Share

003

003. THE PRINCE'S LIES

FRNR00150

Lelaki itu berdiri di bawah rembulan, meski sekarang ia berada di dalam ruangan. Tidak menolak juga bila cahaya bulan masuk melalui celah jendela. Beberapa saat lalu, Varose memberinya sepasang pakaian. Ia tersenyum menyadari perhatian gadis itu.

Meski tempat yang ia tinggali tidak begitu besar seperti rumahnya di kota, tapi ia sudah merasa nyaman dengan ruangan ini.

"Hendery, ini selimut untuk mu tidur, maaf, ya, hanya ada satu kamar di rumah

"Kau bisa menggunakan kasur ku, aku akan tidur di kasur orang tua ku, jika ada yang ingin kau butuhkan bangunkan aku saja" lanjut Varose, tanpa mendengar jawaban lawan bicaranya.

Hendery tersenyum kecil melihat Varose telah terlelap di kasur sampingnya, sepertinya ia harus memberi banyak ucapan terimakasih kepada Varose. Ia bisa sampai disini dengan selamat juga karenanya, apalagi tujuannya kemari menjadi lebih mudah.

Lelaki itu meletakkan selimut diatas kasur sebelum berjalan mendekati kasur Varose, ia kembali tersenyum saat melihat keadaan gadis itu terlelap dengan nyenyak.

"Maafkan aku, mulai besok aku lebih merepotkan mu" ucap Hendery, lelaki itu berdiri dari kasur setelah duduk di samping bantal Varose.

Malam ini adalah perjalanan keluar kastil untuk pertama kalinya, bagaimana, pun juga dua atau tiga hari kedepan ia pasti sudah tertangkap lagi.

Hendery berjalan menuju jendela dan membukanya perlahan, kepalanya sedikit keluar untuk melihat keadaan sekitar yang lumayan sepi, meski begitu ia tetap harus berhati-hati, sebab beberapa saat nanti listrik akan menyala. Lelaki itu kembali menatap Varose.

"Terimakasih untuk rotinya, aku menyukainya" ucap Hendery, lalu ia memasang sebuah cadar hitam di sebagian wajahnya dan segera loncat keluar dari jendela.

Brakk

---

Aku menatap Hendery yang terduduk dengan rapi di kursi makan, tangannya ia letakkan  di atas kedua paha dan kedua mata yang terbuka lebar. Jangan lupa bila matanya sedang memerah sekarang, astaga aku tidak menyangka akan begini nantinya.

"Kau yakin tidak mau tidur? Kau bisa makan nanti setelah istirahat" kata ku membuka perbincangan.

Sangat pagi aku terbangun karena keterkejutan ku melihat Hendery di depan pintu kamar mandi, lelaki itu ternyata tidak bisa tidur sedari malam. Aku menduga penyebabnya karena roti yang ia makan semalam.

"Tidak perlu, aku sudah terbiasa" jawabannya benar-benar membuat ku tidak percaya. Terbiasa tapi, kantong matanya sudah terlihat jelas.

"Kau yakin? Kegiatan ku hari ini hanya pergi ke perpustakaan Bibi Chitta dan meracik beberapa obat pesanan saja, dari pada kau bosan, bukankah lebih baik tidu-"

Brag

Aku hampir tertawa melihat keadaan Hendery yang mengenaskan di atas meja makan, lucu sekali. Tadi, aku sempat mengungkapkan dalam hati jika dirinya adalah lelaki yang kuat, tapi saat melihat kelakuannya saat ini, ku rasa tidak begitu.

Ku letakkan buku di dalam rak sebelum berjalan menuju meja makan, dari jauh sampai dekat pesona lelaki ini semakin tampan saja. Aku jadi berpikir, mungkin semua bangsawan di kota memiliki wajah yang sama tampannya atau bisa saja lebih tampan darinya. Aku jadi ingin tau seberapa tampan Pangeran yang selalu di ceritakan Bibi Rain.

"Hendery, bangunlah, kau harus tidur di kasur" kata ku, ku tepuk pelan punggungnya berkali-kali.

"Hendery.. "

Sepertinya lelaki ini sangat lelah, memangnya semalam ia mengisi kekosongan waktu dengan apa ya? Berlari? Tidak mungkin, Hendery mana tau jalanan daerah sini.

Aku segera membuang pikiran ku mengenai hal yang semalam terjadi, ku rasa tidak ada yang aneh.

Kaki ku dengan cepat berjalan keluar rumah setelah mendapatkan buku dari rak yang harus ku tukar di perpustakaan Bibi Chitta.

Tangan ku kembali mendobrak pintu ku pelan untuk memastikan sudah terkunci, bisa gawat bila ada yang mengetahui keadaan Hendery. Sebenarnya tidak baik juga merahasiakan lelaki di dalam rumah jika kami tidak memiliki hubungan apapun.

"Hei Varose!"

Astaga, dengan spontan aku menyentuh dada ku karena keterkejutan ku. Mata ku hampir membola saat melihat Nyonya Rain memasuki halaman rumah.

"Kenapa terkejut begitu? Kau ini seperti bersama siapa saja" katanya, wanita ini apa tidak sedikit kurang sopan?

"Selamat pagi, Nyonya Rain"

"Pagi, oiya, kau ingin tau sesuatu? Semua orang harus tau ini karena ini perintah langsung dari Raja" aku mengerutkan dahi ku. Ku rasa aku sudah membersihkan telinga ku dengan baik, tapi yang dikatakan oleh Nyonya Rain hampir tidak bisa ku pahami.

"Maksud Nyonya apa?" tanya ku.

"Astaga, Raja memberi surat perintah pagi tadi melalui pengawal Kerajaan, beliau bilang jika ada salah satu anggota kerajaan yang telah hilang"

"Seseorang yang membantunya untuk bersembunyi akan dikenakan hukuman berat, eum.. tapi pengawal itu tidak menjelaskan hukuman apa, mungkin itu rahasia Kerajaan" lanjut Nyonya Rain, entah mengapa ucapan wanita itu membuat ku semakin penasaran dan bertanya.

"Apa pengawal itu memberi gambaran seperti apa orang itu? Mungkin seperti tahi lalat atau semacamnya?"

"Ah! Aku hampir lupa memberi mu" Nyonya Rain tergerak merogoh saku roknya, sebuah kertas yang dilipat kecil terlihat dengan jelas di sana.

"Semua warga sudah mendapatkannya, ini untuk mu, di rumah ku ada banyak yang seperti itu" ucap Nyonya Rain, kertas itu telah berpindah ke dalam telapak tangan ku.

Ku buka lipatan itu dari kecil semakin membesar, gambar yang awalnya setengah atau garis semakin jelas, apalagi lukisan itu memiliki warna dengan corak yang hampir mirip seperti potretan secara langsung. Ini terlihat benar-benar dari perintah Raja.

Tapi, wajah di gambar ini membuat ku hampir berteriak. Ku gigit kecil bibir dalam ku, seolah kelu, aku hampir tidak bisa bicara sekarang.

"Tampan, kan? Warga juga kaget melihat lukisan itu, apa mungkin itu pangeran yang di sembunyi-"

Tubuh ku langsung berputar menatap pintu sebelum membukanya dengan cepat melalui kunci. Aku tidak sanggup mendengar kelanjutan dari perkataan Nonya Rain dan tentu saja aku menghiraukan panggilan keras dari wanita itu.

Aku menatap pintu yang telah ku kunci rapat, bagaimana bisa semua ini terjadi? Di rumah ku, lelaki itu. Seakan tidak percaya dengan kejadian ini, langkah ku perlahan mundur, berharap jika aku bisa ikut mundur untuk tidak ikut campur urusan kerajaan. Kerajaan di daerah kami terkenal dengan peraturan yang tidak dapat diganggu gugat dan tentu saja semua itu harus dilancarkan hukum.

"Varose" aku terkejut mendengar suara itu, pikiran ku seakan kosong setelah mendapatkan lukisan orang yang sedang di cari oleh Raja.

"Aku tau isi pikiran mu, aku juga sudah mendengar semuanya" suara Hendery seakan tersendat mengatakan hal itu.

"Tapi..

tolong dengarkan aku

sebentar saja dan aku..

Aku akan jelaskan semuanya" lanjutnya.

Badan ku masih kaku, bahkan untuk membalik dan menatapnya saja aku enggan.

---

Di meja makan kami termenung, saling merasakan canggung, namun tidak ada yang berniat untuk membuka suara. Semenjak beberapa menit lalu aku mengambil langkah untuk mendengarnya, ia hanya menyuruh ku untuk duduk di hadapannya.

"Anda bisa memulai bicara" aku mendengar deru nafas Hendery yang sedikit memaksa untuk tenang.

"Kau tidak perlu bicara seformal itu" kata Hendery. Jika memang benar ia keluarga kerajaan, tentu saja aku harus menaati peraturan pemerintah untuk memanggil sesuai dengan derajat. Terasa sekali sekatan diantara kami.

"Sebelumnya aku minta maaf, karena menipu mu sampai sejauh ini" tatapan ku sedikit menunduk, bukan karena aku merasa sedih karena ditipu.

"Mengaku sebagai bangsawan biasa, meminta mu untuk berbagi kamar, dan mengganggu mu"

"Heuh.. " deru nafas Hendery yang terdengar jelas dan kasar itu membuat ku melirik yang sesaat.

"Aku memang anggota Kerajaan yang hilang"

Sekarang gantian aku yang menarik nafas dalam, pikiran ku mulai malayang. Hukuman apa yang akan diberikan oleh pemerintah untuk ku nanti setelah mengetahui hal ini.

"Aku Hendery Wiliam Aralos, keturunan ke dua puluh satu dari Kerajaan Aralos" gigi ku bergemeretak pelan, keturunan? Berarti secara tidak langsung aku sedang berhadapan dengan anak Raja. Lebih tepatnya calon Raja.

"Senang bertemu dengan mu Nona Varose" lanjutnya, aku mengangguk sebelum berdiri.

Aku sudah mengerti dengan semua ini, penjelasan yang mudah untuk dicerna. Sebaiknya aku tidak berbicara yang melanggar kesopanan Kerajaan saat kami saling bertemu.

"Baiklah, saya paham, anda boleh melanjutkan istirahat"

"Setelah Anda segar nanti, tolong tinggalkan rumah saya, terimakasih" lanjut ku, kemudian aku berjalan cukup cepat pergi meninggalkan rumah.

Ini bukan hal yang baik untuk nyawa ku, bisa saja aku dipenggal saat menerima hukuman di Istana nanti. Aku tidak mau mengacau pekerjaan Ayah dan Ibu, itulah yang terbaik. Mengusirnya..

Atau mengantarnya menuju kerajaan dengan selamat. Dan aku mendapatkan belas kasih dari Raja karena membawa anaknya sampai Istana dengan baik. Ya, itu hanya harapan ku

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status