Share

RF3

Ya Tuhan. Demi apa mereka berkata seperti itu? Sungguh menyakitkan. Belum juga mengenalku, sudah seenaknya saja mereka bicara. Apakah karena aku hanya seorang pelayan restoran, jadi mereka menganggapku begitu rendah? Memang aku tidak sekaya apalagi setenar adik Tom yang bernama Clara itu. Tapi aku juga berhak dihargai. Ruby membatin.

Hati Ruby terasa pedih mendengar penghinaan Clara dan Sarah. Seketika ia merasa tidak perlu tahu yang mana adik Tom yang bernama Clara itu. Di pikirannya, pasti Clara adalah salah satu dari dua gadis yang berdiri di tangga paling atas teras rumah besar itu.

"Ruby!" panggil Tom.

Ruby tersentak. Ia menoleh. Dilihatnya Tom sedang berlari kecil ke arahnya.

"Ayo kita berfoto sebentar," ajak Tom. Diraihnya tangan Ruby dan membawanya kembali turun ke anak tangga pertama.

"Tunggu, Tom. Nanti aku jatuh," protes Ruby. Ditariknya tangan kanannya yang diseret Tom.

Tom terkesiap. Baru menyadari bahwa dirinya terlalu kasar memperlakukan Ruby. "Maaf," ujar Tom.

Dua sejoli itu pun turun ke anak tangga terbawah. Tom meletakkan tangan kanannya di pinggang Ruby. Didekatkan tubuhnya dengan Ruby hingga antara dirinya dengan gadis itu tidak berjarak lagi.

Beberapa foto telah diambil oleh para wartawan yang menyertai mereka. Lalu, terdengar pertanyaan dari mulut salah seorang wartawan.

"Calon tunangan Bapak ini, Nona Ruby … dia … bekerja sebagai apa?"

Tom terkesiap. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan demikian. Ia gugup. Tom menoleh ke arah Ruby sambil berpikir.

"Oh, Ruby ini … sesuai dengan namanya, dia bergerak di bisnis batu permata." Tom berucap sangat meyakinkan. Seolah ucapannya adalah kenyataan.

Ruby terkejut saat mendengar jawaban Tom. Ditatapnya wajah calon tunangannya itu dengan perasaan kacau. Tidak menyangka Tom akan berbohong. 

"Tom …" tegur Ruby, ingin mengatakan sesuatu. Namun nampaknya Tom tidak mendengar suaranya yang lirih. Lelaki itu begitu sibuk dengan pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh para wartawan tentang Ruby. 

Tom nampak begitu mendominasi. Lelaki itu seperti tidak memperbolehkan Ruby menjawab pertanyaan yang diajukan para pencari berita tersebut. Setiap kali Ruby membuka mulutnya ingin menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya, Tom sudah menyela dengan jawaban menurut versinya.

Akan tetapi, setiap jawaban yang diberikan Tom sangat membingungkan Ruby. Semua jawaban Tom tidak sesuai dengan kenyataan.

"Sejak kapan Nona Ruby berbisnis satu permata?" Seorang wartawan menyodorkan mikrophone  pada Ruby, sementara di arah lain, seorang kameramen memvideokan peristiwa itu.

Ruby mengerutkan kening begitu mendengar pertanyaan tersebut. Ia diam dan memikirkan jawabannya. Akan tetapi,  Tom yang berdiri di sampingnya, buru-buru menjawab. "Oh, sudah lama sekali. Itu adalah usaha turun temurun dari keluarganya."

"Kenapa kami tidak pernah mendengar berita tentang perusahaan yang Nona Ruby kelola?"

"Oh, tentu saja. Sebab Ruby ini orang yang sangat rendah hati. Dia tidak suka segala macam pemberitaan. Bukan begitu, sayang?" jawab Tom lagi, lalu ia berpaling. Meminta persetujuan Ruby. Sayangnya, saat itu Ruby sudah beralih dari sisinya. 

Bisnis batu permata? Sejak kapan? Aku hanyalah seorang pelayan restoran. Mengapa Tom berkata demikian? Apakah dia malu mengakui pekerjaanku yang sebenarnya? Ruby terus saja melangkah sambil membatin. Gadis itu nampak begitu kecewa dengan tingkah Tom yang dirasanya terlalu berlebihan.

Dari posisinya yang semakin menjauhi Tom, gadis itu masih bisa mendengar percakapan antara Tom dengan para wartawan.

"Apa nama perusahaan milik Nona Ruby?"

"Nanti akan saya beritahukan. Sekarang kita fokus dengan acara pertunangan dulu."

"Apakah setelah ini kalian akan langsung menikah?" Seorang wartawan bertanya dengan suara cukup keras. Pertanyaan itu membuat Ruby menghentikan langkah dan ingin tahu apa jawaban Tom selanjutnya.

"Oh, ehm. Menikah ya? Hmmm, bagaimana ya? Saya rasa sebuah pernikahan membutuhkan persiapan yang cukup matang. Itu hal yang sangat serius. Untuk saat ini kami belum membicarakan hingga sejauh itu. Ehm, ada pertanyaan yang lain? Kalau tidak, saya harus segera masuk. Acara kami akan segera dimulai. Mohon maaf, saya pikir kalian tunggu di sini saja. Sebab acara itu hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga kami saja." Tom mengangkat kedua tangannya setinggi dada. Lalu dia berlari kecil meningggalkan para wartawan menuju Ruby yang sedang berjalan menaiki tangga.

"Gimana, sayang? Mengapa kamu meninggalkanku sendirian? Apakah kamu tidak suka berada di sampingku. Ruby, diwawancarai wartawan seperti itu akan sangat menaikkan status sosial kita. Teman-temanmu di restoran itu tentu saja nanti akan sangat kagum melihatmu," ujar Tom penuh semangat. Diraihnya tangan Ruby, ingin berjalan sambil bergandengan. Namun gadis itu menepis tangan Tom.

"Kagum? Dengan semua kebohongan yang kamu katakan pada mereka? Teman-temanku di sana tidak akan kagum padaku. Mereka justru akan memandangku aneh," sentak Ruby. Suaranya terdengar cukup keras.

Melihat itu, Tom buru-buru merangkul Ruby. Mengecup pipi Ruby sambil berkata, "maaf, sayang, apa kamu tidak suka? Bagian yang mana yang kamu tidak suka? Oh hei, dengarlah … aku tidak mengatakan kebohongan. Semua yang kukatakan itu akan menjadi kenyataan."

"Menjadi pengusaha batu permata?" Ruby bertanya sinis. "Apa kau mau mengejekku, Tom?"

"Ssst. Sudahlah. Nanti kita bicarakan ini semua bila acara kita sudah selesai, ya." Tom berbisik di telinga Ruby.

Ruby mengangkat kedua bahunya. Nampak malas meladeni Tom. 

Sejak tadi para wartawan itu hanya menanyakan tentang aku dan hubungan Tom denganku. Mereka sama sekali tidak menyinggung Clara. Bagaimana ini bisa terjadi? Padahal Tom bilang tadi para wartawan itu datang untuk meliput adiknya yang bernama Clara. Tunggu, apakah Clara itu salah satu dari dua gadis yang tadi berdiri di tangga?" gumam Ruby.

***

Ruangan dimana acara pertunangan Tom dengan Ruby digelar, hingar bingar oleh musik yang diputar. Tom dan Ruby berdiri dan menerima ucapan selamat dari para tamu undangan yang tidak banyak, hanya kerabat dan teman-teman Tom saja. Dari pihak Ruby, hanya ada seorang teman kerja Ruby yang hadir di sana, George, sebab yang lain tidak bisa hadir dikarenakan kesibukannya masing-masing. 

Ruby tampak begitu bahagia. Tom memperlakukannya dengan begitu manis seperti layaknya seorang ratu. Membuat Ruby lupa akan segala kebohongan yang Tom lakukan di depan para wartawan tadi. Lupa akan rasa kecewanya pada Tom, hingga satu waktu saat gadis itu telah menyelesaikkan urusannya di toilet dan dia mendengar suara dua orang bercakap-cakap di luar sana.

"Bagaimana menurutmu? Apakah gadis kampungan itu cocok dengan Tom?" Suara seorang wanita dewasa terdengar oleh Ruby. Membuat gadis itu menghentikan kegiatan mencuci tangannya dan memilih mendengarkan kelanjutan percakapan tersebut.

"Cocok? Apanya yang cocok? Kau tahulah Tom seperti apa. Paling juga mereka tidak akan bertahan lama. Lihat saja, sebentar lagi pasti Tom akan mendepaknya. Dia hanya butuh sensasi yang bisa menaikkan pamornya. Ini semua hanya permainan Tom yang licik itu saja," timpal wanita lainnya.

"Ya, benar sekali. Masih ingat dengan nasib dua tunangan Tom sebelumnya yang dicampakkan begitu saja oleh Tom? Dia pasti akan bernasib sama setelah semua stasiun tivi memberitakan pertunangan ini."

"Dasar Tom. Kasihan sekali gadis itu. Semoga nanti dia kuat. Tidak menjadi gila seperti nasib dua calon tunangan Tom lainnya," timpal wanita pertama tadi.

Ruby terkesiap. Ditatapnya bayangan diri di cermin. Begitu cantik alami.

"Benarkah itu Tom? Pantas saja tingkahmu begitu aneh. Rupanya kau hanya ingin memperalatku saja. Baiklah Tom, bila itu maksudmu. Bukan kau yang akan membuatku terpuruk. Tapi aku yang akan membuatmu menyesal telah melakukan semua ini padaku." Ruby bicara pada bayangan dirinya di cermin itu. Kemudian, pandangannya beralih pada sebuah tas ransel yang ia bawa dari apartemennya tadi.

Dalam sekejap, penampilan gadis itu berubah. Bukan lagi gaun putih dengan taburan mutiara yang ia kenakan. Tapi celana jeans yang dipadu dengan sebuah jaket bertudung. Sebuah masker yang selalu ia bawa, dipakainya untuk menutupi sebagian wajahnya.

  

"Goodbye Tom. Kita lihat, siapa yang akan menyesal dengan permainan ini," ucap Ruby setelah ia berhasil menyelinap melalui pintu samping dan berada di depan gerbang rumah besar itu.

 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status