Share

004

004. Beat

FRNR00150

Rencana ku menuju perpustakaan Bibi Chitta menjadi sedikit lebih lambat, bahkan wanita tadi sempat mempertanyakan keterlambatan ku.

"Ini bukunya, beruntung Chanie mengingatkan ku untuk meminjamkannya kepada mu" ucap Bibi Chitta, aku hanya bisa tersenyum, pikiran ku sedikit kalut siang ini.

"Kau bisa duduk di sana, sudah ditunggu oleh Channie"

"Terimakasih, Bibi" jawab ku, kaki ku berjalan meninggalkan wanita itu menyusuri lorong rak buku.

Pemasukan buku di desa tidak begitu banyak, tapi beruntungnya Bibi Chitta memiliki ketertarikan yang tidak jauh berbeda dengan Ibu dan Ayah. Apalagi Paman Johnny juga suka mengoleksi berbagai macam buku pengetahuan.

"Varose!"

Senyum ku mengembang saat melihat Channie mengangkat tangannya dari kursi tempat ia duduk, tumben sekali gadis itu datang lebih awal. Biasanya pukul segini ia masih bergelut dengan mainannya di taman bunga matahari bersama temannya yang lain.

"Dari jam berapa?" tanya ku, sembari duduk di kursi samping Channie, tangan ku juga tergerak untuk membuka buku di atas meja.

"Sedari tadi, Ayah ku menyuruh ku untuk membaca banyak buku dan mencatat semua kesimpulannya" katanya, aku terkekeh geli. Melihat Channie memang membuat keadaan hati ku membaik.

"Pasti semua itu ada harganya" jawab ku, Channie mengangguk riang menimpali ku.

"Tentu saja, mana mau aku mengisi waktu hanya untuk membaca banyak tulisan yang membosankan" Channie tetap seorang Channie. Gadis itu selalu mencari harga mahal untuk setiap yang ia lakukan. Seperti Paman John.

"Aku meminta 1000 jok kepadanya" mata ku membulat mendengar pernyataan Channie, gadis ini benar-benar tidak mau rugi.

"Kau?! Yang benar saja, uang seba-"

"Tapi aku harus membaca 100 buku dalam tiga bulan" lanjutnya memotong pembicaraan ku. Aku menahan tawa ku, astaga. Paman John memiliki uang yang cukup banyak, karena beliau telah bekerja di Kerajaan cukup lama. Tapi, sepertinya Paman John memiliki kuasa cukup kuat di Kerajaan, beliau sering sekali mengambil cuti dan untuk membeli banyak buku yang kini terjejer rapi di rak saat ini tidak murah.

"Benar-benar membosankan" eluh gadis itu, aku menggeleng kepala pelan.

Mata ku kembali menatap deretan tulisan di dalam buku. Belum dua menit aku membaca, Channie langsung menarik tangan ku untuk memperhatikan dirinya.

"Dengarkan! Bagaimana jika kau membantuku untuk menyelesaikan 100 buku itu? Nanti ku bagi dua hasilnya" omong kosong macam apa ini, aku tau gadis ini ingin memiliki banyak waktu untuk bermain. Tapi, kegiatan yang diberikan oleh Paman John benar-benar cocok untuknya.

"Tidak mau! Kau harus menghormati orang tua mu, Paman John akan marah besar jika tau kita melakukan hal itu" jawab ku panjang, gadis itu mengerucutkan bibirnya di hadapan ku.

"Marah seperti ini?"

Aku menahan tawa ku saat melihat wajah Channie yang sedang memeragakan kemarahan Paman John, gadis ini sangat tidak sopan sekali. Wajar saja bila Paman John memberikannya banyak kegiatan.

"Hei, jangan seperti itu!!"

"Tertawa saja, aku tau rasanya menahan tawa, benar-benar memuakkan"

Aku sudah tidak tahan dan terjadilah kami tertawa bersama setelah melihat perpustakaan sepi dan tidak melihat keberadaan Bibi Chitta. Sepertinya beliau sedang ke kamar mandi.

Channie memiliki sifat campuran dari kedua orang tuanya, obsesi yang besar untuk mendapatkan apa yang ia mau seperti Paman John dan suka bermain seperti Bibi Chitta. Tapi dari kedua orang itu tidak ada yang sebar-bar Channie jika dilihat, kedua orang tuanya kalem dan harmonis.

Ting!

"Varose!" kami langsung menoleh saat melihat Paman John memasuki perpustakaan dengan wajah datar, seketika ruangan langsung senyap. Jangan bilang Paman John mendengar candaan kami.

"Ada apa, Paman?" tanya ku, Channie yang juga gugup menggenggam tangan ku erat di bawah meja. Bahkan kami membiarkan lembaran halaman tertiup angin.

"Tidak.. " milik wajah Paman John berubah menjadi santai seperti biasa.

"Hanya saja kalian tertawa terbahak-bahak, membuat ku bertanya haha" kelanjutan Paman John membuat kami sedikit canggung dan hanya bisa memberikan senyuman dari masing-masing wajah kami.

"Hari sudah mulai sore, kau mau ke rumah kami sebentar, Varose? " tanya Paman John.

"Oiya! Ibu membuat kue untuk perayaan bulan depan, sebenarnya masih lama, tapi Ibu membuat untuk percobaan, kau mau? Mau ya? Mauuu??" perkataan Channie membuat ku berpikir mengenai Hendery yang berada di rumah. Lelaki itu pasti akan sendirian nanti.

Tangan Channie yang mengenggam lengan ku perlahan ku turunkan, gadis itu menunjukkan tanda tanya melalui matanya.

"Maafkan aku, Channie, Paman" ku tatap kedua orang itu bergantian sebelum melanjutkan perkataan ku "Aku sedang mengerjakan banyak pesanan minggu ini, mungkin lain kali aku akan datang"

"Kenapa begitu?" tanya Channie, sebenarnya aku juga tidak tega. Tapi, Hendery jauh lebih mengenaskan lagi nantinya.

"Sudahlah Channie, dia bisa datang kapan, pun"

"Jaga diri mu baik-baik, jika ada sesuatu aku siap mendengar mu" aku menatap Paman John, kelanjutan dari perkataannya membuat ku terkejut. Beliau seakan telah mengetahui rahasia besar ku, tapi sesungguhnya di antara kami tidak ada rahasia yang begitu besar, kecuali Hendery.

"Iya, Paman"

---

Setelah membalikkan tubuh seusai mengunci pintu, ku letakkan keranjang berisi banyak buku di atas nakas. Terlihat Hendery sedang memperhatikan ku dari meja makan, aku pikir lelaki itu sedang tidur.

Entahla, sejak aku mengetahui identitasnya, semakin canggung saja kami.

"Anda ingin makan apa?" tanya ku, melihat banyak bahan makanan di dalam lemari cukup membuat ku senang.

"Terserah mu, aku bisa makan apa saja" jawabnya. Benar, lelaki itu bisa makan apa saja, tapi makanan semalam cukup tidak layak bagi seorang keturunan kerajaan sepertinya. Calon Raja tepatnya.

"Tolong jangan bersikap formal, anggap seperti kejadian pagi tadi tidak pernah terjadi" aku menghentikan kegiatan ku yang sedang mengatur tata buku di dalam rak.

Bersikap normal seperti tidak terjadi? Lalu aku harus melupakan bahwa aku bisa kapan pun di tangkap karena menyembunyikannya. Yang benar saja.

"Baiklah, setelah makan kau boleh keluar" kata ku, tangan ku menggenggam erat buku yang tadi ku pinjam dari perpustakaan Bibi Chitta.

"Maksud mu apa? "

"Kau tidak benar-benar melakukannya, kan?"

Aku ingin sekali egois, meraih kemenangan atas setiap tindakan ku dan menjaga diri ku sendiri. Tapi, dalam batin ku menolak semua itu, seolah aku harus menolong lelaki ini.

"Aku tidak tau alasan mu kabur itu apa, alasan kita bertemu juga apa.."

"Yang ku tau adalah pengawal di Kerajaan pasti akan menemukan kita secepatnya dan setelah tertangkap, kau bisa hidup dengan segala macam kemewahan, tapi bagaimana dengan ku?" ku putar tubuh ku untuk menghadap lelaki itu dengan sempurna.

"Aku tidak bisa pergi dan lepas dari hukuman itu" lanjut ku. Hendery mengigit bibir bawahnya sembari menghadap buah di tengah meja.

Melihat tidak adanya jawaban ataupun tanggapan dari Hendery membuat ku mendesah kasar, jalan ku yang awalnya perlahan menjadi cepat menuju dapur. Aku harus segera memasak, perut ku benar-benar lapar dan pikiran ku sama sekali tidak bisa di kontrol.

"Sedikit cerita saja, ada anggota kerajaan juga yang selalu kabur seperti ku, tapi orang yang membantunya tidak mendapat hukuman berat" aku memberhentikan kegiatan ku, di saat keadaan seperti ini mengapa ia bisa berpikir seperti itu?

"Lalu? Aku harus melakukan seperti orang itu? Jika aku memiliki takdir yang sama dengannya yang tidak mendapat hukuman dan mendapatkan belas kasih, terus tidak di kucilkan tidak masalah, tapi jika sebaliknya bagaimana?" tanya ku. Badan ku kembali berbalik dan melanjutkan acara masak ku.

Jika melihat keadaan kami, aku jadi teringat dengan keluarga Paman John, Bibi Chitta suka sekali membicarakan banyak hal sembari memasak dan Paman John pihak mendengarkan serta menanggapinya. Tiba-tiba memori Paman John mengajak ku makan malam membuat ku teringat, aku jadi tidak enak.

"Kalo memang takdir kalian sama itu bukan masalah, aku malah ingin begitu" kedua alis ku berkerut saat melihat cermin yang menunjukkan pantulan Hendery di dinding dapur. Lelaki itu pipinya sedang bersemu? Yang benar saja, memangnya ia sedang memikirkan apa? Batin ku dalam hati.

"Maksud mu? Memangnya apa yang di lakukan orang itu sampai membuat mu begitu?" aku meraih sendok untuk mencicipi sedikit masakan ku dari atas penggorengan.

"Wanita itu...menikahi Raja"

"Uhuk! Uhuk.. Aeuh huk! Astaga" aku langsung meminum segelas air yang telah diberikan oleh Hendery. Lelaki ini sebenarnya baik, hanya saja cukup membuat ku jengkel di beberapa saat.

"Lalu, kau menyuruh ku menikahi Raja?" tanya ku, badan ku menghadap Hendery sembari meletakkan semangkok makanan di atas meja.

"Tidak perlu, yang kau bantu itu aku, nikahi aku saja" aku sedikit terkejut dengan ucapan Hendery yang membuat jantung ku langsung berdebar. Bisa-bisanya kalimat seperti keluar dengan lancar dari mulutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status