micella duduk termenung di teras. Sudah beberapa bulan ia memilih kembali ke Jogja, kota yang telah menciptakan banyak kenangan dalam hidup, sekaligus menorehkan luka atas rasa cinta terlarang dengan Sekar.“Masih cerewet seperti dulu,” gumamnya mengenang pertemuan dengan Sekar di warung sate.Ponselnya berdering terus, tetapi ia abaikan. Dan kali ini berbunyi lagi.“Apa? Mau nyuruh aku pulang dan jadi istri yang baik?” ucapnya ketus.“Aku butuh sendiri, aku butuh me time. Bisa tidak jangan gang

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5B

    Ambar mematut diri di depan cermin. Berdandan cantik dan sudah menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke rumah sakit. Informasi dari Sekar jika Catur sedang di sana, membuat wanita itu punya ide untuk dijadikan peluang mendekati mantan suaminya.Parfum yang semerbak wanginya membuat beberapa orang yang berpapasan dengan Ambar di rumah sakit--menoleh memperhatikannya.Catur yang sedang duduk termangu di depan ruang ICU menoleh saat suara Ambar memanggil. “Kamu ngapain kesini?” tanya Catur kaget.“Ya mau lihat keadaan Ibu lah, Mas. Emangnya mau apa? Gak boleh? Aku mau mendoakan Ibu lho, Mas, mendukung kamu juga dalam keadaan seperti ini.” Ambar duduk di samping Catur tanpa malu.“Terima kasih sudah perhatian, tapi tolong, Ambar, aku mohon jangan seperti ini! Kita sudah bukan suami istri lagi dan posisinya aku di sini sendiri tidak ada Sekar.”“Mas, aku tidak sedang mengajak kamu tidur bersama! Jadi tidak usah berlebihan gitu kenapa?”“Kalau Sekar tahu aku berduaan dengan kamu di sini, i

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5A

    Part 5Sekar tidak dapat memejamkan mata. Masih terbayang wajah Micella yang datar seolah mereka tidak saling kenal. Namun, jas hujan yang rela diberikan sudah cukup menjadi bukti kalau ia masih peduli dengan perempuan yang dulu pernah tinggal bersama.Sekar bangun dan duduk bersandar pada tembok, menatap Inggit yang sudah tertidur pulas. Ia berjuang untuk sembuh dari penyimpangan yang pernah dilakukan hingga saat ini dirinya memiliki keluarga yang bahagia. Akan tetapi otaknya terus berpikir kenapa Micella datang di saat Ambar juga kembali ke dalam kehidupan Catur.***“Ayah masih di rumah sakit, jadi Mama yang ikut rapat wali murid ya, Ndis?” Ketika menyiapkan sarapan, Sekar bertanya.“Iya.” Gendis menjawab singkat.“Inggit juga nanti ikut.”“Iya.”Sekar merasa ada perubahan yang Gendis tunjukkan setelah bertemu dengan Ambar.“Atau mau Bunda Ambar saja yang datang?”“Mama apaan sih?” Gendis menatap tidak suka.“Maaf, Mama hanya menawarkan saja.” Sekar mengusap kepala Gendis.Dengan me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   PART 4

    Part 4“Besok ada acara pertemuan wali murid di sekolah Gendis, sementara Ibu seperti ini aku tidak tega meninggalkan, ibu,” ucap Catur pada Sekar yang saat ini sama-sama menunggu di depan ranjang ICU.“Aku yang kesana, Mas.”“Inggit ditinggal terus kasihan ya?”“Tidak apa-apa, Mas. Karena keadaan sedang seperti ini. Aku bisa ajak Inggit besok.”“Kamu pulang ya? Anak-anak kasihan di rumah tanpa kita.”“Gendis tadi sempat bilang kalau dia dijemput Ambar.”“Iya, gurunya tadi telepon kewalahan menghadapi Ambar yang terus memaksa.”“Gak papa, bagaimanapun dia ibu kandung Gendis. Aku sedang pusing menghadapi kondisi Ibu, Sekar. Jadi, tidak bisa fokus melawan sikap Ambar.”“Aku pamit ya, Mas?”“Hati-hati!”***“Mbak Ndis mau makan dimasakin Mama apa mau beli di luar?” tanya Sekar begitu sampai di rumah.“Aku gak ingin makan, Mah.”“Masih kepikiran Bunda?”Gendis diam.“Mama tidak akan melarang kamu ketemu Bunda, Ndis. Temui saja Bunda kalau Ndis ingin bertemu.”“Mama gak marah?”Sekar mengg

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   SEASON 3 PART 3

    Season 3 Part 3Sekar tertidur di tikar ruang penunggu, ia bahkan tidak melihat kapan Ambar keluar dari ruang ICU. Bangun ketika catur menepuk pipinya dan mengajak sholat malam.Selesai sholat, mereka berdiri di ruang tunggu yang temboknya hanya setengah badan. Mata Sekar menerawang ke taman yang ada di halaman lantai bawah. Sesekali ia juga menghadap langit yang masih gelap.“Mas, apa Mbak Ambar akan datang lagi ke dalam kehidupan kalian? Jika ia berniat kembali padamu, apa kamu akan mencampakan aku?” tanya Sekar dengan nada cemas.“Ambar hanya masa lalu buat aku, Sekar. Aku akan tetap bersama kamu dalam suka keadaan apapun dan tidak ada yang bisa memisahkan kita berempat.”“Tapi Gendis, dia anak Mbak Ambar, Mas.”“Tapi kamu adalah istri aku.”“Kalau dia ambil Gendis, Mas? Apa Mas akan hidup bersama Mbak Ambar lagi?”“Kalau dia ambil Gendis, Gendis berhak memilih akan tinggal dengan siapa. Tetapi tidak dengan aku yang sudah memiliki istri kamu. Aku dan Ambar sudah selesai.”Catur dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status