Rinai hanya diam mendengar dua orang pria yang sedang menatapnya, dengan sorot meminta jawaban atas pertanyaan yang baru saja meluncur dari keduanya. Dia masih saja terlihat tenang seraya menepuk-nepuk punggung Anindya dengan lembut. Baginya, tak ada hal yang harus dijelaskan. Dia memang menjanjikan pernikahan pada keduanya dengan memakai syarat. Dan tak satu pun dari keduanya yang bisa memperlihatkan kesungguhan dan ketulusan padanya. Selalu saja ada kepentingan di balik itu.Kadang Rinai tertawa mengingat itu semua. Siapalah dia yang hanya wanita biasa, tak jelas siapa ayahnya, juga tak berharta serta kuasa. Namun, mengapa kedua pria itu seperti enggan melepasnya. Kadang Rinai berpikir mereka seperti itu, karena melihat kerapuhannya hingga gampang dipermainkan perasaannya."Rin, bukankah kamu sudah menyetujui rencana pernikahan kita?" Reinart terlihat meradang saat mendengar perkataan Kenshi yang menyatakan telah melamar sang wanita.Rinai menganjur napas perlahan. Dia menatap Rein
"Jelaskan, Ken!" Suara Kusuma meninggi meminta penjelasan putranya, perihal perkataannya pada Rinai. Meski jarak mereka cukup jauh, tapi Kusuma masih mampu mendengar dengan baik.Kenshi menganjur napas dalam dan panjang. Dia tahu inilah saatnya, maju atau tidak akan pernah mendapatkan kepercayaan wanitanya kembali. Pria itu mengepalkan kedua telapak tangannya, seolah-olah mencari kekuatan dari sana. Perlahan bibir Kenshi bergerak hendak mengeluarkan beban hatinya."Apa yang Mama dengar benar, aku mencintai Rinai." Sangat tegas dan vokal suara Kenshi berujar, membuat suasana hening seketika."Sejak kapan?" Kusuma menatap kedua insan itu bergantian. Dia tak percaya melewatkan hal yang penting."Sejak Rinai merawatku. Benih cinta perlahan tumbuh, Ma. Aku yakin dia adalah pasangan yang terbaik untukku." Kenshi meraih jemari sang wanita untuk disatukan dengan jemarinya.Melihat itu Kusuma menatap Rinai dengan sorot menajam. "Kamu merayu putra saya? Enggak cukup gaji serta bonus yang saya b
Kenshi tak berhenti mencuri pandang pada Rinai. Bibir pria itu juga tak berhenti tersenyum dan bersenandung, bahkan tangannya terus menggenggam si wanita, hanya dilepas saat menggerakkan tongkat persneling mobil. Sepanjang Kenshi hidup hingga sekarang, ini adalah hal kedua yang membuatnya benar-benar bahagia. Pertama, saat dia mengetahui hanya seorang anak angkat, tetapi Kusuma, Riyad, dan sang ayah tetap memperlakukannya dengan sangat baik, kasih-sayang di dalam keluarga tersebut sangat melimpah-ruah. Mungkin dia tak akan pernah tahu jika Kusuma tak memberitahunya dan Kenshi sangat bersyukur sang ibu tak menutupi kebenaran.Yang kedua adalah, saat sang Mama memberi restu atas pilihannya memilih Rinai untuk dijadikan pasangannya. Seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Sungguh! Kenshi tak menginginkan apa-apa lagi karena sangat yakin, bersama Rinai hidupnya bakal baik-baik saja."Napa, sih, senyum-senyum mlu," tegur Rinai lembut. "Aku senyum karna aku bahagia sayang," jawab Kenshi den
Rinai menatap jalinan tangannya dengan Kenshi. Dia berusaha mengikuti langkah sang pria yang agak cepat menyusuri selasar rumah sakit. Tadinya wanita itu berpikir kejadian yang sama akan terulang. Kenshi lebih mementingkan Nailah dan meninggalkannya begitu saja di toko. Namun, dugaannya salah. Sang pria menawarinya untuk ikut ke rumah sakit. Awalnya Rinai menolak, tetapi saat pria itu berkata, tak ada orang lain yang menyemangati dan menemani Nailah saat dia kesakitan di rumah sakit, rasa kemanusiaan Rinai terketuk. Bagaimana pun dia seorang wanita yang kelak akan menjadi seorang ibu. Dia juga beberapa kali pernah menyaksikan proses persalinan. Dia tahu bagaimana beratnya perjuangan seorang ibu dan di saat seperti itu, sang ibu butuh dukungan semangat dari keluarganya."Rin, nanti kamu yang temani Nailah di dalam, ya?" pinta Kenshi membuat Rinai mengangkat pandangannya."Iya." Rinai menjawab pendek seraya tersenyum. Mendengar itu Kenshi menggamit pinggang Rinai dan mengecup punggung
Rinai tersenyum menatap Kusuma yang sedang menimang Adelia, bayi yang baru saja dilahirkan Nailah kemarin. Binar bahagia terlihat jelas dari mata wanita tersebut, yang tak jemu menatap wajah sang bayi. Memang, Adelia menyalin semua rupa dari Riyad hanya bibirnya saja yang mirip dengan Nailah. Kelahiran anggota baru tersebut juga disambut gembira oleh Kenshi, pria itu tak henti mengucapkan terima kasih padanya karena telah mendampingi Nailah. Meski ikut bahagia, tetapi ada ketakutan dalam diri Rinai, apakah setelah ini sang pria akan berubah haluan lagi? Apalagi dengan Adanya Adelia, pasti semua perhatian akan tertuju pada bayi cantik tersebut.Rinai merasa konyol harus bersaing dengan seorang bayi. Namun, yang menjadi kekhawatirannya adalah Nailah, dia punya seribu cara untuk mendekati Kenshi. Apakah nanti dia tak akan memanfaatkan bayinya untuk menarik perhatian sang pria? "Apa yang kamu pikirkan?" Suara Kenshi menyadarkan Rinai yang masih saja berseteru dengan pemikirannya."Enggak
Dari dalam mobil, Irene memperhatikan rumah semi permanen yang ada di seberang jalan. Matanya mencari-cari sosok yang puluhan tahun lalu dia percaya untuk meleyapkan seseorang. Sebenarnya, dia tak ingin lagi menggali ingatan masa silam yang amat sangat kelam. Namun, kemunculan Kenshi dengan raut yang menyalin semua rupa seseorang yang sangat dia benci, membuat benak wanita tersebut mengorek kembali peristiwa belasan tahun yang lalu.Apa wanita itu tak melakukan apa yang dia perintahkan? Apa Kenshi adalah bayi yang dia buang dulu? Akan tetapi, bagaimana pria itu bisa masuk ke dalam keluarga Kusuma? Semua pertanyaan itu berbondong-bondong masuk ke benaknya meminta jawaban. Namun, sekuat apa pun dia mencari, tetap tiada titik terang. Satu-satunya yang bisa menjawab rasa penasarannya adalah wanita itu. Wanita yang menjadi saksi lahirnya seorang anak hasil pengkhianatan. Luka di hati Irene kembali terkoyak seiring sakit yang menikam dada. Meski puluhan tahun berlalu, tetapi luka itu tak p
Suara petir mengejutkan Kusuma hingga kertas di tangannya terlepas dan jatuh ke lantai. Dari balik kaca kamar dia bisa melihat angin di luar berembus sangat kencang, hingga menerbangkan daun-daun jambu kering yang tumbuh di depan rumahnya. Awan kelabu pun berarak memenuhi langit, tak lama gerimis mulai turun, sepertinya langit tak kuat menahan hingga menumpahkan kandungannya ke bumi.Seperti halnya cuaca yang hujan disertai angin kencang, begitu pula suasana hati Kusuma. Setelah pertemuan dengan Irene kemarin, dia mulai mencurigai sesuatu. Kalimat terakhir dan perubahan wajah wanita tersebut membuat kecurigaannya semakin menguat. Apalagi setelah mencermati alamat di kertas yang sengaja diletakkan di sana. Alamat tersebut pernah ditelusuri Kusuma, tetapi hanya tanah kosong yang dipagari tembok beton tinggi dan tak seorang pun tahu siapa pemiliknya. Namun, anehnya tanah itu terlihat sangat terawat, sebuah rumah kecil berdiri di atas tanah tersebut, meski melihat dari luar pagar, wanita
Kenshi mendongak saat pintu ruang kerjanya dibuka dari luar. Matanya menangkap sosok Nailah, wanita itu perlahan berjalan mendekat. "Ken, aku mau bicara sebentar. Kamu ada waktu?"Kenshi menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan melipat tangannya di dada. "Bicara apa? Ini sudah malam, bagaimana jika Arina bangun?""Dia baru saja tertidur. Aku ingin bicara sebentar saja. Emm, ini tentang kita."Kedua alis Kenshi terangkat mendengar Rinai menyebut kata kita. Sepertinya wanita itu masih mengharapkannya. "Ada apa dengan kita?"Nailah memangkas jarak lebih dekat. Kali ini mereka hanya dibatasi meja kerja Kenshi. "Ken, aku dengar kamu mau menikahi Rinai, kamu serius?""Tentu saja aku serius, bahkan tak pernah seserius ini," jawab Kenshi lugas.Raut kecewa terlihat jelas di wajah Nailah, dia bergerak memutari meja kerja lalu mencoba meraih tangan sang pria. Tapi, Kenshi dengan cepat menepis lalu berdiri, dia membentangkan jarak dengan Nailah."Ken, jangan lakukan itu. Kamu tau kalau a