RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 18. **PoV AuthorSenyum di wajah Siska seketika hilang karena melihat mertua dan adik iparnya datang. Untuk apa sih mereka datang kemari? Apakah Nara yang nyuruh mereka datang? Mereka juga datang bersama Ervan, pasti Raka bermulut ember memberitahu Nara tetangga mereka sehingga Ibu dan adik iparnya sibuk. Nara dengan sok dan merasa berbaik hati mengajak mertua dan adik iparnya menjemput Ervan. Basi! Dia kira Siska gak tahu. Menyebalkan! Kenapa dia melakukan itu? Apakah mau dianggap baik?Siska mendumel dalam hati. Rencananya untuk berbicara empat mata dengan Adnan hancur sudah. Kenapa sih dia gak bisa berbicara dengan Adnan? Padahal mereka perlu berbicara berdua. Pengen mengenang masa lalu pernikahan mereka. Siapa tahu Adnan bersikap ramah. Awalnya bersikap ramah saja dulu. Akhirnya nanti bisa dipikirkan."Mas, kamu suruh Nara datang ke sini?" tanya Siska kesal. "Iya, kenapa?" "Aku kan mau bicara sama kamu. Kenapa sih kamu harus nyuruh Nara datang kemari
"Siska ... Siska. Kenapa sih pertanyaan kamu melulu soal harta. Ya udah deh aku bakal kasih tahu aja sekarang supaya kamu nggak penasaran dan bertanya-tanya dari mana aku mendapatkan uang sehingga aku bisa jadi seperti sekarang ini. Ini adalah harta warisan yang nggak kuduga-duga. Ternyata Abang Ayahku membagi harta warisan pada keluarga kami. Abang ayah kandungku gak punya anak dan keluarga selain kami. Jadi karena ayahku sudah meninggal otomatis harta itu jatuh ke tangan kami. Ayahku hanya dua bersaudara dengan pamanku. Aku juga sama sekali nggak menduga kalau mendapatkan harta itu dari keluarga ayahku. Ingat ya, Siska harta dari keluarga ayahku bukan hak kamu. Apalagi aku memperolehnya setelah bercerai dari kamu. Jadi usaha yang kubangun dengan istriku sekarang tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu kita sekarang Aku berharap kamu paham dan tidak bertanya apa-apa lagi tentang ini semua!" Siska kaget mendengar ucapan Adnan. Dia pernah mendengar memang langsung dari mantan suami
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 19. **"Sis, kamu kenapa? Kamu hamil?" tanya Raka. Siska terdiam sebentar. Hamil? Apa benar dia hamil. Enggak mungkin. "Enggak lah. Aku cuma gak enak badan dan pusing. Apalagi mendengar ocehan Ibu. Udahlah, Bu. Mending kalian pulang aja! Kalian di rumah ini cuma buat onar aja!" kata Siska mengelap kasar wajahnya setelah dia membasuhnya dengan air. "Heh, kamu ngusir Ibu. Yang harus pergi dari sini kamu!" Mereka mulai beradu pendapat satu sama lain. Siska kesal dan gak suka dengan kelakuan mertuanya yang mau ikut campur urusannya. Namanya masih muda dan wajar dia happy-happy. Mumpung belum punya anak. Bagi Siska dia ingin menikmati hidupnya dan gak mau di repotkan. "Udahlah daripada ribut-ribut mendingan Ibu pulang aja dulu tenangkan pikiran nanti biar aku yang bicara sama Siska. Dia memang kayak gini." Raka berusaha menjadi penengah di antara mereka dia pusing mendengarkan pertengkaran antara Ibunya dan Siska. Memang Siska tidak pernah akur dengan ibuny
Siska terdiam mendengarkan ucapan Raka. Tetapi untuk berhenti bergaul dengan teman-temannya Siska nggak bisa. Apalagi mengurus anak full time. Ini saja dia nggak tahu apakah dia benar-benar hamil atau tidak. Siska nggak suka diatur-atur oleh Raka kalau Raka sama sekali nggak punya uang yang banyak untuk mencukupi kehidupannya. Menjadi ibu rumah tangga yang menyusahkan diri sendiri itu bukan tipe Siska. "Kenapa mereka bisa sukses dan kita nggak, Mas? Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk merusak rumah tangga mereka. Bukankah itu lebih mudah daripada kamu harus nyuruh aku meninggal teman-teman ku dan aku berubah jadi istri penurut kayak wanita-wanita lainnya itu sulit. Apalagi ngurus anak. Aku nggak bisa. Kalau kamu mau aku hamil dan melahirkan maka sediakan pembantu rumah tangga seperti Adnan menyediakan Nara berbagai fasilitas baru aku mau melakukannya!""Astaga, Siska! Aku gak ngerti jalan pikiran kamu. Yang ada di pikiran kamu itu cuman uang dan uang. Kamu nggak berpikir bagaima
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 20. **Adnan tersenyum saat istrinya memberi dia sebuah kotak. Sepertinya ini adalah hadiah istimewa. Padahal dia belum berulang tahun dan ini tidak hari anniversary pernikahan mereka. Tapi istrinya memberikan kejutan untuknya. Adnan membuka kotak itu dengan penasaran yang luar biasa. Apa yang dihadiahkan istri untuknya. Berharap saja hal baik. Adnan yakin istrinya dengan senyuman yang begitu tulis di wajahnya nggak mungkin memberikan hal buruk kepadanya. Adnan tersenyum mengambil hadiah yang ada di kotak itu, sebuah testpack dengan garis 2. Dia tertawa bahagia serta terharu, tidak sangka hadiahnya begitu manis dan sangat indah. "Sayang, ini serius?" tanya Adnan. "Ya, Mas. Aku hamil," kata Nara. Adnan dengan sukacita langsung memeluk istrinya. Meluapkan semua kebahagiaannya kepada Nara saat itu. "Terima kasih, Sayang. Terima kasih sekali, kamu sudah melengkapi kehidupanku. Aku nggak tahu lagi bagaimana perasaanku sekarang. Yang penting aku sangat bahag
Sejujurnya Adnan nggak suka Raka itu sering datang. Tapi, mau bagaimana lagi. Ini adalah konsekuensi bagi Adnan, ketika menikahi Nara yang seorang janda dengan seorang anak, pasti mantan suami selalu mencampuri dan membayang-bayangi apalagi sekarang sudah tahu bagaimana Nara adalah berlian yang sesungguhnya. Mungkin saja Raka berharap bisa kembali memungut berlian yang pernah dia buang. "Aku sengaja datang kemari untuk bertemu Ervan dan juga Nara, ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan mereka," kata Raka santai. Sementara Adnan kesal melihat kesantaian dalam diri Raka. Saat ini dia sedang gusar. Untuk apa Raka mencari istrinya. Bahkan Adnan sudah menganggap Ervan sebagai anak kandungnya sendiri. Walaupun memang bukan anak kandungnya, dia sangat mencintai Ervan layaknya ayah kandung mencintai anak kandungnya, selama ini dia yang menafkahi Ervan dan Nara tanpa merasa keberatan melakukannya. "Kenapa kamu berani datang ke rumahku? Kalaupun kamu mau bertemu Ervan dan Nara, Buka
RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 21. **PoV Author "Ada hal lain lagi yang penting mau ku sampaikan ke kamu," kata Raka. Nara mengernyitkan dahinya. Apa lagi yang mau Raka katakan. "Apa, Mas?" tanya Nara. Raka menatap manik mata Nara. Jantungnya berdegup tak karuan. Detakan ini sulit sekali disirnakan. Rasa ini bahkan lebih besar saat pertama kali mereka bertemu dan menikah. Rasa ini terlalu besar untuk Raka. Sayang, semuanya terlambat dan sia-sia. Penyesalan selalu datang terlambat. "Apakah ada hubungannya dengan Ervan. Soalnya dia mau sekolah?" tanya Nara. "Ada, Nar. Tapi, Ervan pergi sekolah aja dulu, Sayang. Ayah mau berbicara dengan Bunda masalah pribadi sekaligus masalah kita," kata Raka. "Masalah pribadi apa? Gak ada masalah pribadi lagi antara kalian. Nara istriku!" balas Adnan. Raka mendengkus mendengar ucapan Adnan. Dia mencibir tak suka. Sementara itu Ervan menyalami mereka semua. Raka juga di salaminya. Raka memeluk anaknya. Senang bisa memeluk lagi buah hatinya yang ter
"Bagaimanapun aku masih bisa bertemu keluargaku. Kamu gak ada hak melarang!" "Keluargamu? Hanya Ervan, Nara tidak ada hak. Dia istriku!" kata Adnan sengit. "Mas, udahlah, jangan bertengkar. Mas Raka sebaiknya pergi saja. Tolonglah ... Bukankah kamu udah ketemu Ervan. Gak enak tetangga dengar kita bertengkar!" ucap Nara bingung. "Nar, yang lebih dulu itu Adnan!" balas Raka membela diri. "Iya, aku tahu, tapi aku harus menjaga hati suamiku. Nanti atur lagi waktu kamu bertemu Ervan. Aku yakin bisa diatur waktunya!" kata Nara berharap Raka paham.Nara memegangi tubuh suaminya agar tidak tersulut emosi. Raka sedih melihat pemandangan yang menyesakkan dadanya. Dia kemarin melihat mereka berdua berpelukan di balkon. Kini, dia melihat sendiri Nara, sang mantan istri memeluk pria lain. Tak pernah Raka melihat Nara semesra ini dengan seorang pria. Rasanya sesak dadanya. Mungkin dia sudah gila berharap lagi bisa memiliki Nara. Tiba-tiba saja Nara pingsan. Dia gak bisa penopang tubuhnya. Lagi