Nungki mengangkat bahunya sedikit lalu menurunkannya lagi. Dia merangkulku masuk ruang rapat seolah tak mau memikirkan tentang nasib pamannya.
"Nggaj usah pedulikan mereka. Orang seperti mereka pasti tahu letak kesalahan mereka dimana," jawab Nungki."Oke aku tak akan memikirkan mereka lagi," ucapku. Ini pertama kalinya ikut Nungki rapat tapi mataku rasanya lelah tak bisa menahan kantuk aku tidur di bahu suamiku sampai rapat selesai dan dia membangunkanku."Ayo pulang sudah larut malam sepertinya kamu lelah," ucap Nungki."Apa aku ketiduran. Maafkan aku ya apa aku memalukanmu karena tertidur?" tanyaku."Tidak jangan berpikir macam-macam ayo kita pulang, atau mau menginap di sini?" tanya Nungki.Aku menggelengkan kepala lalu mengatakan ingin pulang. Kami sepakat pulang dan tidur di rumah sampai pagi.Seperti biasa aku turun ke dapur memasak di temani para pelayan membuat sarapan untuk suamiku."Ternyata kamu di sini kenapa tak membangunkanku?" tanAku menghela nafasku lalu membiarkan bu Endang sibuk mengintrogasiku sore ini. Belia menahanku untuk tidak masuk rumah terlebih dahulu."Kalau anak pembantu tak akan bisa membiat pesta newah di gedung bu. Sampai aku bulan madu ke eropa," jawabku."Alah paling semua itu juga ngutang! Aha aku tahu kamu bekerja untuk ngelunasi hutang setelah nikah yang menumpuk itu kan?" tanya bu Endang. "Makanya menikah sesuai bugdet yang ada saja nggak usah sok-sokan!" imbuh bu Endang.Percuma kan ngomong sama bu Endang yang tak tahu apa-apa di kehidupan kami tapi sudah sok tahu dan menebak apa yang terjadi di kehidupanku."Sepertinya saya selalu salah di mata bu Endang ya, padahal saya ini nggak bayar utang loh. Mana ada orang kaya bayar utang sehabis merayakan resepsi, aku bekerja biar nggak dibilang cuma numpang hidup sama orang-orang termasuk bu Endang," jawabku."Oalah jangan ngeles segala begitu dong Dara. Aku tahu kamu itu hanya menutupi fakta yang ada. Ngaku saja
Bapak belum menjawab pertanyaan ibu tapi sudah terdengar keributan di luar rumah. kami langsung ke luar melihat siapa yang membuat keributan san siapa sih yang menyalakan klakson kencang sekali."Tuh bu lihat bu Endang sudah dapat balasan," jawab bapakku sambil menunjuk luar pagar."Hem apa itu menantu kita?" tanya ibuku sambil melangkah maju ke depan.Bu Endang marah dan memaki siapa pemilik mobil. Dia tak terima karena di klakson dengan kencang seperti itu."Mentang-mentang bawa mobil jangan seenaknya begitu jadi orang, memangnya yang bisa beli mobil kamu doang?" tanya bu Endang dengan lantang."Ibu menghalangi jalan saya. Untuk apa mengobril di jalanan mana ngomongnya nggak benar," ucap Nungki santai.Bu Endang terus mengoceh dia bilang kalau melihatku jalan kaki pulang ke rumah pasti habis bertengkar dan sekarang menjemputku seolah tak terjadi apa-apa. Ia juga mengungkit kalau aku masih di biarkan bekerja karena bayar hutang habis nikahan banyak."Men
Kami tak ingin menghiraukan apa yang dikatakan bu Endang. Tapi berani banget di depan besan dan calon mantu menghina orang apa nggak takut anaknya nggak jadi di nikahi."Iya bu Endang selamat ya anaknya sudah ada yang melamar semoga lancar sampai hari H," ucap ibuku."Iya lah bu terima kasih nanti resepsi di gedung lebih mewah dari anak bu Siti," balas bu Endang.Nungki hanya tertawa mendengar ucapan bu Endang. Mau lebih mewah mau enggak siapa yang peduli dengan hajat mereka."Kami pamit pulang dulu ya bu. Sudah malam besok harus kerja," ucapku."Loh katanya istri bos kok masih kerja!" seru bu Endang.Aku menoleh ke arah Nungki dan tersenyum padanya. Nungki juga mengatakan kalau aku tak perlu membalas omongan bu Endang. Lebih segera pergi percuma juga kalau harus membaung energi untuk melawan orang yang tak bermoral seperti bu Endang ini."Ayo masuk ke dalam mobil. Mau kaya mau miskin semua orang perlu uang," jawab Nungki sambil membuka pintu m
Ratna mengatakan kalau Nungki tak mau rugi mendapatkan istri yang tak bisa diandalkan. Atau Ratna berpikir tidak ada keuntungan bila menikahiku karena orang tuaku hanya penjual ikan sedangkan Nungki adalah seorang pengusaha besar. Makanya aku harus bekerja agar Nungki tidak malu kalau mengajakku kumpul dengan orang besar lainnya."Kalau sayang beneran akan dijadikan ratu di rumah. Mungkin juga dia malu mempunyai istri yang keluarganya tidak bisa dimanfaatkan!" seru Ratna dari pesan singkatnya.Aku bingung membalasnya lalu membacakan pesan Ratna agar Nungki mendengarnya. Nungki tidak marah malah tertawa lepas. Dia mengatakan kalau tak akan memaksa istrinya di rumah saja atau disuruh bekerja."Pemikiran kolot banget dia pikir aku tak kenala siapa calon suaminya itu," balas Nungki."Jadi menurutmu aku harus balas pesan dia apa?" tanyaku pada suamiku.Nungki menyuruhku membalas dengan kalimat yang menohok menurutku sih. Tapi ini bisa menjadikan R
Benar juga kata suamiku teman-teman yang bekerja di bidang kesehatan kadang mengeluh sekolah yang mereka keluarkan memerlukan biaya yang tinggi tapi pada kenyataan di lapangan gaji mereka sangat kecil. "Oke aku tak akan membalasnya lagi," balasku."Kalau begitu bersiaplah jangan capek ya. Aku minta jatah nanti malam," ucap Nungki.Semenjak menikah kehidupan malamku selalu seperti ini melayani napsu suami di atas ranjang. Ya mau bagimana lagi memang kewajiban seorang istri."Ayo masuk rumah dan mandi bersama," ucap Nungki."Baiklah ayo kita mandi bersama," balasku.Sehabis mandi kami menghabiskan waktu bersama sambil nonton dan makan camilan. Sungguh kehidupan rumah tangga yang unik dan mwmbahagiakan kami saling melengkapi satu sama lain."Tidurlah tak usah memikirkan manusia toxic seperti bu Endang dan anaknya itu," ucap Nungki."Oke kalau begitu aku akan segera tidur semoga tak ada lagi manusia yang toxic seperti mereka di kehidupan kita," bala
Apa yang harus aki takutkan kalau kami sudah berkomitmen untuk saling tidak menjadikan beban seorang keturunan. Kami batu saja memulai kami ingin berpacaran dulu setelah menikah. Di kasih cepat atau lambat kami ingin menerimanya."Baru satu bulan bu. Kami masih punya banyak waktu untuk merencanakan semuanya," balasku pada bu Endang."Banyak tahu pasangan suami istri bercerai karena lama mendapat keturunan. Kamu nggak takut?" tanya bu Endang.Aku menghela nafas agar tak emosi. Yah kalau mau selingkuh karena nggak punya anak untuk apa menikah dari awal. Toh kami sudah melakukan tes kesehatan sebelum menikah. Kami dinyatakan sehat oleh tim Dokter.Menikah bukah sekedar untuk mempunyai keturunan belaka. Ada banyak hal yang butuh dipelajari dari kehidupan berumah tangga."Banyak cara untuk mendapatkan keturunan. Saya dan suami akan mempunyai keturunan saat kami siap," ucapku pada bu Endang."Kalau nggak siap punya anak ngapain menikah!" seru bu Endang."M
Ibu memelukku dengan hangat walau sudah menikah aku tetap putri kecilnya. Ibu mengatakan tak usah risau dengan gosip yang bertebaran dari mulut bu Endang."Kita semua tahu kalau bu Endang suka menebar gosip yang tak pasti. Bagaimana ibu bisa membiarkanmu bersedih, sudahlah istirahat dan makan sebelum suamimu menjemput," pinta ibuku."Suamiku akan pulang malam jadi aku nanti akan naik ojek bu," balasku.Ibu mengangguk mengerti karena aku memberitahunya lebih rinci kemana suamiku pergi hari ini. Setelah makan dan mengobrol sebentar dengan ibu dan bapak aku memesan ojek untuk pulang. "Naik ojek? Kok nggak dijemput pakai mobil apa rentalnya sudah tutup?" tanya bu Endang."Iya bu Endang. Hari ini saya naik ojek karena mobil pada kepake semua," jawabku agar bu Endang puas."Kalau Ratna mah, mobil calonnya cuma satu walau jelek nggak apa-apa yang penting mobil sendiri nggak mobil rental," balas bu Endang.Aku hanya tersenyum menanggapi bu Endang yang terus memb
Aku meminta maaf karena kelamaan mengobrol dengan bu Endang. Lebih baik segera pulang dan istirahat daripada mendengar ocehan bu Endang."Jadi pak maaf ya kelamaan mengobrol," ucapku seraya naik motor."Jangan lama-lama bu. Waktu saya terbatas masih nunggu ojekan lagi," balas tukang ojek itu.Ku lirik bu Endang senyum-senyum tipis kearaku yang diomeli tukang ojek. Melihat orang lain kesusahan kok bahagia. Memangnya aku diomeli karena siapa. Keluhku dalam hati kerena kesal dengan bu Endang."Hati-hati di jalan Dara selamat sampai tujuan. Rukun rukun loh sama suaminya," celetuk bu Endang."Ya pastilah rukun sama suami, masa penganten baru sudah berantem emang kami menikah karena skandal kan enggak," jawabku.Entah apa lagi yang akan dikatakan oleh bu Endang. Aku meminta tukang ojek segera jalan meninggalkan bu Endang bisa sakit kepala kalau masih berurusan dengan wanita bermulut lemes satu itu. "Bu kalau saya punya tetangga seperti itu mah bisa cepat