Share

RIVAL 4

Author: Nay Azzikra
last update Last Updated: 2023-04-03 11:38:20

Part 4

Jam istirahat telah tiba. Saatnya guru-guru kembali ke kantor. Kali ini semua orang diam karena peristiwa pagi tadi membuat kesal. Pak Sela masih duduk di kursinya dengan menghadap laptop. Sesekali ia juga bermain ponsel. Sejak datang, murid di kelasnya sama sekali tidak diajar. Seperti itulah kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Hanya sesekali saja kelasnya dimasuki untuk diberikan catatan. Selebihnya, jarang kami mendengar suara Pak Sela menjelaskan materi pelajaran pada siswa yang diampunya. Menjadi bendahara seolah membuatnya merasa sebagai pemilik takhta tertinggi di sekolah. Sibuk mengerjakan laporan keuangan selalu dijadikan alasan Pak Sela saat wali murid bertanya mengapa anak mereka tidak diajar.

Rumor bahwa menjadi bendahara itu sangat berat, membuat banyak guru seolah takut jika diserahi tugas meng-handle hal itu. Oleh sebab itulah Pak Sela selalu merasa jika dia adalah orang yang paling berjasa di sekolah. Perannya tidak akan pernah ada yang bisa atau mau menggantikan karena rumitnya pekerjaan bendahara. Selain itu, posisi dia adalah sebagai tutor atau pelatih sekaligus sebagai ketua paguyuban yang menjadi tempat bertanya saat bendahara sekolah lain saat tidak ada yang tahu. Bahkan, konon katanya, sekolah kami menjadi yang terbaik dalam pembuatan laporan keuangan se-kabupaten.

“Beli galon, Pak Rahmat!” ujar Pak Darma pada penjaga sekolah sambil mengulurkan uang lima ribuan.

Lelaki yang dua tahun lagi akan masuk masa pensiun itu mengambil uang di meja Pak Darma dan menurut untuk membeli galon. Aku melirik Pak Sela yang bersikap masa bodo tidak peduli. Bahkan, merasa bersalah pun tidak. Justru senyumnya mengembang saat menatap layar ponsel.

***

Sampai rumah, otak yang mendidih akibat masalah di sekolah, seakan sirna. Melihat dua buah hati yang sedang bermain, menjadi obat pereda segala emosi yang melanda.

Namun, aku menghentikan langkah dan melihat Meida. Tidak, dia tidak sedang bermain. Kukira ia tengah menggambar. Ternyata aku salah. Dia sedang menulis banyak kalimat.

“Adek, jangan ganggu Kakak!” serunya.

Nazmi mencoba mengambil buku kakaknya dan itu membuat Meida menangis. “Jangan ganggu Kakak, Adek! Kakak sedang belajar,” katanya sambil terisak.

“Kak, Kakak istirahat saja dulu! Jangan belajar terus. Sekarang sudah pulang, waktunya buku disimpan. Jadi, tidak diminta sama adiknya. Ayo, simpan! Belajarnya nanti sore saja nunggu Ayah pulang,” kataku mencoba menghentikan jeritan Meida yang melarang adiknya meminta buku serta pensil yang sedang digunakan.

“Tidak mau, Ibu! Aku harus belajar menulis cepat. Aku harus bisa menulis cepat agar aku tidak ditinggal teman-teman. Aku harus bisa menulis cepat, Ibu. Jauhkan Nazmi dari aku, Ibu. Aku mau belajar sampai malam. Sampai bisa menulis cepat ….” Kali ini tangis Meida pecah. Kegundahan hati tentang perubahan sikapnya, kini hadir kembali. Aku yakin, anakku sedang tidak baik-baik saja. Ada sesuatu yang menimpanya di kelas, yang ia takut menceritakan padaku.

Aku mendekati tubuh mungil yang duduk memeluk lutut sambil memegang buku. Nazmi sudah tenang. Duduk dengan memandang kakaknya.

“Kakak kenapa?” tanyaku lembut sambil mengusap rambutnya yang halus. “Ada yang terjadi dengan Kakak di sekolah, tapi Kakak tidak mau cerita sama Ibu. Iya, ‘kan?” tanyaku sambil terus mengusap kepalanya.

Meida diam saja. Ia tambah terisak sambil masih memeluk lututnya.

“Kalau Kakak tidak mau cerita, biar Ibu tanya sama Bu Guru, ya?” senjata terakhir aku keluarkan.

“Jangan, Ibu! Kakak tidak apa-apa. Aku tidak ada masalah apa-apa, Ibu. Aku hanya ingin jadi anak yang cekatan. Yang kalau mengerjakan apapun tidak lambat. Ibu jangan tanya Bu Guru. Nanti aku malah diejek teman-teman, tolong, Ibu. Kalau Ibu sayang sama aku, Ibu jangan ke sekolah.” Meida menatapku dengan air mata yang sudah penuh membasahi pipi.

Aku mengangguk pelan. Memeluknya erat. Meski ia berusaha menutupi apa yang terjadi, aku tetap memiliki firasat jika ia tidak baik-baik saja. Maka, aku sudah membuat keputusan, besok sepulang sekolah akan menemui Bu Ambar. Ia selalu berada di sekolah sampai sore, jadi aku leluasa berbicara karena tidak ada orang.

Setelah Meida tenang, aku lalu ganti baju, sholat dan seperti biasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Baju Meida teronggok di atas tasnya. Aku mengambil dan meletakkan di keranjang karena dia besok sudah berganti seragam. Sejenak ingat tempat nasi dan aku berniat membersihkan. Saat membukanya, betapa kaget karena nasi itu sudah berserakan di dalam tas.

“Kak, kenapa nasinya tumpah?” tanyaku pada Meida.

Anak itu menatapku dengan sorot ketakutan. Ah, Meida-ku. Ada apa denganmu?

“Maaf, Ibu. Aku tidak sempat makan,” katanya. “Nanti aku bersihkan tasnya,” katanya lagi lalu menangis.

“Tidak usah! Ibu saja yang membersihkan.”

“Besok jangan kasih aku bekal lagi ya, Ibu?”

“Tapi Kakak sarapan, ya?”

“Aku harus berangkat pagi lagi, Ibu. Aku tidak usah sarapan.”

“Kakak kenapa sih? Kamu ada apa? Apa yang terjadi? Kamu aneh sekali. Coba cerita sama Ibu, apa yang terjadi?” Kesal, aku berkata sedikit tinggi agar dia takut dan mau bercerita.

Di luar dugaan, dia malah menjawab lain. “Iya, besok Kakak sarapan. Tapi, Ibu harus menyiapkan pagi sekali. Aku harus berangkat pagi.”

Aku menahan emosi agar tidak memarahi dia. Namun, dalam hati bertekad akan ke sekolah besok untuk menyelesaikan masalah ini. Jika sekarang, aku belum memasak untuk suami. Lagi pula, hujan sudah mulai turun.

“Meida pulang siang tadi. Teman-temannya sudah pulang, Meida baru pulang. Saat ditanya, dia tidak menjawab.” Ibu mengadu padaku saat aku berada di dapur.

Fix! Benar-benar ada hal yang terjadi di kelasnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6B

    “Mbak Ambar sejak kapan datang?” tanya Sekar.“Tidak penting aku datang sejak kapan. Makanya, Mas, jangan menolak kebaikan orang lain. Istrimu itu lemah, setiap hari belum tentu bisa melakukan banyak hal.”“Ambar, tolong jangan buat suasana tidak nyaman! Aku tidak pernah menyuruh kamu kesini.” Dengan tegas Catur memberi ultimatum.“Aku mau menengok Ibu bagaimana keadaannya. Kasihan Ibu, jangan karena sedang tidak sadar terus tidak diurus dengan baik.”“Apa maksudnya tidak diurus dengan baik, Mbak?” Sekar langsung protes.“Lhah, pake nanya lagi. Kemarin itu aku mengelap tubuh Ibu, kasihan, tidak pernah diurus. Makanya, jangan melarang orang menjenguk dan merawat.”“Kemarin Mbak Ambar kesini, Mas?” tanya Sekar pada Catur sambil menatap tajam.“Mas Catur nggak bilang sama kamu?” Ambar balik bertanya. “Kemarin aku kesini sekaligus bawain Mas Catur makanan.”“Tapi aku tidak memakan sedikitpun makanan yang kamu bawa, Ambar. Jangan membuat masalah!” Catur menoleh memastikan tidak ada yang me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6A

    Part 6“Aku pasti punya celah untuk memisahkan kalian,” ucap Ambar sambil membanting bekal makanan yang isinya masih penuh.Wanita berpostur tinggi semampai itu lalu melepas jilbab dan mulai bersiap-siap untuk berangkat jualan.***Suasana tempat Ambar berjualan tidak terlalu ramai. Hujan yang mengguyur kota Jogja sejak sore hari sepertinya membuat warga malas untuk keluar. Hal itu membuatnya semakin emosi. Beberapa kali ia berkata yang tidak enak hati terhadap karyawan.Di rumah kontrakannya, Micella duduk termenung di teras. Sudah beberapa bulan ia memilih kembali ke Jogja, kota yang telah menciptakan banyak kenangan dalam hidup, sekaligus menorehkan luka atas rasa cinta terlarang dengan Sekar.“Masih cerewet seperti dulu,” gumamnya mengenang pertemuan dengan Sekar di warung sate.Ponselnya berdering terus, tetapi ia abaikan. Dan kali ini berbunyi lagi.“Apa? Mau nyuruh aku pulang dan jadi istri yang baik?” ucapnya ketus.“Aku butuh sendiri, aku butuh me time. Bisa tidak jangan gang

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5B

    Ambar mematut diri di depan cermin. Berdandan cantik dan sudah menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke rumah sakit. Informasi dari Sekar jika Catur sedang di sana, membuat wanita itu punya ide untuk dijadikan peluang mendekati mantan suaminya.Parfum yang semerbak wanginya membuat beberapa orang yang berpapasan dengan Ambar di rumah sakit--menoleh memperhatikannya.Catur yang sedang duduk termangu di depan ruang ICU menoleh saat suara Ambar memanggil. “Kamu ngapain kesini?” tanya Catur kaget.“Ya mau lihat keadaan Ibu lah, Mas. Emangnya mau apa? Gak boleh? Aku mau mendoakan Ibu lho, Mas, mendukung kamu juga dalam keadaan seperti ini.” Ambar duduk di samping Catur tanpa malu.“Terima kasih sudah perhatian, tapi tolong, Ambar, aku mohon jangan seperti ini! Kita sudah bukan suami istri lagi dan posisinya aku di sini sendiri tidak ada Sekar.”“Mas, aku tidak sedang mengajak kamu tidur bersama! Jadi tidak usah berlebihan gitu kenapa?”“Kalau Sekar tahu aku berduaan dengan kamu di sini, i

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5A

    Part 5Sekar tidak dapat memejamkan mata. Masih terbayang wajah Micella yang datar seolah mereka tidak saling kenal. Namun, jas hujan yang rela diberikan sudah cukup menjadi bukti kalau ia masih peduli dengan perempuan yang dulu pernah tinggal bersama.Sekar bangun dan duduk bersandar pada tembok, menatap Inggit yang sudah tertidur pulas. Ia berjuang untuk sembuh dari penyimpangan yang pernah dilakukan hingga saat ini dirinya memiliki keluarga yang bahagia. Akan tetapi otaknya terus berpikir kenapa Micella datang di saat Ambar juga kembali ke dalam kehidupan Catur.***“Ayah masih di rumah sakit, jadi Mama yang ikut rapat wali murid ya, Ndis?” Ketika menyiapkan sarapan, Sekar bertanya.“Iya.” Gendis menjawab singkat.“Inggit juga nanti ikut.”“Iya.”Sekar merasa ada perubahan yang Gendis tunjukkan setelah bertemu dengan Ambar.“Atau mau Bunda Ambar saja yang datang?”“Mama apaan sih?” Gendis menatap tidak suka.“Maaf, Mama hanya menawarkan saja.” Sekar mengusap kepala Gendis.Dengan me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   PART 4

    Part 4“Besok ada acara pertemuan wali murid di sekolah Gendis, sementara Ibu seperti ini aku tidak tega meninggalkan, ibu,” ucap Catur pada Sekar yang saat ini sama-sama menunggu di depan ranjang ICU.“Aku yang kesana, Mas.”“Inggit ditinggal terus kasihan ya?”“Tidak apa-apa, Mas. Karena keadaan sedang seperti ini. Aku bisa ajak Inggit besok.”“Kamu pulang ya? Anak-anak kasihan di rumah tanpa kita.”“Gendis tadi sempat bilang kalau dia dijemput Ambar.”“Iya, gurunya tadi telepon kewalahan menghadapi Ambar yang terus memaksa.”“Gak papa, bagaimanapun dia ibu kandung Gendis. Aku sedang pusing menghadapi kondisi Ibu, Sekar. Jadi, tidak bisa fokus melawan sikap Ambar.”“Aku pamit ya, Mas?”“Hati-hati!”***“Mbak Ndis mau makan dimasakin Mama apa mau beli di luar?” tanya Sekar begitu sampai di rumah.“Aku gak ingin makan, Mah.”“Masih kepikiran Bunda?”Gendis diam.“Mama tidak akan melarang kamu ketemu Bunda, Ndis. Temui saja Bunda kalau Ndis ingin bertemu.”“Mama gak marah?”Sekar mengg

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   SEASON 3 PART 3

    Season 3 Part 3Sekar tertidur di tikar ruang penunggu, ia bahkan tidak melihat kapan Ambar keluar dari ruang ICU. Bangun ketika catur menepuk pipinya dan mengajak sholat malam.Selesai sholat, mereka berdiri di ruang tunggu yang temboknya hanya setengah badan. Mata Sekar menerawang ke taman yang ada di halaman lantai bawah. Sesekali ia juga menghadap langit yang masih gelap.“Mas, apa Mbak Ambar akan datang lagi ke dalam kehidupan kalian? Jika ia berniat kembali padamu, apa kamu akan mencampakan aku?” tanya Sekar dengan nada cemas.“Ambar hanya masa lalu buat aku, Sekar. Aku akan tetap bersama kamu dalam suka keadaan apapun dan tidak ada yang bisa memisahkan kita berempat.”“Tapi Gendis, dia anak Mbak Ambar, Mas.”“Tapi kamu adalah istri aku.”“Kalau dia ambil Gendis, Mas? Apa Mas akan hidup bersama Mbak Ambar lagi?”“Kalau dia ambil Gendis, Gendis berhak memilih akan tinggal dengan siapa. Tetapi tidak dengan aku yang sudah memiliki istri kamu. Aku dan Ambar sudah selesai.”Catur dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status