Share

RIVAL 2

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 11:37:03

Part 2

Dengan terburu-buru aku mandi dan berdandan ala kadarnya. Yang penting memakai suncare, lipstick dan minyak wangi saja. Menggendong Nazmi dan menaiki motor mengantarkan dia ke rumah Ibu. Tidak lupa, tas dan juga bekal buat Meida aku bawa serta.

Saat sampai di sekolah Meida, suasana sudah ramai. Bola mata ini bergerak kesana dan kemari mencari sosok mungil yang tadi pagi tidak sempat aku kuncir rambutnya. “Kamu lihat Meida?” tanyaku saat melihat kawan satu kelasnya lewat.

“Di kelas, Bu. Sedang menyapu,” jawabnya.

Aku segera berjalan cepat menuju kelas yang terletak di ujung nomor dua.

“Kakak ….”

Meida yang sedang memegang sapu menoleh. “Ibu kenapa kesini?” tanyanya panik.

“Mau antar bekal kamu,” kataku sambil mengulurkan tempat nasi.

“Ibu, aku tidak usah diantar makanan.”

“Kamu belum minta uang saku juga,”

Meida tersenyum. Hati ini lega melihat senyum itu mengembang. Wajah Meida sedari tadi hanya murung, sedih, dan panik saja.

“Ini.” Selembar uang sepuluh ribuan aku ulurkan pada Meida, “Seperti biasa, sisanya ditabung,” kataku lagi.

Meida kembali murung. “Iya, Bu ….” Sedetik kemudian wajahnya berubah. Dipaksakan untuk senyum.

‘Meida kenapa dengan kamu?’ tanyaku dalam hati.

“Sudah, Ibu berangkat saja, sana! Nanti Ibu terlambat,” kata Meida sambil mendorong tubuhku untuk pergi.

“Kakak, kenapa kamu piket sendirian? Ternyata kamu berangkat pagi mau piket, ya?” tanyaku lagi.

“Ibu, sebentar lagi masuk. Cepat, Ibu pergi!” Meida mengusirku. Beberapa anak yang ada di kelas memandang kami. Aku paham, jika di depan teman-teman, seorang anak akan malu bila terus diikuti oleh orang tuanya.

Meski penasaran dengan apa yang terjadi, aku lalu mengalah dan pergi. Dalam hati berpikir keras, kenapa anak kelas dua disuruh menyapu sendiri? Memang setiap sekolah memiliki aturan sendiri-sendiri. Akan tetapi, di tempatku mengajar, penjaga sekolah diminta untuk membantu anak-anak kelas rendah yang piket.

Berbagai macam spekulasi yang berkecamuk dalam otak, coba ku singkirkan. Karena aku harus kembali ke sekolah untuk mengajar.

“Murung bener. Pagi-pagi sudah murung,” celetuk Mbak Asih, rekan satu kantor yang sedang menata buku di mejanya.

“Iya, lagi kepikiran Meida.”

“Meida kenapa?”

“Entahlah, sikapnya berubah. Biasanya dia begitu antusias bercerita, tapi kali ini dia murung terus. Kemarin gak mau sekolah malah. Ditanya kenapa, gak mau jawab. Tadi buru-buru ke sekolah gak sempat sarapan. Pas aku antar ke sana, dia sedang nyapu sendirian.”

“Tanya sama gurunya saja.”

“Iya, besok-besok kalau ada waktu saja aku tanya.” Aku berhenti berbicara saat guru-guru mulai berdatangan.

“Penghapus gak ada terus dari kemarin. Sudah beli apa belum sih?” tanya seorang guru laki-laki sambil membuka lemari.

“Belum. Spidol juga buat nulis sudah tidak jelas,” celetuk yang lain.

“Air di galon juga habis. Gula dan teh juga habis. Sapu rusak semua. Anak-anak kelas enam tadi malah pada iuran pakai uang sendiri buat beli.” Penjaga sekolah ikut berkomentar. “Pak Sela belum berangkat?” tanyanya kemudian.

Sela adalah bendahara di sekolah kami. Selamet Arianto nama panjangnya.

“Mbak Asih apa Mbak Diah nanti minta sama Pak Sela,” kata penjaga sekolah lagi.

“Gak berani ah, kami. Kami ‘kan masih guru honor. Pak Darma saja nanti yang minta penghapus,” kataku menolak.

“Ya sudah, Mbak Asih saja yang minta nanti sama Pak Sela. Mbak Asih ‘kan memang tugasnya mengurus keperluan alat-alat sekolah.” Penjaga sekolah tetap menyuruh salah satu diantara kami berdua.

“Iya, nanti aku minta.” Mbak Asih mengalah.

Pak Sela datang. Seperti biasa, lelaki yang memiliki sikap pendiam itu tidak menyapa sama sekali. Bukannya sombong, dia memang tipe orang yang tidak pernah berbicara sebelum ditanya.

“Pak, penghapus habis. Sudah beli belum?” tanya Mbak Asih. “Spidol juga, kami bingung nulisnya pakai apa,” lanjutnya lagi.

Pak Sela meletakkan tas lalu duduk. Mengeluarkan ponsel dan diam tanpa menjawab.

Aku dan Mbak Asih saling pandang lalu mengedikkan bahu. Ini adalah kali kesekiannya kami bertanya perihal peralatan sekolah, dan pria itu masih merespon dengan cara yang sama. Diam.

“Pak, gimana penghapusnya?” Mbak Asih bertanya lagi.

“Belum beli,” jawab Pak Sela singkat.

Akhir-akhir ini memang sikap Pak Sela berubah. Ia yang dulu terbuka masalah keuangan, kini mendadak seperti anak kecil bermain petak umpet.

“Gula juga habis. Air galon juga habis,” kata Mbak Asih lagi. Aku sebenarnya kasihan sama temanku itu. Karena selalu jadi kambing hitam disuruh bertanya pada Pak Sela. Namun, tidak ada pilihan lain. Aku sendiri seakan sudah dimusuhi olehnya sejak sebulan terakhir ini.

Pak Sela lagi-lagi terdiam.

“Pak, gimana?” Kali ini suara Mbak Asih terdengar meninggi.

“Belum ada uang,” jawabnya seperti biasa. Singkat, padat dan jelas.

“Lhah, uang BOS bukannya baru keluar minggu kemarin? Kenapa sudah habis?” tanya Mbak Asih. Dahulu kala, sebelum pergantian kepala sekolah, dia adalah anak kepala sekolah sekolahku. Sehingga ia masih punya keberanian untuk hal apapun di sekolah ini.

“Iya, sudah habis,” jawabnya lagi.

Aku tersenyum masam. Lalu memilih mengambil ponsel dan melihat-lihat status di W******p.

Bu Ambar memasang foto sebuah gelang cantik.

Nunggu ada donator membelikan.

Begitu tulisan yang ditulis di bawah foto diakhiri dengan emoji love. Aku memperlihatkan foto itu pada Mbak Asih. Ia memutar bola mata kesal. Kami lalu masuk ke kelas dengan membawa tisu untuk menghapus papan tulis.

Akhir-akhir ini keuangan sekolah benar-benar kacau. Pak Sela semakin tidak mau terbuka perihal pengeluaran sekolah. Bila ditanya, maka jurus utamanya adalah diam seribu Bahasa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6B

    “Mbak Ambar sejak kapan datang?” tanya Sekar.“Tidak penting aku datang sejak kapan. Makanya, Mas, jangan menolak kebaikan orang lain. Istrimu itu lemah, setiap hari belum tentu bisa melakukan banyak hal.”“Ambar, tolong jangan buat suasana tidak nyaman! Aku tidak pernah menyuruh kamu kesini.” Dengan tegas Catur memberi ultimatum.“Aku mau menengok Ibu bagaimana keadaannya. Kasihan Ibu, jangan karena sedang tidak sadar terus tidak diurus dengan baik.”“Apa maksudnya tidak diurus dengan baik, Mbak?” Sekar langsung protes.“Lhah, pake nanya lagi. Kemarin itu aku mengelap tubuh Ibu, kasihan, tidak pernah diurus. Makanya, jangan melarang orang menjenguk dan merawat.”“Kemarin Mbak Ambar kesini, Mas?” tanya Sekar pada Catur sambil menatap tajam.“Mas Catur nggak bilang sama kamu?” Ambar balik bertanya. “Kemarin aku kesini sekaligus bawain Mas Catur makanan.”“Tapi aku tidak memakan sedikitpun makanan yang kamu bawa, Ambar. Jangan membuat masalah!” Catur menoleh memastikan tidak ada yang me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 6A

    Part 6“Aku pasti punya celah untuk memisahkan kalian,” ucap Ambar sambil membanting bekal makanan yang isinya masih penuh.Wanita berpostur tinggi semampai itu lalu melepas jilbab dan mulai bersiap-siap untuk berangkat jualan.***Suasana tempat Ambar berjualan tidak terlalu ramai. Hujan yang mengguyur kota Jogja sejak sore hari sepertinya membuat warga malas untuk keluar. Hal itu membuatnya semakin emosi. Beberapa kali ia berkata yang tidak enak hati terhadap karyawan.Di rumah kontrakannya, Micella duduk termenung di teras. Sudah beberapa bulan ia memilih kembali ke Jogja, kota yang telah menciptakan banyak kenangan dalam hidup, sekaligus menorehkan luka atas rasa cinta terlarang dengan Sekar.“Masih cerewet seperti dulu,” gumamnya mengenang pertemuan dengan Sekar di warung sate.Ponselnya berdering terus, tetapi ia abaikan. Dan kali ini berbunyi lagi.“Apa? Mau nyuruh aku pulang dan jadi istri yang baik?” ucapnya ketus.“Aku butuh sendiri, aku butuh me time. Bisa tidak jangan gang

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5B

    Ambar mematut diri di depan cermin. Berdandan cantik dan sudah menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke rumah sakit. Informasi dari Sekar jika Catur sedang di sana, membuat wanita itu punya ide untuk dijadikan peluang mendekati mantan suaminya.Parfum yang semerbak wanginya membuat beberapa orang yang berpapasan dengan Ambar di rumah sakit--menoleh memperhatikannya.Catur yang sedang duduk termangu di depan ruang ICU menoleh saat suara Ambar memanggil. “Kamu ngapain kesini?” tanya Catur kaget.“Ya mau lihat keadaan Ibu lah, Mas. Emangnya mau apa? Gak boleh? Aku mau mendoakan Ibu lho, Mas, mendukung kamu juga dalam keadaan seperti ini.” Ambar duduk di samping Catur tanpa malu.“Terima kasih sudah perhatian, tapi tolong, Ambar, aku mohon jangan seperti ini! Kita sudah bukan suami istri lagi dan posisinya aku di sini sendiri tidak ada Sekar.”“Mas, aku tidak sedang mengajak kamu tidur bersama! Jadi tidak usah berlebihan gitu kenapa?”“Kalau Sekar tahu aku berduaan dengan kamu di sini, i

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   Part 5A

    Part 5Sekar tidak dapat memejamkan mata. Masih terbayang wajah Micella yang datar seolah mereka tidak saling kenal. Namun, jas hujan yang rela diberikan sudah cukup menjadi bukti kalau ia masih peduli dengan perempuan yang dulu pernah tinggal bersama.Sekar bangun dan duduk bersandar pada tembok, menatap Inggit yang sudah tertidur pulas. Ia berjuang untuk sembuh dari penyimpangan yang pernah dilakukan hingga saat ini dirinya memiliki keluarga yang bahagia. Akan tetapi otaknya terus berpikir kenapa Micella datang di saat Ambar juga kembali ke dalam kehidupan Catur.***“Ayah masih di rumah sakit, jadi Mama yang ikut rapat wali murid ya, Ndis?” Ketika menyiapkan sarapan, Sekar bertanya.“Iya.” Gendis menjawab singkat.“Inggit juga nanti ikut.”“Iya.”Sekar merasa ada perubahan yang Gendis tunjukkan setelah bertemu dengan Ambar.“Atau mau Bunda Ambar saja yang datang?”“Mama apaan sih?” Gendis menatap tidak suka.“Maaf, Mama hanya menawarkan saja.” Sekar mengusap kepala Gendis.Dengan me

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   PART 4

    Part 4“Besok ada acara pertemuan wali murid di sekolah Gendis, sementara Ibu seperti ini aku tidak tega meninggalkan, ibu,” ucap Catur pada Sekar yang saat ini sama-sama menunggu di depan ranjang ICU.“Aku yang kesana, Mas.”“Inggit ditinggal terus kasihan ya?”“Tidak apa-apa, Mas. Karena keadaan sedang seperti ini. Aku bisa ajak Inggit besok.”“Kamu pulang ya? Anak-anak kasihan di rumah tanpa kita.”“Gendis tadi sempat bilang kalau dia dijemput Ambar.”“Iya, gurunya tadi telepon kewalahan menghadapi Ambar yang terus memaksa.”“Gak papa, bagaimanapun dia ibu kandung Gendis. Aku sedang pusing menghadapi kondisi Ibu, Sekar. Jadi, tidak bisa fokus melawan sikap Ambar.”“Aku pamit ya, Mas?”“Hati-hati!”***“Mbak Ndis mau makan dimasakin Mama apa mau beli di luar?” tanya Sekar begitu sampai di rumah.“Aku gak ingin makan, Mah.”“Masih kepikiran Bunda?”Gendis diam.“Mama tidak akan melarang kamu ketemu Bunda, Ndis. Temui saja Bunda kalau Ndis ingin bertemu.”“Mama gak marah?”Sekar mengg

  • RIVAL (KAU SIKSA ANAKKU, KUHANCURKAN HIDUPMU)   SEASON 3 PART 3

    Season 3 Part 3Sekar tertidur di tikar ruang penunggu, ia bahkan tidak melihat kapan Ambar keluar dari ruang ICU. Bangun ketika catur menepuk pipinya dan mengajak sholat malam.Selesai sholat, mereka berdiri di ruang tunggu yang temboknya hanya setengah badan. Mata Sekar menerawang ke taman yang ada di halaman lantai bawah. Sesekali ia juga menghadap langit yang masih gelap.“Mas, apa Mbak Ambar akan datang lagi ke dalam kehidupan kalian? Jika ia berniat kembali padamu, apa kamu akan mencampakan aku?” tanya Sekar dengan nada cemas.“Ambar hanya masa lalu buat aku, Sekar. Aku akan tetap bersama kamu dalam suka keadaan apapun dan tidak ada yang bisa memisahkan kita berempat.”“Tapi Gendis, dia anak Mbak Ambar, Mas.”“Tapi kamu adalah istri aku.”“Kalau dia ambil Gendis, Mas? Apa Mas akan hidup bersama Mbak Ambar lagi?”“Kalau dia ambil Gendis, Gendis berhak memilih akan tinggal dengan siapa. Tetapi tidak dengan aku yang sudah memiliki istri kamu. Aku dan Ambar sudah selesai.”Catur dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status